Oleh Hanin Syahidah
#Analisa - Ramai berita ajuan dispensasi nikah di berbagai kota di beberapa provinsi. Sebutlah yang beberapa waktu yang lalu sempat viral di Jawa timur. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati mengatakan bahwa viralnya kasus ratusan anak atau siswi Ponorogo yang hamil sebelum menikah merupakan fenomena gunung es.
Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencapai 15.212 kasus, 80 persen diantaranya sudah hamil (CNN Indonesia.com, 17/1/2023).
Tidak berhenti di Jatim saja, ternyata angka terbesar diduduki oleh provinsi Jawa barat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengatakan dispensasi nikah anak paling banyak terdapat di Jawa Barat, setelahnya Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak PPPA, Rohika Kurniadi Sari, menyebut faktor paling banyak menyebabkan pernikahan anak adalah ekonomi, ada juga karena pergaulan yang kebablasan, orang tua khawatir terjadi zina makanya dinikahkan (DetikNews.com, 20/1/2023).
Penyebab dominan ajuan dispensasi nikah adalah hamil diluar nikah karena pergaulan bebas bahkan di Jatim mencapai 80 persen, sisanya faktor ekonomi. Tawaran solusi masalah pergaulan bebas ini sebenarnya telah disampaikan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Mereka menyarankan setiap negara di dunia untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif, termasuk Indonesia. Rekomendasi ini berdasarkan pada kajian Global Education Monitoring (GEM) Report, UNESCO (CNNIndonesia.com,14/6/2019).
Hanya pendidikan seks yang terkadang terlalu vulgar justru menjadi ajang coba-coba untuk muda-mudi hari ini. Senada dengan itu, anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah dengan penuh keprihatinan. Menurutnya perlunya penguatan preventif maka semua ini harus dilakukan oleh semua pihak, yakni pemerintah atau pihak eksekutif, legislatif, pendidik, keluarga dan masyarakat umum (pojokjabar.com, 16/1/2023).
Jadi tindakan preventif itu adalah dengan penanaman yang kuat terkait nilai-nilai agama, pengawasan keluarga, sekolah dan Pemerintah. Padahal bisa jadi orang tua sudah sangat ketat mengawasi dan mendidik anaknya dengan agama tapi ketika mereka bergaul dengan teman-teman dan lingkungan yang tidak sehat menjadikan mereka terjebak juga dalam pergaulan bebas dengan alasan ikut-ikutan atau takut dibilang "ga gaul".
Jika kita menelisik lebih dalam kondisi permintaan dispensasi ini terjadi karena pergaulan muda-mudi yang semakin kebablasan, gempuran gaya hidup bebas ala barat terus membombardir anak-anak muda hari ini. Bagaimana tidak, sosial media menjamur bahkan saat ini di ada kesan pembiaran dan tanpa filter. Gadget menjadi gaya hidup anak muda, mereka dikatakan tidak gaul jika tidak tahu isu viral, drama viral, lagu viral dan semacamnya.
Belum lagi pornografi pornoaksi terpampang nyata di sosial media dan dengan mudah diakses semua kalangan di semua usia. Bagaimana beberapa waktu yang lalu seorang anak TK di Mojokerto juga diperkosa oleh 3 orang anak SD, sungguh sesuatu yang sangat memprihatinkan. Anak-anak dan remaja bebas berekspresi dan berperilaku hari ini, ditambah longgarnya pengawasan orang tua atau malah tidak ada.
Agama yang sejak dulu menjadi rem dalam pergaulan muda-mudi ditinggalkan akibat sekularisme global yang diterapkan di dunia termasuk di Indonesia. Agama seolah hanya merupakan urusan privat tidak boleh masuk ke ruang-ruang publik termasuk urusan pengaturan pergaulan. Gaya hidup hedonistik, permisif (serba boleh) ini juga yang dihasilkan oleh demokrasi sebagai sistem politik yang muncul dari sekularisme menjadikan anak-anak bebas berekspresi dan berperilaku.
Dalam alam demokrasi semua bebas melakukan sesuatu kecuali untuk agama, misalnya konser-konser musik dengan muda-mudi yang campur baur dikatakan kebebasan dan modern, LGBT dibiarkan alasan HAM. Namun tidak bagi anak-anak muda Islam yang melakukan kajian Islam dalam bentuk halqah-halqah. Stigmatisasi radikal akan disematkan kepada mereka dan dikriminalisasi. Simbol-simbol Islam seperti iqra', kalimat tauhid, bahkan Al Qur'an dijadikan alat bukti terduga terorisme, sebuah penodaan terhadap agama.
Seolah jelas sistem hidup saat ini memberi ruang kemaksiatan dan menekan kebaikan.
