Ribuan kepala desa pertangahan Januari 2023 lalu melakukan demo di depan gedung MPR/DPR menuntut agar masa jabatannya diperpanjang. Sepekan kemudian aksi yang sama dilakukan oleh perangkat desa, mereka juga menggeruduk gedung DPR. Tuntutannya agar ada pengakuan status yang jelas juga meminta kenaikan gaji dan beberapa poin yang lain.
Tentunya publik tidak sedikit yang menolak permintaan kepala desa dan perangkat desa ini. Dengan alasan permintaan perpanjangan tersebut terkait dengan tahun politik yang semakin memanas dan juga permintaan tersebut justru tidak sesuai dengan kebutuhan desa.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan menyatakan bahwa dengan mengakomodasi permintaan usulan tersebut jutsru akan menyuburkan oligarki dan potitisasi desa (Tirto.id 27/1/2023). Kurnia mengatakan bahwa keadaan desa saat ini masih banyak permasalahan, antara lain tata kelola daerah yang ekslusif dari partisipasi publik, kemudian masalah korupsi masih terus menghantui.
Kurnia kemudian menyarankan bahwa lebih baik fokus pemerintah bukan pada memperanjang masa jabatan, namun pada keefektifan perbaikan sistem dalam kemajuan desa. Karena menurut data ICW bahwa korupsi di tingkat desa menempati posisi pertama dari sektor yang banyak ditindak sepanjang tahun 2015-2021. Pada tahun-tahun itu setidaknya terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan kerugian negara mencapai Rp. 433,8 miliar.
Namun melihat adanya protes dan usulan dari para kepala desa tersebut justru menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar memastikan akan membahas tidak hanya soal usulan perpenjangan masa jabatan kepala desa termasuk juga akan mengakomodir sejumlah isu penting seperti kesejahteraan kepala desa dan menegaskan posisi perangkat desa. Presiden dan DPR pun tidak mempermasalahkan usulan perpanjangan ini.
Dalam memandang masalah ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, salah satu alasan para kades untuk meminta perpanjangan masa jabatan adalah bahwa dengan waktu enam tahun mereka anggap tidak cukup waktu untuk membangun desa. Padahal sesungguhnya dengan adanya perpanjangan masa jabatan tiga tahun pun tidak menjamin permasalahan yang ada di desa mereka akan terselesaikan. Hal ini karena orientasi perkembangan, pembangunan dan kemajuan desa hanya sekedar materi dan fisik semata.
Bagaimana para kepala desa memajukan dan membangun desa apabila remajanya banyak yang hamil di luar nikah kemudian meminta dispensasi nikah ke KUA. Itu baru satu hal belum hal non fisik lain yang sangat butuh perhatian, seperti keimanan masyarakat termasuk para pejabat desa.
Dalam perencanaan pembangunan berkalanjutan, Islam memandang bahwa pembangunan fisik adalah nomor ke sekian, yang pertama dan utama adalah pembangunan manusianya terlebih dahulu. Setelah manusianya mempunyai visi dan misi yang jelas, dalam kehidupan di dunia ini apa yang akan diraih, maka berlanjut pada perkembangn fisik. Sehingga pembangunan fisik bukanlah ukuran maju atau tidaknya sebuah daerah, termasuk negara sekalipun.
Kedua, seorang pemimpin harus mempunyai visi untuk mengayomi masyarakatnya, bukan kekuasaan justru untuk mengeruk keruntungan pribadi maupun kelompok. Hal ini sangat ditekankan oleh Islam. Rasulullah saw telah bersabda,”Sesungguhnya Imam/Kholifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya” (HR Muslim).
Ketiga, ada politik dagang sapai dalam aksi ribuan kades di depan Gedung DPR tersebut. Banyak kades yang mendukung partai tertentu agar menang di pemilu 2024. Namun di lain sisi, para kades mengancam bahwa bila permintaan mereka tidak didengar untuk diperpanjnag masa jabatan, maka mereka akan menggembosi suara parpol di desa mereka.
Begitulah bila sistem pemerintahan demokrasi terus digunakan, alih-alih menyelesaikan persoalan, justru yang terjadi menjerumuskan semua orang baik penguasa maupun rakyat. Sistem pemerintahan yang hanya berorientasi pada materi memang tidak akan memberikan solusi apapun.
Permintaan perpenjangan jabatan ini merupakan secuil kerusakan sistem pemerintahan demokrasi, masih banyak kerusakan-kerusakan lain yang seakan solutif, namun justru merusak. Oleh karenanya hanya dengan sistem pemerintahan Islam yang berbentuk khilafah lah semua akan terselesaikan dengan tuntas. Seperti yang telah duijalanakna oleh Rasulullah saw, khulafaurasyidin dan para kholifah setelahnya.
Wallahualam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar