Oleh: Vinci Pamungkas
Misteri Kasus pembunuhan Noven, siswi SMK Baranangsiang Bogor belum juga terungkap. Kasus ini terjadi pada 8 Januari 2019 dekat tempat kos korban, di Jalan Riau, Bogor Timur. Pelaku terekam CCTV, alat pembunuhan pun meninggalkan bekas sidik jari. Namun hingga empat tahun lamanya, kasus ini gelap. Pelaku tidak dapat ditangkap.
Saat ini Polresta Bogor Kota memulai kembali penyelidikan. Berusaha menaikkan resolusi rekaman CCTV agar terlihat jelas ciri-ciri pelaku. Melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi pembunuhan. Hingga mendatangi keluarga korban yang tinggal di Kabupaten Bandung. Terkatung-katungnya kasus ini hingga empat tahun lebih pasti membuat keluarga korban bersedih. Bukan hanya kasus Noven yang terbengkalai tanpa penyelesaian hukum. Ada ribuan kasus kriminal hanya berakhir dengan air mata korban dan keluarganya.
Dari kasus Noven dan kasus-kasus kriminal lainnya, ada beberapa hal yang harus kita ketahui ketika kita hidup di negara yang menganut sistem kapitalis. Pertama, tidak ada jaminan keamanan dari negara terhadap rakyatnya. Pihak kepolisian tidak berpatroli setiap hari untuk menjaga keamanan lingkungan. Polisi hanya melakukan patroli pada momen tertentu dan tempat tertentu. Perumahan, pertokoan, dll harus membayar security untuk menjaga keamanan. Bahkan warga atau pemilik toko harus membiayai sendiri pemasangan CCTV agar terdapat bukti jika terjadi tindak kejahatan. Jika tidak mampu membayar orang, maka warga harus terjun langsung melakukan siskamling/ronda. Terjadinya pembunuhan Noven salah satunya disebabkan oleh ketiadaan patroli aparat keamanan.
Kedua, tidak ada jaminan dipecahkannya kasus kriminal hingga tuntas. Kasus pembunuhan Noven terlantar hingga lebih dari empat tahun, tanpa kepastian kapan akan selesai. Beberapa kasus butuh diviralkan di media sosial agar dilirik oleh pihak kepolisian. Dan yang pasti butuh laporan dari korban agar kasus diurus hingga ke meja pengadilan. Sayangnya banyak warga yang malas untuk melapor, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa jika lapor kepada polisi ibarat kemalingan ayam, maka akan jadi kehilangan kambing. Prinsip polisi, jika tidak ada laporan maka dianggap tidak pernah ada kasus kriminal. Dianggap tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Jika kondisi kepolisian seperti ini, maka sampai kapan pun rakyat tidak akan merasakan keamanan secara menyeluruh dan gratis. Keamanan menjadi barang mahal bagi rakyat. Rakyat akan terus-menerus merasakan ketakutan akan kehilangan nyawa, harta, atau kehormatannya. Rakyat tidak dapat merasakan ketenangan jika rumah tidak dipagari, jika kendaraan tidak digembok, bahkan jika melewati jalan yang sepi. Maka, mewujudkan kepolisian yang ideal adalah hal yang sangat urgen demi terwujudnya keamanan, kenyamanan, dan ketenangan warga.
Kepolisian yang ideal jelas tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalis ini. Karena keamanan diserahkan kepada masing-masing rakyat, sebagaimana telah dibahas di atas. Polisi yang ideal hanya akan didapati pada sistem hidup yang juga ideal, yakni sistem Islam. Karena prinsip kerja kepolisian dalam sistem Islam adalah untuk menjaga keamanan dalam negeri tanpa meminta kompensasi apapun dari rakyat.
Syurthah (Polisi Negara Khilafah)
Lembaga kepolisian (syurthah) dalam negara khilafah ada dua jenis, yaitu: polisi militer dan polisi yang berada di samping penguasa. Polisi militer adalah bagian dari tentara yang memiliki tanda-tanda yang lebih menonjol daripada pasukan lainnya untuk mendisiplinkan urusan-urusan pasukan. Polisi militer marupakan bagian dari pasukan yang berada di bawah Amirul Jihad, yaitu berada di bawah Departemen Perang. Adapun polisi yang selalu siap di samping penguasa berada di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri (Al Amni Ad Dakhili). Yang bertugas menjaga keamanan adalah polisi yang selalu siap di samping penguasa. Bukan maksudnya untuk mengamankan penguasa dari rakyat, tapi justru mewujudkan rasa aman rakyat yang memang menjadi tanggung jawab penguasa. Departemen ini dikepalai oleh Direktur Keamanan Dalam Negeri (Mudîr al-Amni ad-Dâkhili). Departemen ini memiliki cabang di setiap wilayah yang dinamakan Idârah al-Amni ad-Dâkhili (Administrasi Keamanan Dalam Negeri) yang dikepalai oleh Kepala Kepolisian Wilayah (Shâhib asy-Syurthah al-Wilâyah).
Syurthah memiliki cukup banyak tugas. Baik laki-laki maupun perempuan, dapat menjadi anggota syurthah. Tugas yang utama, tentu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melakukan patroli di seluruh bagian wilayah selama 24 jam, mengungkap tindak kejahatan. Selain itu, syurthah bertugas menjaga keselamatan masyarakat, mengamankan jiwa raga, harta benda serta kehormatan. Dalam lingkungan peradilan, syurthah bertugas sebagai penyelidik dan penyidik. Dalam tugasnya, mereka mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan para saksi maupun keterangan saksi ahli. Syurthah pun diberi tugas untuk mengeksekusi pelaku kemaksiatan berdasarkan hasil keputusan qadhi. Mereka adalah salah satu alat negara sebagai penjaga tegaknya hukum syara’.
Syurthah pertama kali terbentuk di masa khulafaur rasyidin dan terus mengalami perkembangan yang sistematis pada masa pemerintahan bani Umayyah dan bani Abbasiyah. Di setiap kota/wilayah terdapat polisi yang secara khusus berpatroli dan mengamankan wilayah tersebut. Semua anggotanya patuh kepada atasan, yaitu Kepala Kepolisian. Khalifah yang pertama kali memperkenalkan sistem patroli (al uss) adalah Khalifah Umar bin Khattab r.a. Al Uss artinya seseorang berkeliling di malam hari untuk menjaga keamanan masyarakat dan mengungkap kejahatan. Umar mengutus polisi untuk menjaga keamanan di Makkah, Madinah, Syiria, Basra, Kuffah, Palestina, dan Mesir. Dengan adanya syurthah ini terbukti mampu menekan terjadinya tindak kejahatan. Hanya terjadi lima kasus kriminal pada masa Khalifah Umar bin Khattab dalam satu tahun.
Melihat kondisi masyarakat yang darurat kejahatan, maka merupakan hal yang urgen bagi kita untuk segera mewujudkan keberadaan syurthah di bawah naungan negara khilafah islamiyah yang menjadikan akidah Islam sebagai asas negaranya.
Wallahua'lam
0 Komentar