Berkhayal Entaskan Kemiskinan Hanya Bermodal Insentif Fiskal


Oleh Vinci Pamungkas


Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat mendapat dana insentif fiskal Rp.5,9 miliar dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai apresiasi karena berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem pada warganya. Apresiasi pemerintah pusat tersebut diterima langsung Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim yang juga Ketua Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TPPKD) Kota Bogor. Penghargaan ini diharapkan dapat mendorong kinerja Pemda menjadi lebih baik lagi, serta memperluas jangkauan program di daerah bagi kelompok keluarga miskin. (www.antaranews.com, 11/11/23)

Pemkot Bogor selama ini telah berusaha untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem dengan menjalankan berbagai program, diantaranya perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), program pengentasan stunting hingga stabilisasi harga kebutuhan pokok. (www.radarbogor.id, 11/11/23) 

Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan ekstrem. Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan ukuran kemiskinan absolut yang konsisten supaya dapat dibandingkan antarnegara dan antarwaktu. Salah satunya dengan mengikuti definisi Bank Dunia, yakni paritas daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) di bawah US$1,9 per hari. Dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp.10.739/orang/hari atau Rp.322.170/orang/bulan (BPS,2021).  (www.radio.denpasarkota.go.id, 31/03/23)

Kemiskinan ekstrem di Kota Bogor pada Maret 2023 memang terjadi penurunan, hanya saja DPR RI melihat datanya masih fluktuatif. (www.dpr.go.id, 02/09/23) Bisa jadi naik turunnya data kemiskinan ekstrem tergantung pada ada tidaknya bantuan. Padahal, program-program ini telah dilaksanakan selama bertahun-tahun. Artinya program-program tersebut belum bisa menjadi solusi untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.

Menurut  Dedie A. Rachim, kemiskinan ekstrem didominasi oleh kepala keluarga yang tidak mengenyam pendidikan secara maksimal. Rata-rata lama sekolahnya adalah 5,9 tahun. Kurang dari 12 tahun waktu wajib sekolah. Maka Pemkot Bogor akan memetakan warganya yang belum mengenyam pendidikan 12 tahun. Kemudian memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengejar pendidikan mereka melalui sekolah paket. Sehingga akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan IPM yang tinggi, diharapkan mereka akan mendapatkan pekerjaan yang layak. (www.radarbogor.id, 11/11/23) 

Tingginya IPM pada faktanya tidak menjamin seseorang akan mendapat pekerjaan yang layak. Lihatlah ribuan orang yang bergelar sarjana tapi masih menganggur atau pekerjaannya tidak sesuai dengan pendidikannya. Bahkan Kota Bogor mendapat gelar kota dengan pengangguran terbanyak di Jawa Barat. (www.katadata.id, 14/07/23)

Dari seluruh fakta dan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem kapitalis yang diterapkan oleh Pemkot Bogor dan Indonesia tidak mampu memberikan solusi yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem hingga ke akarnya.

Hanya ada satu sistem pemerintahan yang terbukti mampu menyelesaikan masalah ini, yaitu sistem khilafah yang menjalankan syariat Islam secara kafah. Sepanjang masa kekhilafahan Islam, tidak ditemukan kemiskinan ekstrem. Bahkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pemerintah kesulitan untuk mencari mustahik (penerima) zakat. Artinya masyarakat sejahtera di bawah naungan khilafah.

Islam memiliki analisa yang jitu dalam menentukan penyebab terjadinya kemiskinan ekstrem, yaitu masalah distribusi harta dan hal ini berkaitan erat dengan status kepemilikan harta. Dalam Islam, kepemilikan harta tidak dibebaskan, akan tetapi diatur secara adil sesuai syariat. Kepemilikan harta dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum dan kepemilikan negara menjadi sumber pemasukan daulah khilafah, yakni dalam pengelolaan baitulmal. Dengan pemasukan yang sudah ditetapkan sesuai hukum syarak, Khalifah akan menetapkan pendistribusiannya untuk meriayah rakyatnya.

Jika kita mencoba menelaah kekayaan hasil dari pengelolaan kepemilikan umum, maka kita dapati kekayaan ini nilainya sangat besar. Kepemilikan umum berupa tambang yang melimpah, seperti minyak bumi, gas bumi, batubara, emas, perak, dan barang tambang lainnya tidak boleh dimiliki oleh individu maupun swasta berdasarkan hadis "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud). Kepemilikan umum ini akan diekplorasi atau dikelola oleh negara dan hasilnya akan diberikan kepada seluruh rakyat tanpa memandang status sosial (kaya atau miskin). Bisa dalam bentuk distribusi BBM dan gas secara gratis, penyediaan listrik dan air bersih secara gratis, atau pelayanan-pelayanan berupa pendidikan, kesehatan, jalan raya, transportasi, dll. Sehingga beban-beban hidup yang saat ini sangat berat/mahal, dapat dinikmati tanpa kompensasi. Karena pelayanan-pelayanan ini adalah hak rakyat.

Selain itu, negara juga mengelola harta zakat sesuai syariat Islam. Kemudian memberikannya kepada delapan golongan mustahik zakat yang terdapat di dalamnya para fakir dan miskin, termasuk yang terkategori kemiskinan ekstrem.

Dengan pengaturan ini, maka tidak akan terjadi kesenjangan sosial di masyarakat. Tidak akan ditemukan kemiskinan ekstrem termasuk kekayaan ekstrem. Semua masyarakat sejahtera, terpenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar