Reporter Anita Rachman
“Birruh, Biddam, Nafdika ya Aqsaa… Birruh, Biddam, Nafdika ya Aqsaa…! – Dengan nyawa, dengan darah, kami berkorban ya Aqsaa…!” seruan untuk Al-Aqsa begitu bergemuruh memenuhi ruangan yang dihadiri oleh 300 peserta dalam acara Hari Aksi Perempuan Dunia untuk Palestina, Ahad, 26 November 2023 di salah satu hotel di Jakarta. Sebuah kampanye peduli Palestina yang serentak digelar di 12 negara dan direlay oleh 15 kota besar di nusantara.
Dipandu oleh Ustadzah Ida Farida, mubalighah Jakarta sebagai salah satu pemateri, para peserta menyeru Birruh, Biddam, Nafdika ya Aqsaa dengan lantangnya. Terlihat semua terlarut dalam haru, sedih dan marah yang sama, namun juga terpacu semangat perjuangan yang sama untuk membela saudaranya di Palestina.
Ustadzah Ida Farida menyampaikan kepada para mubaligah, ustadzah, tokoh masyarakat dan aktivis muslimah yang hadir, bahwa Palestina sendirian menghadapi bombardir Zionist Yahudi laknatullah, untuk ke sekian kalinya dan terus terulang selama puluhan tahun. Ditonton para pemimpin negeri muslim yang hanya bisa mengecam tanpa mampu membebaskannya dari kekejian.
“Semoga hadirnya kita disini dengan niat melakukan pembelaan terhadap saudara kita di Palestina menjadi hujjah di hadapan Allah bahwa kita tidak diam. Kita tidak ridho Palestina dirampas penjajah Zionist Yahudi laknatullah. Kita ingin saudara kita di Palestina merasakan hidup nyaman dan aman sebagaimana yang kita rasakan di sini,” tegasnya yang disambut dengan pekik takbir peserta.
Selain Ustadzah Ida Farida, hadir pula Ustadzah Dedeh Wahidah Ahmad, mubalighoh nasional dan Dr. Fika Komara, manager Fareastern Muslimah yang masing-masing memaparkan persoalan Palestina dari berbagai perspektif sekaligus menyampaikan solusi komprehensif untuk pembebasan Al-Aqsa.
Ustadzah Dedeh Wahidah Ahmad membacakan surat terbuka muslimah Indonesia yang intinya mengajak semuanya membuka mata hati dan pikiran, sehingga nampak nyata kebenaran yang harus dibela dan kebatilan yang musti dilawan.
“Karena hari ini yang tidak kalah keji adalah perang opini. Tidak sedikit media yang memutarbalikkan fakta, melakukan kedustaan keji, menyebarkan stigma buruk, menggiring opini, terhadap Hamas sebagai teroris. Bahkan di negeri ini muncul opini negatif di mana seruan jihad dikaitkan dengan terorisme, dakwah Islam kaffah dicap radikal dan harus diwaspadai,” sesalnya.
Ustadzah Dedeh menyeru agar semua tetap kritis terhadap realitas yang terjadi. Bahwa ada pengkhianatan yang dilakukan para pemimpin negeri muslim. Mereka hanya mengeluarkan kecaman serta bantuan keuangan dan logistik padahal mereka punya kekuatan militer besar untuk menyelamatkan saudaranya sekaligus menghancurkan Zionist penjajah.
“Mereka juga masih membuka hubungan bilateral dengan Zionist Yahudi. Tangan mereka penuh dengan lumuran darah saudaranya, karena telah memberikan bahan bakar untuk kendaraan tempur Zionist yang dipakai menggempur Gaza, membunuh wanita, anak-anak dan bayi. Negeri-negeri tetangga Palestina tanpa segan menjadikan wilayahnya sebagai jalur perlintasan militer Amerika Serikat yang membantu entitas Yahudi. Sungguh mereka mengabaikan firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah ayat 9,” ungkapnya pilu.
Ustadzah Dedeh Wahidah mengajak semua untuk menggunakan akal sehat, “Mungkinkah menyerahkan nasib Palestina kepada PBB agar menerima gencatan senjata dan solusi dua negara? Karena usulan ini sama saja dengan mengakui entitas Yahudi penjajah,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Fika Komara menyampaikan, satu-satunya yang bisa menghadapi kekuatan genosida dan mengakhiri teror tujuh decade di Palestina adalah pasukan pemberani dari seluruh negeri muslim yang tertanam dalam dadanya keimanan. Yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Yang akan mencabut setiap inci pendudukan brutal entitas Zionist Yahudi yang hanya mengenal bahasa teror dan pembantaian.
Namun Dr. Fika Komara menegaskan, mobilisasi pasukan pemberani ini tidak akan terwujud tanpa sistem pemerintahan Islam yang berdasar metode kenabian, yaitu khilafah. Karena hanya khilafah yang akan menyatukan negeri-negeri muslim, sumber daya, kekayaan dan kekuatan militernya untuk membangun negara adidaya yang menggentarkan bangsa manapun yang berani melakukan kejahatan terhadap kaum muslim dan agama ini.
Sayangnya, lanjut Dr. Fika, masih ada yang menghambat tegaknya khilafah ini, yaitu racun nasionalisme yang disuntikkan ke tubuh umat oleh kekuatan kolonial, yang mengerat dan memecah-belah kaum muslimin dalam batas negara bangsa. Padahal sesama muslim adalah saudara tanpa ada batas wilayah atau apapun. “Maka, ketika kita marah akan penjajahan Palestina, harusnya muncul pula kebencian terhadap penyakit nasionalisme,” tegasnya.
Di akhir, Dr. Fika Komara berpesan, jangan lelah untuk terus menyampaikan kepada umat akan urgensinya persatuan umat di bawah naungan khilafah, yang tidak hanya akan membebaskan Palestina tapi seluruh negeri muslim dari penjajahan.
#ArmiesToAqsa, #MuslimahIndonesiaForGaza, #IndonesiaForPalestina
0 Komentar