Islam Mengatasi Polemik Warga Dan Pemerintah

 


Oleh: Titin Kartini


Saat ini begitu banyak konflik berkepanjangan antara negara dan rakyat, menyangkut hak rakyat yang dirampas negara dengan dalih demi kepentingan umum. Namun mirisnya, masyarakat selalu menjadi korban ketidakadilan penguasa. Seperti tanah warga yang dipakai negara demi kepentingan masyarakat. Salah satunya terjadi di kota hujan. 

Terdapat polemik antara warga dan pemerintah Kota Bogor mengenai saluran pipa PDAM Pakuan yang melintasi dan menggunakan tanah seorang warga yang hingga saat ini belum juga mendapatkan uang kompensasi hingga ia memotong saluran pipa tersebut. Polemik pemotongan pipa air Perumda Tirta Pakuan di Jembatan Ledeng, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor hingga saat ini belum menemui titik terang. Sang ahli waris, Ratnaningsih telah bersurat kepada Polresta Bogor Kota dan Wali Kota Bogor sebelum melakukan pemotongan dengan tujuan ada pengawalan dari kepolisian, serta Wali Kota bisa meminta Perumda Tirta Pakuan mematikan keran utamanya.

Namun, kedua belah pihak yang disurati tidak merespon sama sekali sehingga pemotongan pipa tidak dikawal. Imbas dari pemotongan pipa pada Oktober 2023 lalu, Perumda Tirta Pakuan menyatakan ada lebih dari 1.000 pelanggan yang terdampak. Tetapi menurut Salestinus sebagai kuasa hukum ahli waris mengatakan hal tersebut hanyalah narasi yang dibuat oleh Perumda Tirta Pakuan dan Polresta Bogor Kota. (rejabar.republika.co.id)

Miris, ketika hak rakyat terzalimi dan mengadu kepada penguasa setempat namun tak ada tanggapan sehingga warga nekat melakukan keadilan sendiri. Kasus demi kasus seperti ini semakin menjamur tanpa penyelesaian yang tuntas. Alhasil bisa memicu terjadinya kekerasan karena rakyat tak jua mendapatkan keadilan atas haknya.

Sistem keadilan dalam kapitalisme yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas seolah menjadi asas setiap kebijakan negara. Abai dan lalainya pemimpin selalu berlindung dibalik "semua ini untuk kepentingan masyarakat banyak", namun dengan mengorbankan dan menzalimi hak masyarakat yang lain.

Kita pasti tahu kisah termasyhur sang pemimpin pada masa Kekhilafahan Umar bin Khattab. Saat itu terjadi perselisihan antara sang Gubernur Mesir Amr ibn al-Ash dengan seorang kakek tua Yahudi. Kisah ini tercatat dalam sebuah buku berjudul 'The Great of Two Umars. Diceritakan pada saat itu Amr yang menempati sebuah istana megah dan di depannya terhampar sebidang tanah kosong dan terdapat gubuk reyot yang hampir roboh milik seorang Yahudi tua. Singkat cerita sang Gubernur menginginkan di atas tanah tersebut didirikan sebuah Mesjid yang indah dan megah, yang akan seimbang dengan istananya. Karena tidak nyaman dengan gubuk reyot Yahudi tua maka sang Gubernur memintanya untuk menjual tanah serta gubuknya. Namun Yahudi tua tersebut tidak bersedia untuk menjualnya. Sang Gubernur pun murka. Ia mengancam Yahudi tua dan tetap memaksakan kehendaknya. Apa yang terjadi? Sang Yahudi hanya menangis namun ia tidak berputus asa. Alhasil ia pun mengadukan segalanya kepada sang Khalifah atas tindakan sang Gubernur terhadap haknya. Tidak hanya itu sang Yahudi tua pun terkejut dengan keadaan Khalifah yang begitu sederhana berbeda jauh dengan keadaan sang Gubernur yang mempunyai istana mewah. Ketika mengadukan apa yang terjadi, Khalifah Umar bin Khattab pun marah dan ia memberikan sepotong tulang kepada Yahudi yang telah digoreskan huruf Alif dari atas ke bawah, lalu memalang di tengah-tengahnya dengan ujung pedang pada tulang tersebut untuk disampaikan kepada Gubernur Amr ibn al-Ash.

Walau dengan keheranan, sang Yahudi tua membawa tulang tersebut untuk diserahkan kepada sang Gubernur. Setelah menerima tulang tersebut, sang Gubernur menggigil tubuhnya dengan wajah pucat ketakutan. Ternyata makna dari tulang tersebut seolah sang Khalifah berkata pada sang Gubernur "Hai Amr ibn al-Ash! Ingatlah, siapa pun kamu sekarang dan betapa tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti berubah menjadi tulang yang busuk, karena itu bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan adil ke bawah. Sebab jika kamu tidak bertindak demikian pedangku yang akan bertindak dan memenggal lehermu!"

Rasa kagum akan keadilan yang yang diberikan sang Khalifah mampu membuat Yahudi tua mengikhlaskan tanah dan gubuk reyotnya sebagai wakaf, serta Yahudi tua tersebut memeluk Islam. Masya Allah begitulah gambaran seorang pemimpin dalam Islam, pemimpin bervisi akhirat yang sangat memahami bahwa Allah Swt. pasti akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Sistem Islam telah menetapkan bahwa negara menjamin kepemilikan individu dengan tidak memaksa seseorang untuk melepaskan kepemilikannya kecuali dengan rida si pemilik. Pengambilalihan hak milik individu tanpa keridaan si pemilik membawa konsekuensi pada pelanggaran hukum syarak, sehingga akan ditegakkan keadilan atasnya. Jika pelanggaran ini dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya, maka proses peradilannya ditangani oleh Qadhi Mazhalim. Dan keputusan Qadhi Mazhalim bersifat mengikat. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan syariat Islam secara kafah mampu menyelesaikan setiap permasalahan antar manusia terlebih antara rakyat dan penguasa tanpa menyisakan ketidakadilan bagi salah satu pihak.

Saat ini pun kita rindu hal semacam itu terjadi. Namun selama sistem yang diterapkan dan ditegakkan adalah sistem buatan manusia yang penuh tipu daya dan hanya memuaskan hawa nafsu manusia, maka yang terjadi adalah kezaliman bagi sebagian rakyat yang lemah. Yang pada akhirnya rakyat menggunakan caranya sendiri untuk mencari keadilan. Untuk itu mari kita terapkan dan tegakkan syariat kafah dalam bingkai khilafah, yang mampu menghadirkan sosok pemimpin yang adil, mengayomi, memberikan contoh kebaikan serta selalu mengajak kepada ketaatan hanya pada Allah dan Rasul-Nya.  Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar