Muhammad bin Abdullah saw:“Sel Pertama” Gerakan Dakwah Islam

 


Oleh Karina Fitriani Fatimah 

(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs- Universität Freiburg, Germany) 

 

#SirahNabi- Tatkala Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw berusia 40 tahun, Allah Yang Maha Tinggi mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta, dan pembawa kabar gembira bagi seluruh umat manusia. Dimana sebelum beliau diutus, Allah Swt telah mengambil perjanjian kepada seluruh Nabi supaya mereka beriman kepadanya, membenarkannya, dan menolongnya menghadapi orang-orang yang memusuhinya. Allah juga mengambil perjanjian dari mereka supaya mereka mengabarkan hal tersebut kepada orang-orang beriman dan membenarkan mereka sehingga kebenaran dapat ditegakkan. Kemudian Dia menumbuhkan kecintaan di dalam diri Rasulullah saw untuk melakukan uzlah (menyendiri) di Gua Hira’ sembari ber-tahannuts (menarik diri dari segala perbuatan dosa). 


Jibril saat itu menyapanya, dalam satu riwayat disebutkan di dalam mimpinya dan dalam riwayat lain ketika beliau terjaga dan berseru, “Bacalah!” Baginda saw menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” JIbril kemudian mendekap Rasul hingga membuatnya sesak dan melepaskannya. Jibril kembali berseru, “Bacalah!” Muhammad saw tetap menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Demikian kejadian yang sama berulang hingga tiga kali. Hingga Jibril pun mengajarinya membaca, “Iqra’ bismi Rabbika al-Ladzi khalaq..” (Bacalah dengan menyebut asma Tuhanmu, yang telah menciptakan). Di saat itulah Muhammad saw menirukannya. Turunnya ayat tersebut menandai diutusnya Muhammad saw sebagai Nabi.  


Kemudian Muhammad saw pun pulang dalam keadaan menggigil sekujur tubuhnya. Ia ceritakan kisahnya pada Khadijah ra, dan memantapkan hati beliau serta menolong beliau dalam menegakkan kebenaran. Namun wahyu berikutnya tak kunjung datang. Nabi saw berulang kali pergi menyendiri dan pulang dengan tangan hampa. Hingga lebih kurang 2 tahun lamanya penantian, datanglah Jibril menampakkan wujud aslinya di antara langit dan bumi. Jibril meneguhkan hati beliau dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya beliau benar-benar utusan Allah.  


Melihat sosok asli Jibril, Nabi saw merasa takut dan bersegera pulang mendatangi Khadijah saw. Beliau berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Maka Allah Swt pun berfirman, “Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan!..." Dengan seruan ini Allah pun mengukuhkan Muhammad saw sebagai Rasulullah, penyebar risalah Allah Swt bagi seluruh umat manusia. 


Tak lama Rasulullah saw naik ke atas bukit Shafa dan berkata, “Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan pernah membohongi orang yang dipimpinnya. Percayakah kalian, jika aku katakan bahwa di balik bukit itu ada kuda yang berlari?” Mereka pun menjawab, “Percaya.” Sedemikian percayanya kaum Quraisy pada saat itu kepada sosok Muhammad bin Abdullah sang al-Amin (terpercaya). Nabi saw pun melanjutkan, “Apakah kalian percaya, jika aku sampaikan bahwa aku adalah Nabi yang diutus oleh Allah kepada kalian?” Mendengar ujaran Nabi, kaumnya justru berbalik arah membelakangi Muhammad saw dan menghinakannya. 


Dalam riwayat lain, Nabi saw naik di atas bukit Ajyad, seraya berkata, “Wahai kaum Quraisy, ucapkanlah satu kata, yang jika kalian sanggup memberikannya, maka seluruh bangsa Arab akan tunduk kepada kalian, dan orang-orang non-Arab akan membayar jizyah kepada kalian.” Mereka bertanya, “Gerangan apakah satu kata itu?” Nabi saw menjawab, “Ucapkanlah, Laa ilaaha illa-Allah Muhammad Rasulullah”. Maka kaumnya pun mencemooh beliau dan menyebut beliau sebagai pemecah-belah bangsa Arab. 


Sekalipun dengan banyaknya rintangan dan hambatan yang menghadang dakwah, Rasulullah tetap berjuang menyampaikan risalahNya tanpa kenal lelah. Beliau tak henti-hentinya menyampaikan kabar gembira dan memberi peringatan kepada umatnya, agar bersegera menyongsong keimanan dengan memegang teguh keimanan. Tak luput keluarga, sanak saudara, kerabat, teman terdekat hingga orang-orang yang tinggal tak jauh dari Rasulullah mendengar dakwah yang beliau bawa. Inilah bukti Rasul saw sebagai “sel pertama” (hilyah ‘ula) dalam dakwah Islam sekaligus orang pertama yang mendapat petunjuk yang benar dari Allah Swt. Disusul dengan Khadijah ra, istri tercinta Rasul saw, yang menerima risalah Islam dan menjadi sel kedua dalam dakwah. Kemudian berlanjut kepada Abu Bakar, sahabat terdekat Rasul saw, yang menyambut baik kebenaran Islam dan menjadi sel dakwah berikutnya. 


