Pejabat Korup Masuk Daftar Hitam, Mungkinkah Jadi Solusi Andalan





Ibarat mengurai benang kusut yang susah dibentangkan, itulah gambaran korupsi di Indonesia. Mengakar, menggurita laksana penyakit kanker yang sulit disembuhkan. Mulai dari pejabat hingga kalangan bawah terinfeksi virus ini. Jika pun dipenjara, fasilitas mewah pun telah tersedia. Mirisnya, orang yang korupsi tak lagi malu untuk menjabat lagi. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah guna menuntaskan masalah korupsi ini seperti memasukkannya ke dalam daftar hitam. 



Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, pejabat negara yang terindikasi korupsi tidak akan lagi bisa berkiprah di BUMN. Black list sejalan dengan perjuangan membersihkan perusahaan-perusahaan negara dari anasir negatif dalam hal ini koruptor. Hal tersebut bukan karena dendam pribadi. (Kompas.com, 24/12/2022).



Persoalan korupsi menjadi momok yang mengerikan karena jika negeri ini di penuhi dengan para koruptor maka kesejahteraan rakyat pun akan semakin berkurang. Bahkan masalah korupsi ini menjadi perhatian besar dunia.  Indonesia sendiri menempati ranking 96 dengan skor 38 dari skala 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021. https://aclc.kpk.go.id › (17/12/2022).



Miris dan sedih ketika melihat kondisi negeri yang subur makmur tapi rakyatnya miskin dan mengalami krisis pangan. Berbagai masalah terus mengguncang negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Semua ini disebabkan karena banyaknya manusia yang serakah mengeruk potensi negeri yang terkenal dengan zamrud khatulistiwa ini. Penerapan sistem kapitalisme dan liberalisme mengakibatkan korupsi makin menjadi-jadi. Mereka yang menjabat di negeri ini sudah mengeluarkan modal yang cukup banyak. Tidak heran jika kemudian mereka ingin sekali mengembalikan modal sebanyak mungkin. Jalan yang ditempuh tiada lain adalah korupsi sebagai jalan pintas. 



Korupsi kini seolah jadi budaya di negeri ini, bukan hanya secara individu saja tetapi sudah berjamaah menebar di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Kalangan oligarki pun tak jauh beda, begitu banyak yang terinfeksi virus ini. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan berbagai program guna menuntaskan korupsi di berbagai instansi pemerintah dari mulai pusat hingga daerah. 



Upaya dalam mencegah tindak pidana korupsi ini adalah, pertama penguatan kapasitas badan atau komisi anti korupsi. Kedua, penyelidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar dengan efek jera. Ketiga, penentuan jenis-jenis atau kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas. Keempat, pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.


Bukan hanya itu, program bersih-bersih dari biang-biang korupsi terus dilakukan. Mereka akan di black list agar tidak mengotori instansi tersebut, semisal di beberapa BUMN yang terindikasi melakukan korupsi. Yang berhak mencabut daftar hitam tersebut adalah presiden. Jika koruptor tersebut dirasa oleh presiden masih layak menjabat maka akan diputihkan. Inilah yang kemudian menjadi dilema di negeri ini. Seharusnya para koruptor ini diberikan efek jera berupa hukuman yang sangat berat dan disita seluruh hartanya, bukan hanya sekedar black list saja. Jika hal ini dilakukan, maka korupsi tidak akan mereda.



Jika solusi yang diterapkan oleh pemerintah tak mampu mengurai permasalahan korupsi, lantas sistem apalagi yang mampu menyelesaikan masalah korupsi ini? Mengapa masih banyak kaum muslim yang justru belum sadar terhadap akar permasalahan korupsi yang sesungguhnya, yakni penerapan sistem demokrasi kapitalisme. 



Solusi Islam



Sistem Islam merupakan solusi yang mampu menuntaskan korupsi dari akar hingga daun. Sistem ini akan memberi efek jera bagi para koruptor, yakni dengan hukuman yang sangat berat. Ketika seorang Khalifah memimpin, maka kebijakan yang dikeluarkan saat menghukum para koruptor tidak akan tebang pilih atau inkonsistensi berdasarkan kepentingan pribadi. Melainkan memberi hukuman berdasarkan nash syarak yang bersifat mutlak. Tidak lantas ketika ada kepentingan, hukuman terhadap koruptor bisa berubah-ubah. 



Di dalam sistem Islam ada upaya preventif agar tidak terjadi korupsi, di antaranya pertama, pemberian gaji yang layak kepada seluruh aparat pemerintah maupun swasta. Artinya jika kesejahteraan para pekerja sudah terjamin, akan menutup celah korupsi. Kedua, Islam mengharamkan riswah dan hadiah. Pejabat yang beriman dan merasa Allah melihat setiap aktivitasnya, tak akan mau disogok dalam bentuk apa pun karena rasa takutnya kepada Allah. Ketiga, kekayaan para pejabat senantiasa dipantau. Jika kemudian bertambah besar, kemungkinan melakukan tindak korupsi. 



Upaya preventif keempat, pemimpin yang memberi teladan. Seorang khalifah yang qana'ah akan memberi suri tauladan yang baik dengan tidak memperkaya diri sendiri. Hal ini justru berbanding terbalik dengan pejabat di sistem kapitalisme. Kelima, Pemberian hukuman yang berat dan berefek jera. Pemberian hukuman yang berat ini akan berpengaruh terhadap siapa pun yang berniat melakukan tindakan korupsi. Mereka akan berpikir seribu kali saat melihat hukuman yang diberikan kepada para koruptor. Hukuman dalam sistem Islam sebagai zawajir atau pencegah. Keenam, kontrol masyarakat. Masyarakat di dalam sistem Islam bukanlah masyarakat yang diam saat melihat ada kemungkaran, tetapi akan bergerak menyuarakan kebenaran. 



Alhasil sistem Islamlah yang bisa diandalkan dalam menuntaskan korupsi di manapun dan kapanpun. Pemimpinnya akan memberi keadilan dan rasa aman bagi rakyat. Pilihan sistem andalan tersebut adalah Khilafah, bukan yang lain. Wallahualam bissawab.


Oleh Heni ummufaiz



Posting Komentar

0 Komentar