Resolusi Tahun Baru: Tinggalkan Kapitalisme Menuju Islam Kaffah


Oleh Anggun Mustanir
Rangkaian kegiatan pergantian tahun yang menyisakan kesia-siaan dan sampah telah usai. Banyak harapan dan doa dilangitkan agar kehidupan bangsa lebih baik dari tahun sebelumnya. Faktanya, dari tahun ke tahun bukannya membaik, nasib bangsa ini dan rakyatnya justru kian terpuruk.
Pemerintah mengkaji sejumlah kebijakan tiap tahunnya. Alih-alih meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menjadi problem solver dari semua penderitaan rakyat, pemerintah malah memberi kado pahit beberapa skema aturan yang mempersulit hidup umat.
Aturan tersebut yakni, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai wujud penyesuaian dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang menjunjung hak asasi manusia dan Pengganti Undang-Undang atau Perpu No 2 Tahun 2022 atau dikenal dengan Perpu Cipta Kerja untuk menggantikan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang telah berlaku dua tahun.
Pemerintah menganggap kedua UU tersebut sangat mendesak, sehingga harus segera disahkan. Maksud hati memberi kenyamanan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, nyatanya kedua UU tersebut lagi-lagi menguntungkan penguasa, oligarki dan tenaga kerja asing. Menurut beberapa pengamat, ahli ekonomi dan praktisi hukum, kedua UU tersebut memang bermasalah.
Pada UU nomor 1 Tahun 2023 banyak pihak menyoroti beberapa pasal di antaranya Pasal 218 RKUHP. Pasal ini berisi tentang kritik kepada Presiden dan Wakil Presiden. Pasal ini sangat rawan untuk disalahtafsirkan oleh aparat penegak hukum guna membungkam kritik terhadap penguasa. Padahal, rakyat mengkritik kebijakannya, bukan person-nya.
Pasal tersebut tampaknya tidak sejalan dengan rasa penyesalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terjadi di Indonesia (CNNIndonesia.vom, 11/1/2023) yang terjadi sepanjang 2022.
Kemudian, salah satu kontroversi Omnibus Law Ciptaker adalah terkait penetapan upah. Selain itu juga perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Pada Pasal 59 yang telah diubah di ayat 1 disebutkan bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu dan hal ini dirasa sangat merugikan buruh.
Sehingga, berdasarkan berita dari kompas.com, 6/1/2023, baru sepekan, Perpu tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh seorang Dosen dan Konsultan Hukum Kesehatan bernama Hasrul Buamona dan Koordinator Advokasi Migrant Care, Siti Badriyah. UU itu dianggap merusak hak-hak pekerja dan mengabaikan aspek-aspek perlindungan buruh dan lingkungan.
Miris, di tengah krisis multidimensi yang dirasakan rakyat saat ini pemerintah justru semakin menekan rakyat. Padahal, kondisi ekonomi negara yang morat-marit tidak kalah genting dari pengesahan dua aturan tersebut. Kalaupun ada aturan yang dianggap genting, harusnya yang memihak rakyat bukan sebaliknya.
Namun kondisi ini sepertinya suatu keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Aturan yang dibuat dalam sistem rusak ini berdasarkan kemanfaatan untuk penguasa dan pengusaha semata. Bukan untuk kepentingan rakyat, apalagi berdasarkan aturan halal-haram. Penguasa dalam sistem ini seperti tidak paham atau tidak mau tahu prioritas untuk rakyat.
Kekuasaan dalam sistem ini bisa langgeng karena sokongan pemilik modal. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan tahta dan pengaruh, mau tidak mau harus memiliki modal besar. Faktanya, para pemilik modal-lah yang selama ini menjadi sponsor utama para pemangku kebijakan dalam aktivitasnya. Kebijakan yang dilahirkan oleh penguasa berkelindan dengan kepentingan para pengusaha. Sehingga, politik balas budi menjadi ciri khas dari sistem sekuler demokrasi kapitalisme.
Sistem Demokrasi kapitalisme yang melahirkan paham sekularisme menjadikan jargon suara rakyat suara Tuhan untuk melegitimasi kezaliman pemangku kebijakan. Nyatanya hanya rakyat dari kalangan pemodal yang keluh kesahnya didengar. Akibat pengaruh sistem ini, pemikiran dan hati nurani para penguasa seakan mati tanpa empati. Bahkan, sekularisme mengikis jati diri penguasa dan rakyat sebagai muslim sejati. Jauh-jauh hari politikus dan ekonom senior Kwik Kian Gie mengatakan bahwa demokratisasi justru membuat bangsa ini makin kehilangan kedaulatannya dalam politik, ekonomi, dan budaya.
Kondisi ini sangat berbeda dengan aturan Islam yang berasal dari Allah Sang Pencipta. Seluruh aturan dan keputusan yang diambil penguasa betul-betul hanya berlandaskan syariat Islam sebagai konsekuensi keimanan. Sedangkan urusan agama, umat (rakyat), dan negara menjadi prioritas utama, bukan sebaliknya mengutamakan kepentingan penguasa dan pemilik modal.
Sehingga, penerapan aturannya akan mewujudkan kesejahteraan dan keberkahan dari langit dan bumi. Dalam Islam tugas negara atau penguasa adalah mengurus dan penjaga rakyatnya tentunya di bawah naungan Al Quran dan assunnah. Sehingga, menutup segala bentuk ketidakadilan, kezaliman, dan kerja sama dengan pihak asing. Sehingga rahmatan lil alamain tercurah.
Islam tidak melarang apalagi menghukum umat ketika mengawasi kinerja dan setiap kebijakan penguasa. Aturan terkait pekerja akan sangat diperhatikan baik sisi waktu, upah dan jam kerja. Karena dalam Islam, waktu tidak hanya dihabiskan untuk bekerja, tetapi juga ibadah. Bahkan pekerjaan yang sesuai aturan Allah SWT akan bernilai ibadah.
Sejarah menjelaskan betapa kehebatan sistem pemerintahan Islam tidak terbantahkan. Selama 13 abad umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang mulia, mandiri, dan sejahtera. Selama itu pula umat Islam mampu memimpin peradaban dunia. Kemunduran yang saat ini terjadi justru saat umat Islam tidak melaksanakan seluruh aturan Islam, mereka hanya mengambil sebagian hukumnya sehingga mereka kehilangan kewibawaan dan berkah dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran yang artinya, "Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab serta mengingkari sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat nanti mereka akan dilemparkan pada siksa yang amat keras" (QS al-Baqarah [2]: 85).
Oleh sebab itu, kiranya di awal tahun 2023 ini umat Islam harus sadar sesadar-sadarnya untuk kembali pada aturan Islam yang kaffah atau menyeluruh. Sederet fakta kerusakan akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme sekularisme harusnya membuka mata umat Islam untuk beralih ke sistem Islam agar keridhoan Allah tercurah ke seluruh alam.
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (QS. Ali ‘Imran: 85).
Wallahu alam bishawab.
____
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di

Posting Komentar

0 Komentar