Menyatukan Kembali Potongan Tubuh yang Terserak

 



Oleh Rini Sarah


Tak ada jeda dari derita untuk Palestina. Hidup tenang tanpa desingan peluru, gelegar suara rudal yang menghancurkan bangunan dan menghantarkan syahidnya nyawa demi nyawa hanya impian di siang bolong semata. 


Kebiadaban Zionis Israhell kembali ditampakkan di depan mata. Bangunan termasuk fasilitas-fasilitas vital hidup manusia dihancurkan. Ribuan saudara kita di Palestina terluka bahkan meregang nyawa. Tercatat pada periode 7-19 Oktober 2023 di Jalur Gaza korban jiwa mencapai 3.785 orang dan korban luka 12.500 orang. Sementara di wilayah Tepi Barat korban jiwanya 79 orang dan korban luka 1.434 orang. Data tersebut dihimpun oleh United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementrian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi pemerintah Israel. (databoks.katadata.co.id, 20/10/2023)


Sontak, kejadian menyedihkan ini mendapat reaksi umat muslim sedunia. Mereka mulai mengadakan aksi-aksi pembelaan. Mulai dari kampanye di media sosial, menggalang bantuan kemanusiaan, hingga aksi turun ke jalan menuntut penguasa agar segera melakukan tindakan konkret untuk membantu saudara kita di Palestina.


Kontras dengan reaksi simpati umat, reaksi penguasa justru jauh dari harapan. Mereka seakan abai dengan nasib saudaranya di Palestina. Para penguasa negeri Muslim malah memilih bungkam dan menghindari konfrontasi dengan Israhell serta Amerika Serikat sebagai Sang Induk Semang. Yang membuat dada tambah sesak, ada negeri Muslim yang justru membuka hubungan diplomatik dengan Israhell. Sebut saja Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, Sudan, Bahrain, dan lainnya.


Kalau saja ada pembelaan mereka atas Palestina, hal itu seakan lip service semata. Hanya berupa kecaman paling jauh mengirimkan bantuan kemanusiaan. Sementara hal yang dapat membebaskan Palestina secara hakiki yaitu dikirimkannya tentara-tentara negeri muslim yang akan mengusir penjajah Israhell dari Palestina tak pernah terlintas dalam pikiran para penguasa. 


Satu Tubuh


Lalu, mengapa hal itu bisa terjadi? Karena Umat Muhammad Saw ini telah tercerai berai. Mereka dipisahkan oleh sekat-sekat imaginer negara bangsa buatan penjajah dalam Perjanjian Sykes-Picot. Umat yang tadinya satu tubuh, kini dimutilasi. Potongan tubuhnya terserak-serak, lalu mereka tidak merasakan lagi sakit yang dirasakan oleh potongan tubuh yang lain. Mereka tak peduli lagi dengan derita saudaranya dengan dalih “itu bukan urusan kami”. Bagi mereka, penjajahan zionis Yahudi Israhell itu hanya menjadi masalah bangsa Palestina, bukan masalah bangsa Arab, Mesir, Turki, Indonesia, dan sebagainya.


Padahal, Rasulullah Saw bersabda,

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّ

Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).


Hadis tersebut mengajarkan dua hal. Pertama, kaum mukmin merupakan satu tubuh yang saling terkait dan menyatu. Penyakit yang terdapat pada sebagian mereka akan dapat berpengaruh kepada bagian lainnya bila tidak ada pencegahan dan sebaliknya. Kedua, karena satu tubuh, kaum mukmin semestinya secara otomatis dapat merasakan penderitaan dan kesulitan yang dirasakan saudaranya yang lain. Seraya ia berupaya agar penderitaan dan kesulitannya itu berkurang hingga hilang sama sekali.


Di lain pihak Rasulullah Saw juga bersabda, “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubahnya suatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lainnya) saling menguatkan.” (HR Muslim).


Rasulullah Saw juga mengingatkan dalam sabdanya, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, janganlah ia menganiaya saudaranya itu, jangan pula menyerahkannya – kepada musuh. Barang siapa memberikan pertolongan pada hajat saudaranya, Allah selalu memberikan pertolongan pada hajat orang itu. Dan barang siapa melapangkan kepada seseorang muslim akan satu kesusahannya, Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi cela seseorang muslim, Allah akan menutupi celanya pada hari kiamat.” (Muttafaq‘alaih).


Dari kedua hadis di atas tercermin pentingnya persatuan kaum muslim. Setiap komponen umat saling menguatkan, saling melindungi, dan tidak boleh berkhianat dengan memisahkan diri lalu berpihak kepada musuh hingga mengorbankan saudaranya yang lain.


Kunci Persatuan


Allah Swt dalam Alquran menerangkan, “…berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai berai…” (TQS. Aliimron:103).  

Dalam kitab Tafsir ath-Thabari disebutkan bahwa yang dimaksud dengan  hablulLâh’ (tali Allah) adalah Kitabullah (al-Quran) yang terbentang dari langit hingga ke bumi.  Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban yang menyatakan, “Sesungguhnya al-Quran ini adalah tali (agama) Allah yang kokoh. Ia adalah cahaya nyata,  obat yang bermanfaat, penghalang dosa bagi yang berpegang teguh padanya, dan kesuksesan bagi orang yang mengikutinya.”


Salah satu perintah al-Quran adalah mengikuti as-Sunnah.  Dengan demikian kunci persatuan umat Islam adalah berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah. Itulah kunci persatuan.  


Ada hal penting yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada kita yang merupakan  bagi terwujudnya persatuan umat. Pertama, persatuan umat membutuhkan  ikatan yang sama, yaitu akidah Islam. Inilah yang melebur dan mempersatukan umat Islam seluruh dunia. Atas dasar yang sama, prinsip tauhid “Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh umat Islam bersatu.


Kedua, persatuan membutuhkan kesatuan aturan.  Tidak mungkin umat Islam bersatu kalau hidup kita tidak diatur oleh aturan yang satu. Itulah syariah Islam.  


Ketiga, persatuan umat membutuhkan satu kepemimpinan. Pemimpin yang satu inilah yang saat ini hilang ditengah-tengah umat Islam di seluruh dunia. Padahal tiga orang Muslim yang melakukan perjalanan saja mengharuskan ada seorang pemimpin di antara mereka. Apalagi umat Islam saat ini di seluruh dunia lebih dari 2.5 miliar jiwa.


Dari ini semua dapat kita pahami bahwa penting keberadaan  kepemimpinan umat yang satu di seluruh dunia yang akan menerapkan syariah Islam secara kafah dan melaksanakan aktivitas dakwah ke seluruh dunia sehingga terwujud persatuan yang hakiki.  Ini semua hanya akan terwujud jika Khilafah Islamiyah Bermanhaj Kenabian  tegak di muka bumi ini.


Dalam kasus Palestina saat ini, Khilafah yang akan tegak atas ijin Allah lah yang akan menghimpun segenap kekuatan umat yang sebelumnya terserak untuk berjihad membebaskan bumi yang dibasahi oleh darah para syuhada itu. Khilafah akan mengobarkan api jihad demi memenuhi perintah Allah dalam QS.Albaqarah:191, “…Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.”


Khilafah juga yang akan melindungi Palestina sebagaimana pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Insya Allah, para pembebas dan benteng bagi Palestina akan segera hadir kembali. Ummar bin Khaththab, Salahuddin Al Ayubi, dan Khalifah Abdul Hamid II abad 21 akan segera eksis  bersama tegaknya Khilafah Islamiyah bermanhaj Kenabian yang kedua. Allahu Akbar!


Posting Komentar

0 Komentar