Tata Kelola Kota Teratur, lahir dari Sistem yang Luhur



Oleh: Vinci Pamungkas


Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor mencatat sebanyak 856 bencana terjadi di Kota Bogor selama 2022. Ratusan bencana yang terjadi mengakibatkan 2.746 orang terdampak, 15 orang meninggal dan 30 lainnya terluka. Kepala BPBD Kota Bogor Theofilo Patrocinio Freitas menjelaskan, bencana yang terjadi di Kota Bogor sepanjang 2022 didominasi kejadian tanah longsor, diikuti kejadian pohon tumbang dan rumah ambruk. Kejadian tanah longsor dan tanah amblas 373 kejadian, pohon tumbang 170 kejadian, bangunan ambruk 164 kejadian, angin kencang 53 kejadian. Theofilo menyebut, bencana yang terjadi pada 2022 mengalami peningkatan jika dibanding 2020 dan 2021. Pada 2020 terdapat 740 kejadian, dan pada 2021 terdapat 701 kejadian bencana. (www.detik.com, 03/01/2023) 

Melihat bencana alam yang terus meningkat di Kota Bogor, Pengamat Lingkungan, Ernan Rustiadi menuturkan fenomena yang terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor, di antaranya faktor alam dan juga kesiapan mitigasi bencana. Cuaca ekstrem luar biasa memang sedang merundung Kota Bogor di akhir 2022. Intensitas hujan semakin tinggi dan banyak terjadi. Hal ini diperburuk dengan alam Kota Bogor yang semakin berkurang Ruang Terbuka Hijau. Sehingga penyerapan air hujan semakin berkurang. Air hujan justru menjadi aliran permukaan yang mengarah ke sungai. Aliran sungai pun semakin besar. Kondisi ini tidak sebanding dengan kesiapan mitigasi bencana Kota Bogor yang trennya justru semakin menurun. Kondisi lingkungan yang sudah banyak berubah seharusnya diiringi dengan perbaikan infrastruktur. Di satu sisi gelombang air bertambah deras, di sisi lain drainase tidak siap karena kapasitasnya terbatas. 

Warga pun ikut berperan dalam hal ini. Banyak warga yang memaksa untuk membuat bangunan di area yang tidak sesuai peruntukkannya. Hal ini terbukti dengan banyaknya kondisi lereng dan pinggiran sungai yang dijadikan permukiman warga. Alasannya, hanya sanggup membeli tanah di tempat seperti itu karena harganya lebih murah. 

Oleh karena itu Ernan menilai, Kota Bogor harus meningkatkan resiliensi (ketangguhan) menghadapi situasi ekstrem. Dengan menambahkan infrastruktur lingkungan di tempat rawan banjir dan longsor. Bukan hanya membuat jalan, jembatan, bangunan saja tapi juga membangun untuk mitigasi bencana. Seperti membuat drainase yang lebih besar. (www.radarbogor.id, 12/10/2022) 

Untuk mewujudkan kondisi ideal yang dipaparkan pengamat lingkungan di atas, akan sulit dilakukan di sistem kapitalis ini. Karena negara berprinsip bahwa negara hanya memiliki peran yang minimalis dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya. Sistem kapitalis yang bersifat individualis ini menyerahkan pemenuhan kebutuhan pada rakyat itu sendiri. Termasuk dalam memenuhi kebutuhan papan, yakni tempat tinggal. Sehingga masyarakat seperti hidup di bawah hukum rimba. Siapa yang punya uang, dialah yang menang dan bisa hidup nyaman. 

Selain masalah prinsip, keuangan pun menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Sistem kapitalis bertumpu pada pemasukan pajak hasil memalak rakyat. Pemasukan dari pajak kerap kali tidak mencapai target negara. Maka negara menggandeng investor swasta, tidak peduli lokal atau asing. Yang penting bersedia mendanai. Padahal 'tidak ada makan siang gratis' bagi pihak swasta. Mereka akan menuntut keuntungan dari bantuan yang diberikan. 

Oleh karena itu, masyarakat butuh sistem yang menempatkan pemerintahnya/penguasanya benar-benar sebagai pelayan umat. Hanya sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam yang memenuhi kriteria ini. Dengan ditopang oleh sistem perekonomian yang kokoh. Pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh negara, menjadikan negara tidak akan kekurangan dana untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan rakyat.

Seperti yang pernah dilakukan pada masa kekhilafahan Islam dulu. Khilafah membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir. 

Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan. Di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah. Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter. Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah.

Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak. Bendungan-bendungan itu terletak di sungai Tigris. Pada abad ke 13 Masehi, di Iran dibangun bendungan Kebar yang hingga kini masih bisa disaksikan. Di wilayah Afghanistan, kini terdapat tiga buah bendungan yang dibangun oleh Sultan Mahmud Ghaznah (998-1030 Masehi). Satu di antara tiga bendungan itu dinamakan dengan Bendungan Mahmud, dengan tinggi 32 meter dan panjang 220 meter. Bendungan ini terletak di 100 km dari Kabul. Semua bendungan ini dibuat dari kas negara/baitulmal. (trenopini.com, 02/01/2020) 

Tata kota yang teratur hanya terlahir dari sistem yang luhur, yakni sistem Islam. Masa keemasan Islam dapat kita kembalikan saat ini dengan menerapkan syariat Islam dalam naungan khilafah. Wallahua'lam.


_____


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di


Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Posting Komentar

0 Komentar