'Icon Bridge' Dukuh Atas: Ikonik Pembangunan Kapitalistik

 


Oleh Anggun Mustanir


Kian hari wajah ibu kota dipercantik dengan bangunan-bangunan megah yang katanya bertaraf internasional. Sayang seribu sayang, di balik kemewahannya ternyata terselip permukiman kumuh yang memprihatinkan. Alih-alih diperhatikan, pemerintah malah terus membangun infrastruktur baru di pusat-pusat bisnis.


Seperti dilansir laman berita detik.com, 5/10/2023, MRT Jakarta melalui Kepala Divisi TOD MRT Jakarta, Gunawan dalam sesi kelas MRT Jakarta Fellowship Program (MFP) di Transport Hub, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2023) mengungkapkan rencana pembangunan jembatan ikonik (iconic bridge) di kawasan berorientasi transit (TOD) Dukuh Atas, Jakarta Pusat, dekat BNI City. Jembatan itu diharapkan akan memudahkan mobilisasi masyarakat dari sisi Sudirman menuju area BNI City maupun stasiun MRT Dukuh Atas.


Masih dikutip dari halaman berita yang sama, jembatan yang menghubungkan Jalan Sudirman dengan Stasiun BNI City bernama 'Dukuh Atas Pedestrian Deck'. Rencananya pembangunan jembatan tersebut untuk mendukung pengembangan kawasan berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) di kawasan Dukuh Atas. Gunawan menjelaskan bahwa nilai investasi pembangunan iconic bridge tersebut mencapai Rp60 miliar.


Wow, di tengah kondisi perekonomian yang karut-marut, pemerintah bisa-bisanya ingin membangun sebuah jembatan senilai Rp60 miliar. Pemerintah berdalih bahwa traffic (kapasitas angkut penumpang) di kawasan tersebut sudah lebih dari 50 ribu orang per hari. Sedangkan, berdasarkan Pergub Daerah Khusus Ibu kota Nomor 31 tahun 2022 pasal 185 minimal traffic-nya adalah 50 ribu per hari di kawasan TOD dengan simpul transit transportasi umum.


Namun, apakah rencana tersebut bisa dikatakan urgent karena harus mendatangkan investor untuk mewujudkannya? Dilansir dari laman propertynbank.com, 9/10/2023, Meskipun mulai ada yang melirik proyek ini, MRT mengakui pihaknya masih terkendala investor. Menurut Gunawan, seharusnya tahun 2023 ini targetnya sudah groundbreaking. Tetapi masih ada kesulitan menemukan investor, baru 3 investor yang tertarik dari dalam dan luar negeri.


Dari pernyataan di atas, bukankah ini akan menambah utang? Apalagi nilainya sangat fantastis yakni Rp60 miliar. Pasalnya di sekitaran wilayah TOD di Jakarta, masih menjamur permukiman kumuh sangat tidak layak huni dan minim fasilitas. Bahkan di beberapa tempat seperti di Kampung Rawa yang berbatasan dengan Tanah Tinggi, warga di Johar Baru, warga Kampung Bayam di Jakarta Utara dan beberapa wilayah lainnya mereka harus rela berjalan jauh memutar ketika akan beraktivitas seperti pergi bekerja, sekolah dan ke pasar. Hal tersebut dikarenakan akses jalan tertutup gedung megah, miris.


Meski menelan biaya fantastis, keberadaan TOD digadang-gadang akan meningkatkan nilai tambah baru bagi kawasan terkait, salah satunya peningkatan nilai lahan. Menurut berita laman detik.com, 23/3/2023, Kepala Departemen TOD Planning & Development PT MRT Jakarta (Perseroda), Sagita Devi mengatakan bahwa terlihat adanya peningkatan value dengan rata-rata kenaikan 5,1% akibat pembangunan MRT Fase 1. Kondisi tersebut nantinya akan berimbas pada peningkatan daya dukung kawasan, sehingga tercipta kawasan yang mandiri dan berkelanjutan.


Pertanyaannya, nilai tambah untuk siapa? Mengingat harga tanah di Jakarta saat ini sungguh tidak masuk akal. Kalaupun kawasan TOD dilengkapi dengan berbagai fasilitas, untuk masyarakat yang mana? Tentu berbagai kemudahan tersebut hanya bisa dinikmati kalangan atas, tidak untuk semua warga Jakarta. 


Pemerintah berharap dengan dibangunnya beberapa fasilitas yang memudahkan masyarakat di sekitar TOD seperti iconic bridge membuat masyarakat memiliki kesadaran untuk menggunakan transportasi umum. Faktanya, berbagai kemudahan keterhubungan tersebut hanya disediakan di tempat-tempat tertentu yakni pusat bisnis seperti kawasan SCBD. Di banyak wilayah di Jakarta dan kota penyangganya, masyarakat masih harus menggunakan sepeda motor, taxi atau transportasi online lainnya untuk mencapai tempat aktivitas kesehariannya. 


Namun begitulah nasib masyarakat di mana sistem kapitalisme bercokol. Di mana ada potensi cuan di situlah pembangunan dilakukan jor-joran. Apalagi ke depannya jika IKN sudah terwujud, Jakarta akan menjadi iconic bisnis dengan banyak pembangunan infrastruktur bisnis terutama di Sentra Bisnis Sudirman dan sekitarnya. Tidak heran jika segala cara dilakukan untuk merias Jakarta. Bahkan pemerintah nekat walau harus menambah utang.


Dalam paradigma pembangunan kapitalistik, utang dibahasakan investasi. Padahal sejatinya, investasi yang dimaksud merupakan invasi atau penjajahan. Ketika penguasa menggelar karpet merah untuk para investor, maka rakyatlah yang harus membayar mahal dengan segala konsekuensinya. 


Penguasa yang terbuai dengan sistem kapitalisme tidak paham prioritas. Seperti di Jakarta, banyak infrastruktur di bangun dengan gagahnya hanya sebatas ikonik atau simbolis. Taman-taman, gedung pusat perbelanjaan, pusat rekreasi dibangun hanya untuk memperindah wajah ibu kota. Basis pembangunan kapitalisme adalah mengutamakan pemilik modal dan bisnis bukan kesejahteraan rakyat. 


Perkembangan bisnis faktanya selalu beriringan dengan industri hiburan yang sangat eksploitatif. Sistem kapitalisme liberal hanya mementingkan pembangunan fisik tetapi alpa dalam pembangunan manusia. Sehingga, konsumerisme mendarah daging dalam diri warga perkotaan. Hasilnya selain mubazir, wacana pembangunan iconic bridge justru menambah beban rakyat karena dibangun dengan utang. 


Tentu sangat berbeda dengan sistem Islam yang memandang bahwa pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan hasilnya pun akan dikelola untuk kemaslahatannya. Sehingga, prioritas utama selalu untuk rakyat, bukan pengusaha apalagi penjajah. Sumber pendanaan pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan aturan shahih yang berasal dari Al Quran dan assunnah akan menutup celah para oknum korup merampas hak rakyat.


Jelas, ketika penguasa meninggalkan Al Quran dan assunnah sebagai pedoman dalam mengatur rakyatnya. Maka, kehancuran demi kehancuran yang akan didapat. Oleh karena itu, untuk bisa membangun Jakarta dengan bijak dan humanis, baiknya para penguasa menjadikan sistem Islam sebagai hidup agar pembangunan infrastruktur tepat sasaran, tidak mubazir dan dapat dinikmati masyarakat dari berbagai latar belakang. 


"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta" (QS. Thaha: 124).


Wallahu A'lam bishawab. 

Posting Komentar

0 Komentar