Dakwah Islam pun terus berkembang hingga kepada sel-sel berikutnya. Melalui sel ketiga, Abu Bakar ra, orang-orang hebat menjadi perpanjangan tangan dakwah Islam seperti ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Utsman bin Madh’un, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin al-‘Awwam, dan sebagainya. Dari sini Rasulullah kemudian menghimpun para Sahabat dan menjadikan mereka halqah ‘ula (halqah pertama). Mereka dibina oleh Rasul saw dengan pemahaman Islam kafah yang mampu mengubah pemikiran jahiliyah menjadi pemikiran yang cemerlang (mustanir) guna memecahkan seluruh permasalahan kehidupan manusia. 


Estafet dakwah pun terus berlanjut dan terbentuklah halqah kedua, ketiga dan seterusnya. Mereka dibina secara intensif baik oleh Rasulullah saw secara langsung maupun oleh orang-orang yang telah terlebih dulu masuk Islam dan ditugaskan Rasul untuk membina halqah-halqah ini. Seperti halnya Nabi saw mengutus Hubab bin al-Art untuk membina Sa’id bin Zaid dan istrinya Fatimah, adik kandung Umar bin Khattab di rumah mereka ataupun di dekat bukit Shafa atau di wilayah sekitar Ka’bah. Yang kemudian halqah kecil ini menjadi wasilah (jalan) masuknya Umar bin Khatthab ke dalam Islam. 


Pembinaan yang dilakukan dalam halqah-halqah kecil tersebut bersifat intensif dengan pembahasan mencakup surah-surah Makkiyah yang telah diturunkan saat ini. Mereka membahas akidah, mengkritisi praktik muamalah yang rusak dalam sistem jahiliyah dan membandingkan dengan solusi Islam yang diberikan oleh Sang Pencipta, Allah Swt. Tak jarang di luar halqah-halqah intensif yang dilakukan secara gerilya oleh para Sahabat, Nabi saw mengumpulkan mereka di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam yang terletak di bawah lereng bukit Shafa dan menyampaikan risalah Islam secara langsung kepada para Sahabat.  


Dalam masa ini, pembinaan secara intensif dalam halqah-halqah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dimana para Sahabat menunaikan shalat dengan sembunyi-sembunyi pula di lembah-lembah sekitar Mekah. Namun bukan berarti kemudian dakwah dilakukan sembunyi-sembunyi pula. Karena dakwah bahkan dari sejak pergerakan awalnya pun dilakukan dengan terus terang, terbuka, menantang dan secara jelas membedakan yang haq dan bathil. Yang disembunyikan hanyalah kutlah (organisasi) pergerakan dakwah dan orang-orang yang berjuang di dalamnya. 


Kondisi demikian terus berlanjut hingga dakwah diterima oleh dua orang yang menjadi Ahl an-Nushrah (pemegang kekuasaan), yakni Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthallib. Maka Allah Swt menurunkan wahyuNya dalam surah al-Hijr, “Sampaikanlah secara terbuka apa yang telah dititahkan kepadamu, dan tentanglah orang-orang musyrik.” Risalah ini kemudian menjadi babak baru perjuangan dakwah yang semula menyembunyikan kutlah, menjadi dakwah yang memperlihatkan kutlah. 


Nabi saw dan para Sahabat kemudian berbaris dan melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah dalam dua shaf. Satu shaf dipimpin oleh Umar bin Khatthab, dan satu shaf lagi dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muthallib. Peristiwa ini menandai era baru dakwah, yakni fase “tafa’ul ma’a al-ummah" (interaksi dengan umat) yang menjadikan para pengembang dakwah yakni Nabi saw dan para Sahabat serta Sahabiyah bersinggungan langsung dengan pemikiran-pemikiran jahiliyah yang menjangkiti bangsa Arab. Di saat yang sama, ini menandai terbentuknya kutlah dakwah yang secara terbuka diketahui oleh para penduduk Mekah, yang kemudian disebut Hizbu ar-Rasul.   


Dari sinilah dakwah Islam mengalami pertentangan yang luar biasa dari para musuh Allah dan para pengembannya mendapat ujian yang berat guna mempertahankan keimanannya. Namun segala ujian dan cobaan, baik berupa cemoohan, hinaan, penindasan, penyiksaan sampai pemboikotan tidak meredupkan kobaran api dakwah yang terus menjalar dalam dada-dada para pengembannya. Hingga pada akhirnya panas dakwah tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Mekah, tetapi bahkan menjadi buah bibir di seluruh penjuru Arab. Demikianlah dakwah Islam berkembang dari sel pertama, yakni Rasulullah saw, yang diikuti dengan sel-sel berikutnya, kemudian berkembang menjadi halqah-halqah, berevolusi menjadi sebuah kutlah dakwah dan pada akhirnya menjadi sebuah jemaah dakwah berisikan orang-orang ikhlas yang mengharapkan ridha Allah Swt dalam setiap gerak langkah dakwahnya.  


Wallahu a’lam bi ash-shawab.

_______________


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di


Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Posting Komentar

0 Komentar