Sengkarut Tata Kelola Pembiayaan Haji: Korbankan Dana Umat untuk Investasi

 


Oleh Karina Fitriani Fatimah 

(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs- Universität Freiburg, Germany) 


#TelaahUtama- Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Kamis (19/01), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji yang akan dibebankan langsung kepada jemaah sebesar Rp 69 juta. Besaran tersebut naik hampir dua kali lipat dari Rp 39,8 juta tahun lalu menjadi Rp 69 juta tahun ini. Dari biaya haji yang diusulkan Kementerian Agama (Kemenag) menghitung rerata biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi berkisar Rp 98,89 juta per jemaah, naik Rp 514,88 ribu dibanding tahun lalu, dengan biaya yang perlu ditanggung jemaah sebesar 70% (Rp 69,19 juta per orang) dan 30% (Rp 29,7 juta) sisanya dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. Sedangkan pada tahun sebelumnya BPIH nilainya Rp 98,37 juta per orang, dengan komposisi BPIH ditanggung jemaah Rp 39,88 juta (40,54%) dan Rp 58,49 juta (59,46%) dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. 


Menurut Yaqut usulan kenaikan biaya haji atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Dimana formulasi komponen BPIH yang baru diterapkan untuk menyeimbangkan beban jamaah dengan keberlanjutan pemanfaatan nilai manfaat pengelolaan dana haji pada masa yang akan datang. 


Menanggapi fenomena tersebut anggota Komisi VIII DPR, Luqman Hakim, menganggap kenaikan biaya haji memang menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan. Namun ia mengusulkan, baiknya BPIH diberlakukan secara bertahap, tidak langsung seperti usulan Menag. Sedangkan Anggota Komisi VIII DPR fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyampaikan pihaknya menolak secara tegas kenaikan BPIH sebesar RP 69 juta dan mengusulkan agar kenaikan biaya haji berada pada angka maksimal Rp 50 jutaan saja. 


Konsep pengelolaan keuangan haji di negeri ini memang sejak awal telah bermasalah sehingga secara langsung berdampak pada pembiayaan haji setiap tahunnya. Seperti kita ketahui bersama bahwa Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah menginvenstasikan dana haji yang disetorkan calon jemaah dalam bentuk sukuk, deposito, dan bentuk-bentuk moneter lainnya dengan akumulasi dana  mencapai Rp 158,88 triliun pada 2021 silam. Dana yang dikelola BPKH merupakan setoran awal jemaah haji reguler Rp 25 juta dan US$ 4.000 bagi haji khusus. Hasil investasi tersebut kemudian digunakan untuk menyubsidi biaya penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya. 


Dari sini tampak jelas bagaimana pemerintah memutar dana umat yang bernilai fantastis tersebut hingga puluhan tahun lamanya, sesuai dengan masa tunggu haji. Yang berarti kekurangan biaya haji per jamaah tahun ini berusaha ditutupi dengan hasil investasi BPIH dan atau dengan setoran awal jemaah haji lain yang masih menunggu antrian. Sehingga bisa kita katakan bahwa konsep pengelolaan keuangan haji saat ini sangat khas dengan sistem ekonomi tambal sulam kapitalis, yang mengandung banyak ketidakpastian dan ke depannya sangat mungkin menyebabkan gagal bayar pembiayaan haji. 


Bertumpunya pembiayaan haji pada nilai manfaat atau imbal hasil yang diterima calon jemaah tunggu justru menjadi “bom waktu” pengeluaran haji. Hal ini karena setoran awal setiap jamaah baru akan terus tersedot untuk menyubsidi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun berjalan. Dengan kata lain, “pemerintah gali lubang tutup lubang” untuk mendanai pembiayaan haji. Parahnya lagi, BPKH sebagai pengelola keuangan haji masih terkesan asal-asalan dalam menjalankan tugasnya, yang bahkan beberapa tahun belakangan ini terdengar selentingan dana haji akan digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. 


Dengan demikian kita melihat bagaimana rezim melihat permasalahan haji hanya sebatas dari sisi keekonomiannya saja, yang masih memperhitungkan untung rugi dalam tata kelola keuangannya. Dengan menumpukan penutupan biaya haji yang terus membengkak melalui skema pemanfaatan nilai manfaat biaya haji tentulah akan menemukan jalan buntu di masa yang akan datang. Terlebih dengan tidak amanahnya rezim dalam menata keuangan haji yang dicampur-adukkan dengan sistem pengelolaan keuangan ala kapitalis. 


