Miras Dituding Biang Kerok Kejahatan




Polresta Bogor Kota memusnahkan 22 ribu botol minuman keras (miras), hasil operasi gabungan TNI-Polri dan Satpol PP Kota Bogor. Puluhan botol miras tersebut disita dari sejumlah kios, agen, dan pedagang kaki lima (PKL) jelang malam pergantian tahun. Banyaknya miras yang disita menunjukkan masih maraknya peredaran miras di Kota Bogor. Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, mengatakan penyitaan dan pemusnahan ini merupakan bentuk penekanan angka kejahatan. Yakni dengan memberantas miras yang menjadi sumber masalahnya. (www.republika.co.id, 26/12/22) Fakta menunjukkan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi akibat mengonsumsi miras. 


Berdasarkan catatan Polri, Selama tiga tahun (2018-2020) ada 223 kasus kejahatan akibat miras. (www.jawapos.com, 14/10/2020) Selama tahun 2022, 50 persen kejahatan yang terjadi di Jayapura disebabkan oleh konsumsi miras. (www.kumparan.com, 23/12/2022) Kasus pemerkosaan, penganiayaan/kekerasan, dan tawuran jadi tindak pidana tertinggi akibat pelaku menenggak miras.



Efek Miras


Miras merupakan minuman yang mengandung senyawa alkohol atau etanol. Adanya alkohol pada minuman akan mengakibatkan minuman mempunyai sifat khamr atau memabukkan. Alkohol akan mempengaruhi kerja otak, dimana bagian sistem syaraf yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi menjadi terganggu. Dampaknya kemampuan berpikir akan terganggu pula. Dalam hal ini miras menurunkan tingkat kesadaran seseorang. Saat kadar alkohol dalam darah mulai meningkat, maka sistem syaraf mulai kesulitan dalam mengontrol emosi dan ingatan. Dampak dari kondisi ini adalah tidak terkendalinya tindakan seseorang. Inilah efek mabuk, yaitu terganggunya kerja alat berpikir yang berakibat tertutupnya akal seseorang. Mereka tidak mampu lagi membedakan mana yang baik dan buruk. Dapat dikatakan orang yang dalam pengaruh minuman keras berada dalam kondisi tidak sadar, yaitu tidak memahami apa yang ia lakukan. Ketika menurunnya tingkat kesadaran, orang akan lepas kontrol terhadap apa yang dilakukannya. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. Mereka bisa melakukan apa saja, tindakan asusila bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain. (www.halal.go.id, 27/09/2022) 



Penyebab Terjadinya Tindakan Kriminal


Meskipun demikian, miras bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya tindakan kriminal. Teori sosial menjelaskan bahwa perilaku kejahatan adalah hasil kerusakan sistem dan struktur sosial. Lebih spesifik lagi, pengamat kebijakan publik Retno Sukmaningrum, S.T., M.T. menyatakan, kejahatan/tindakan kriminal terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang menihilkan agama dalam kehidupan. Menurut Retno, ada tiga hal dari sistem kapitalisme yang secara langsung mendorong terjadinya tindakan kriminal, yakni: pertama, tolok ukur kebahagian adalah kenikmatan yang bersifat fisik. Namun dorongan untuk menikmati kebahagiaan yang diaruskan oleh kapitalisme ini tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang merata.  Walhasil pada saat kebutuhan tinggi namun isi dompet dan keimanan minim, sungguh menjadi formula yang ampuh untuk melahirkan tindak kejahatan. Kedua, polisi, hakim, jaksa, dan penegak hukum lainnya telah kehilangan integritas dan kewibawaannya di mata masyarakat. Ketiga, produk hukum dan sistem peradilan yang ada, menyuburkan maraknya tindak kejahatan. (www.muslimahnews.net, 27/09/2022)


Peredaran miras di masyarakat merupakan hasil dari penerapan sistem kapitalisme. Karena negara melihat miras sebagai kenikmatan yang dibutuhkan oleh beberapa kelompok masyarakat untuk mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu harus selalu tersedia. Berdasarkan prinsip ini, di negara-negara Barat yang mayoritas non muslim, miras dibebaskan sebebas-bebasnya. Namun di Indonesia yang mayoritas muslim, pemerintah masih malu-malu. Dibuatlah aturan peredaran miras sebagaimana termaktub dalam Permendag RI No. 25 tahun 2019 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol. Jadi, miras legal berdasarkan peraturan ini boleh bebas beredar. Sedangkan yang ilegal, disita dan dimusnahkan oleh penegak hukum. Padahal, baik legal maupun ilegal, miras tersebut memiliki kandungan dan efek yang sama. 



Islam Menindak Tegas Kejahatan


Syariat Islam memiliki aturan tegas berkaitan dengan miras. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90)


Ayat di atas mengungkapkan bahwa meminum miras (khamar) itu haram walaupun hanya setetes, walaupun kadarnya kecil. 


Rasulullah saw. bersabda, “Aku didatangi oleh Jibril dan ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melaknat khamar, melaknat orang yang membuatnya, orang yang meminta dibuatkan, penjualnya, pembelinya, peminumnya, pengguna hasil penjualannya, pembawanya, orang yang dibawakan kepadanya, yang menghidangkan, dan orang yang dihidangkan kepadanya.” (HR Ahmad)


Artinya, tidak hanya mengonsumsi miras yang dilarang, melainkan juga pembuatnya (pabrik/produsen), konsumennya, penjualnya, pembelinya, yang membawa dan menghidangkan, serta semua yang terlibat dengannya. maka negara wajib menutup seluruh tempat pembuatan barang haram ini. Serta harus melarang setiap orang untuk mengedarkan dan mengonsumsinya. Bahkan, tidak boleh pula menarik pajak dari hasil produksi dan penjualannya. (www.muslimahnews.net, 02/01/2023)


Tidak hanya miras yang menjadi salah satu biang kejahatan, yang diatur oleh syariat Islam. Akan tetapi syariat Islam diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sebagai benteng penjagaan agar meminimalisir bahkan menghilangkan tindak kejahatan, antara lain: pertama, benteng keimanan individu. Ini adalah penjagaan dari internal individu agar hidupnya senantiasa berorientasi pada kebahagiaan akhirat daripada kenikmatan fisik di dunia. Serta menjadi benteng untuk menahan diri dari melakukan tindak kejahatan yang dapat menambah dosanya. Kedua, benteng perekonomian negara yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Dengan konsep kepemilikan yang diatur oleh syariat, di antaranya terdapat kelompok harta milik umum yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Harta milik umum ini (sumber daya alam yang berlimpah seperti: minyak bumi, gas alam, pertambangan, laut, pulau, air, dll) dikelola oleh negara. Hasilnya diberikan kepada rakyat. Sehingga kebutuhan rakyat dapat dipenuhi. Ketiga, memberikan sanksi yang berat dan membuat jera pelaku. Penerapan sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus siksa akhirat) jika pelakunya muslim & jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali). Oleh karenanya eksekusi hukuman justru digelar di tempat umum dan disaksikan oleh masyaarakat luas sehingga bisa menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan tindak kriminal.


Seluruh syariat ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna jika negara masih menjadikan sistem kapitalisme sebagai asasnya. Oleh karena itu, penerapan syariat Islam secara kafah di bawah sistem khilafah adalah suatu kewajiban yang tidak boleh dan tidak bisa ditunda lagi. Wallahua’lam.


Oleh: Vinci Pamungkas 







Posting Komentar

0 Komentar