Dalam sebuah artikel kompas.com, tahun 2013 disampaikan bahwa Demokrasi dan kebebasan sering diasumsikan sebagai dua hal dalam satu paket. Mendapatkan demokrasi pasti mendapatkan pula kebebasan. Di sisi lain, kebebasan pun hanya bisa diperoleh jika ada demokrasi. Seolah itu adalah satu keyakinan yang abadi dan memang benar adanya sampai saat ini.
Maka tidak mengherankan pula fitrah manusia yang senantiasa dalam fujur (kesesatan) dan takwa (kebaikan). Dengan kebebasan ini pasti akan memilih hawa nafsunya yakni fujur (kesesatan), karena hawa nafsu ini tipudaya. Rem agama itulah yang bisa mendatangkan takwa hal itu sudah di Nash kan Allah dalam Al Qur'an surat as-syams ayat 8 yang artinya: "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) fujur (kesesatan/keburukan) dan ketakwaannya".
Generasi muda yang telah dibentengi iman dan takwa dalam keluarganya akan menjadi generasi yang kokoh dan tertempa untuk bisa mengendalikan hawa nafsunya. Hanya saja itu tidaklah cukup karena dia tetap membutuhkan interaksi sosial di tengah masyarakat di mana dia hidup, misal di sekolah, di kampus dan di masyarakat. Maka perlunya kontrol sosial yang sehat di tengah masyarakat dengan dasar iman dan taqwa, bukan kebebasan.
Ditambah lagi harus ada regulasi dari negara yang tegas, untuk melarang peredaran konten-konten pornografi dan pornoaksi di media bahkan sosial media. Memberi iklim yang sehat dalam berperilaku dalam bernegara, kurikulum dan sistem pendidikan yang berkarakter khas dengan penanaman halal-haram sejak dini karena sistem pendidikannya dibangun dengan akidah Islam sebagai pondasi perilaku generasi nya.
Kondisi kehidupan seperti ini sejatinya hanya bisa ditemukan dalam peradaban Islam. Islam sebagai sebuah sistem hidup yang komprehensif dan sempurna telah membentuk generasi muda yang unggul selama peradabannya selama 13 abad lamanya. Lihatlah sosok Ali Bin Abi Thalib di usia sangat belia 8 tahun beliau sudah bisa memilih Islam dengan berpikir, dan selanjutnya dia sudah dijuluki sebagai kunci ilmu pengetahuan karena kecerdasannya dan hafal ribuan hadits Nabi.
Saad Bin Abi Waqqas di usia 17 tahun dan dia orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Usamah Bin Zaid usia 18 tahun dia diberi amanah sebagai panglima perang yang memimpin sahabat-sahabat senior Rasulullah seperti abu bakar. Di usia-usia itu remaja saat ini mungkin mereka hanya generasi alay tidak bisa dibanggakan, dan tidak punya masa depan.
Belum lagi Zaid Bin Tsabit di usia yang sangat belia 11 tahun, yang dia terkenal dengan kepiawaiannya dalam menghimpun ayat-ayat Al Qur'an. Abdullah Bin Mas'ud dia juga termasuk golongan yang masuk Islam pertama kali dan berani membacakan ayat-ayat Al Quran di hadapan orang-orang kafir Quraisy saat itu. Tidak lupa juga Mushab bin Umair sebagai duta Islam yang pertama ke Madinah di usia mudanya. Dia seorang pemuda kaya-raya, tampan dan rupawan tapi demi Islam dia tinggalkan semua kemewahannya hanya untuk mendakwahkan Islam.
Mu'adz bin Jabal masuk Islam di usia muda dan dijuluki Rasulullah sebagai orang yang sangat mengetahui halal dan haramnya. Aas Bin Malik usia 10 tahun pelayan Rasulullah. Ibnu Abbas sepupu Rasulullah juga penghafal banyak hadits dan banyak dijadikan rujukan ulama' mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Pada masa mutaakhirin ada Muhammad Al Fatih sang penakluk Konstantinopel di usia yang sangat belia 21 tahun. Di usia itu mungkin anak muda hari ini masih sibuk dengan pacaran, konser-konser musik mengelukan idolanya dan gaul bebas.
Itulah kegemilangan Islam yang sudah terbukti menjadi peradaban mulia dan menyelamatkan generasi dengan prestasi, bukan simbol kerusakan yang tiada henti seperti hari ini. Peradaban itu dibangun dengan Akidah Islamiyyah, dengan penerapan syariat Islam secara Kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyyah 'ala minhajin nubuwwah. Maka, jika ingin generasi unggul hanya Islam solusi dan jawabannya, bukan sekularisme, kapitalisme dan demokrasi yang diterapkan hari ini. Wallahu a'lam bi asshawwab
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
0 Komentar