Padahal ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam dan kewajiban agung bagi setiap umatNya, tidak kemudian bersifat memaksa kecuali bagi setiap mukmin yang mampu (istiha’ah). Dimana yang dimaksud batas kemampuan disini adalah mampu badaniyah, maliyah dan amaniyah. Mampu secara badaniyah adalah sehat sehingga mampu menempuh perjalanan dan bisa melaksanakan semua rukun haji dengan sempurna. Mampu secara maliyah adalah adanya kecukupan harta untuk berangkat ke Tanah Suci dan kembali ke negeri asalnya, untuk bekal perjalanan serta untuk keluarga yang wajib dinafkahi. Mampu scara amaniyah terkait keamanan calon jamaah haji yang terjamin baik dari gangguan penjahat seperti perampok, begal, ataupun peperangan. Lalu dimanakah peran negara dalam hal ini? 


Negara pada dasarnya berkewajiban untuk bersungguh-sungguh mengurus pelaksanaan haji dan keperluan para jemaah haji sesuai kadar kemampuannya. Negara menjadi pelayan para tamu Allah tanpa disertai dengan unsur bisnis, investasi atau mengambil keuntungan dari pelaksanaan haji.  


Jika pun kemudian negara harus menetapkan biaya perjalanan haji yang memang diakui tidaklah murah apalagi untuk para jemaah yang tinggal jauh dari tanah suci, maka besaran biayanya akan disesuaikan dengan kebutuhan jemaah berdasarkan jarak tempuh, lamanya perjalanan, serta akomodasi yang dibutuhkan untuk pergi dan kembali ke tanah suci. Negara bisa membuka berbagai opsi rute baik darat, laut maupun udara yang kemudian masing-masing memiliki konsekuensi biaya yang berbeda. Dengan demikian pembiayaan haji diserahkan kepada masing-masing jemaah sesuai dengan kemampuan finansialnya, dan negara bertugas sebagai pelayan yang mempermudah pelaksanaan haji. 


Di sisi lain negara juga harus mengupayakan pembangunan sarana dan prasarana haji untuk kelancaran, ketertiban, keamanan dan kenyamanan para jemaahnya. Pembangunan sarana dan prasarana mulai dari sarana transportasi, tempat-tempat pelaksanaan haji, membangun saluran air hingga penyediaan kebutuhan pangan gratis atau setidaknya terjangkau bagi para tamu Allah akan semakin memuluskan pelaksanaan ibadah haji. Termasuk di dalamnya pengelolaan dana zakat untuk membantu para musafir yang kehilangan bekal dalam perjalanan haji. 


Dengan demikian sekalipun pembiayaan haji dikembalikan kepada kemampuan setiap calon jemaah, negara sangatlah berperan besar dalam membantu meringankan beban mereka. Negara pun berperan aktif menjamin keamanan para jemaah dan memastikan tiap jemaah bisa kembali ke wilayah tempat tinggalnya masing-masing.  


Selain itu dengan menumpukan pembiayaan haji pada tiap-tiap jemaah sesuai dengan kemampuannya, tentulah antrian haji tidak akan sepanjang saat ini. Karena memang pelaku haji hanyalah mereka yang “mampu” dan siap berangkat di tahun tersebut. Negara cukup mendata siapa saja yang sudah siap haji di tahun tersebut dan memberlakukan birokrasi yang tidak berbelit-belit bagi para jemaah haji. Negara pun cukup fokus pada pemberian pelayanan selama masa haji berlangsung dan tidak berurusan dengan investasi ala sistem ekonomi kapitalis yang hanya memperhitungkan untung rugi.  


Selebihnya negara memfokuskan energinya untuk memastikan terjaminnya kesejahteraan bagi masyarakat luas dengan sistem ekonomi Islam yang berkeadilan, yang kian membuat para jemaah haji merasa tenang meninggalkan keluarga mereka selama prosesi haji. Para tamu Allah pun bisa dengan khusyuk menjalankan ibadah haji tanpa khawatir dengan pemenuhan kebutuhan sanak saudara mereka di kampung halaman. Karena sesungguhnya negara lah yang berkewajiban memberikan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan pokok semisal distribusi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan hingga kebutuhan energi bagi seluruh warga negara tanpa kecuali. 


Wallahu a’lam bi ash-shawab.

_______________


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di


Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Posting Komentar

0 Komentar