Wow Toilet Rp200 juta, Urgenkah?



Oleh: Titin Kartini


Karut marut perekonomian negeri ini kian terasa rapuh. Kemiskinan yang terus bertambah, semua kebutuhan pokok masyarakat melambung tinggi merata di seluruh pelosok negeri, infrastruktur penunjang masyarakat pun kian memprihatinkan. Salah satunya sarana pendidikan seperti bangunan sekolah yang kondisinya kian miris. Banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak pakai dan membahayakan para siswa maupun tenaga pendidik. Namun Disdik dan Pemkot selalu menunda-nunda untuk mencairkan dananya.

Tetapi kabar mengejutkan dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor akan membangun toilet seharga Rp200 juta yang bertempat di SMPN 9 dan SMPN 17 dengan bantuan profesional dari tenaga ahli arsitek atau bangunan gedung. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Disdik Kota Bogor, Sultodi Mahbub, menjelaskan konsep pembangunan toilet di dua SMP negeri ini terinspirasi dari inovasi toilet sekolah di Surabaya, Jawa Timur. Para tenaga ahli tersebut kemudian membantu Disdik membuat konsep, mendesain, hingga menghitung anggaran.  (news.republika.co.id, 05/10/2023)

Dilansir dari laman LPSE, biaya konsultan perencanaan pembangunan toilet di SMPN 9 Bogor menggunakan anggaran Rp 34,2 juta. Sedangkan untuk toilet di SMPN 17 Bogor menggunakan anggaran Rp 33,9 juta. Menurut Sultodi Mahbub, tenaga ahli ini dapat menuangkan keinginan Disdik Kota Bogor untuk membuat toilet berkonsep baru ini. Dimana toilet ini dibangun di bangunan yang terpisah dengan gedung sekolah, memiliki desain arsitektur kekinian, menggunakan septic tank biofil/biofilter yang ramah lingkungan, serta memiliki urinoir untuk laki-laki yang belum ada di sekolah-sekolah lain. (news.republika.co.id, 05/10/2023)

Kebijakan ini tentunya menimbulkan spekulasi beragam dari masyarakat. Pengadaan toilet dengan harga fantastis karena menggunakan konsep arsitektur ikonik dan berintegrasi dengan penataan lingkungan. Banyak tuduhan anggaran tersebut di mark-up sehingga bisa diambil keuntungan karena memang anggarannya tidak realistis. 

Pengamat Kebijakan Publik, Yus Fitriadi, menilai anggaran bernilai fantastis itu tidak wajar apabila hanya digunakan untuk membangun toilet. “Rp 200 juta itu sudah jadi dua ruang kelas baru, bukan hanya untuk pembangunan toilet, atau untuk pembangunan toilet di lima sekolah. Bagi saya anggaran sebesar itu hanya untuk toilet dua sekolah sangat tidak wajar,” kata Yus kepada Republika, Senin (2/10/2023).

Ini hanya salah satu fakta di antara berbagai fakta tak wajar terkait penggunaan anggaran. Mark-up anggaran seolah menjadi tradisi di negeri ini. Bila kita cermati, mark-up bisa terjadi karena banyak faktor yang saling berkaitan, antara lain: pertama, Individu yang korup (karena dorongan life style, tidak adanya jaminan pemenuhan kebutuhan oleh negara). Kedua, Ketidakpedulian masyarakat bahkan cenderung memaklumi. Ketiga, Keberadaan sistem yang mendukung untuk melakukan korupsi (karena sistem keuangan tidak berpusat, birokrasi yang panjang, dan lain-lain).

Kompleksnya masalah tersebut tidak bisa diuraikan hanya setengah-setengah, namun harus diselesaikan hingga ke akarnya. Menilik pada sistem yang saat ini diterapkan di negeri ini, yaitu kapitalisme, kita tahu bahwa sistem ini hanyalah sistem buatan manusia yang memandang segala sesuatu dengan asas manfaat. Kemanfaatannya pun bukan untuk rakyat semata, namun manfaat bagi pribadi ataupun hanya segelintir golongan saja. Sementara rakyat secara keseluruhan tak mendapatkan kemanfaatan yang hakiki yang seharusnya didapatkan dari penguasa sebagai pelayan rakyat.

Alhasil, penyelesaian semua ini kembali pada sistem yang harus berganti. Berganti dengan sistem yang sesuai fitrahnya manusia, yang tahu baik dan buruk suatu aturan untuk manusia, memberikan pelayanan dan keadilan yang hakiki, membawa keselamatan di dunia maupun akhirat kelak, serta menghadirkan seorang pemimpin yang akan menjadi garda terdepan untuk rakyat yang dipimpinnya. Sistem pengganti ini adalah sistem Islam.

Sistem Islam dengan syariat kafah adalah sistem yang syamil (sempurna) dan kamil (menyeluruh). Sistem Islam memiliki mekanisme keuangan yang transparan kepada rakyat, karena modal dari segala kebutuhan infrastruktur menggunakan dana rakyat yang diambil dari salah satu pos pemasukan negara yakni dari harta milik umum, di antaranya sumber daya alam. Sistem keuangan negara khilafah yang terdapat dalam institusi Baitulmal, telah menetapkan pos-pos pemasukan dan pos-pos pengeluaran, yang semua itu dijalankan sesuai syariat. Di antara pos-pos pengeluaran anggaran, hal-hal berikut ini merupakan pos yang wajib dipenuhi oleh negara, yaitu: 1) Menutupi kebutuhan fakir, miskin, ibnu sabil, dan jihad fisabilillah. 2) Menutupi kebutuhan yang merupakan kompensasi, seperti gaji PNS, tentara, dan para hukkam (Khalifah, Mu'awin Tafwid, dan Wali). 3) Menutupi kebutuhan Baitul Mal untuk kemaslahatan publik yang bersifat vital, seperti jalan raya, penggalian sumber air, pembangunan masjid, sekolah, dan rumah sakit 4) Menutupi kebutuhan Baitul Mal karena kondisi darurat, seperti untuk mengatasi paceklik, angin topan, dan gempa bumi. (Sumber: Peradaban Emas Khilafah Islamiyah, KH. Hafidz Abdurrahman, MA).

Pengadaan sarana prasarana sekolah termasuk dalam poin ketiga, artinya termasuk anggaran yang memang wajib untuk direalisasikan. Negara akan membuat skala prioritas ketika merealisasikannya. Artinya negara wajib memprioritaskan kebutuhan urgen publik, bukan kebutuhan bagi perorangan ataupun sekelompok golongan. Negara harus mengetahui segala macam bentuk pengeluaran untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana. Hal ini didukung dengan sistem keuangan yang terpusat, sehingga mencegah masing-masing daerah mengambil kebijakan keuangan yang menyalahi aturan. 

Dengan adanya sistem keuangan yang terpusat dan hadirnya pemimpin yang bertanggung jawab penuh serta mengetahui apa yang urgen untuk dilakukan, maka ketersediaan sarana prasarana akan terwujud secara merata di seluruh daerah. Alhasil, penerapan sistem keuangan Islam tak akan memberi celah bagi suatu pembiayaan yang bernilai fantastis di luar kewajaran. Islam pun akan menghadirkan manusia-manusia yang bertakwa sehingga rasa takut akan menghinggapi setiap jiwa yang diberi amanah dalam kepengurusan umat/rakyat. Hadirnya masyarakat yang peduli dan pemimpin bervisi akhirat akan benar-benar mampu mewujudkan masyarakat yang ideal. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar