Reporter Anita Rachman
Tak ada yang tidak meneteskan air mata ketika video tentang Palestina ditayangkan di hadapan puluhan jamaah, para tokoh masyarakat dan mubaligah dari Jakarta dan sekitarnya dalam sebuah agenda kajian bulanan yang kali ini mengangkat tema ‘Palestina Memanggil, Dimanakah Kita?’. “Palestina sendirian menghadapi bombardir zionis Yahudi. Berpuluh tahun hidup dalam ketakutan. Keluarga, harta benda, dan nyawa tak terhitung telah menjadi korban,” urai moderator membuka kajian yang di gelar di salah satu masjid di Jakarta, Sabtu, 11 November 2023.
“Setiap Muslim katanya bersaudara, tapi ini Palestina berjuang sendiri, para pemimpin muslim diam. Bagaimana ini bisa terjadi dan apa solusi tuntasnya?” tanya moderator kepada Ustazah Estyningtias P. seorang dokter juga aktivis dakwah, selaku pemateri.
Sebelum menjawab pertanyaan, Ustazah Estyningtias lebih dulu memaparkan empat alasan mengapa kita harus berpihak pada Palestina. “Pertama, Palestina adalah tanah yang diberkahi. Di sana ada masjidil Aqsa tempat suci ketiga umat Islam, tempat Rasul di isra’ kan. Di situ pula kiblat pertama Rasul sebelum dipindah ke Mekkah. Juga tempat yang mustajabah di mana shalatnya diganjar 1000 pahala,” paparnya.
“Kedua, Palestina, Lebanon, Yordania, Syiria adalah negeri Syam yang banyak digambarkan dalam hadis penduduknya kuat dalam memegang Islam hingga sulit ditaklukkan. Ketiga, di tanah Palestina lahir para Nabi. Keempat, Palestina tempat lahir para ulama besar, mulai dari Shalahudin Al Ayubi hingga Imam Syafii. Buah Tin dan Zaitun, bukit Tursina yang disebutkan di dalam Al-Qur’an ada di Syam. Ini menunjukkan Syam punya peranan penting bagi kaum muslim,” lanjutnya.
“Hari ini, negeri yang diberkahi itu di bombardir. Demo besar-besaran muncul di berbagai belahan negeri muslim. Hanya saja penguasanya tidak mewakili suara hati rakyat. Mereka memang mengutuk, tapi tidak berbuat apa-apa. Apalagi Saudi, di tengah penderitaan saudaranya, justru berjoget dan berpesta. Kenapa ini bisa terjadi?” tanya Ustazah Esti kepada jamaah.
Ustazah Esty menjelaskan, semua berawal pada tahun 1914 ketika pecah Perang Dunia I dan Turki Ustmani terserat di dalamnya bersama Jerman yang kemudian kalah. Inggris sebagai pemenang perang mengincar kawasan Timur Tengah yang kaya akan minyak. Dengan akal bulusnya kemudian Inggris memprovokasi negeri-negeri muslim yang berada dalam naungan khilafah Utsmaniyah untuk memberontak dan memisahkan diri. Dihembuskan rasa nasionalisme yaitu merasa bangga terhadap negerinya dan tidak mau dipimpin oleh negeri lainnya, padahal sebelumnya mereka bersatu. Akhirnya mereka saling serang hingga muncullah Inggris dan Prancis bersama-sama membagi-bagi wilayah Islam yang terkenal dengan perjanjian Psykes Picot.
“Terpecahlah kaum muslim menjadi negeri-negeri kecil dengan benderanya masing-masing yang ternyata itupun hasil desain Inggris, dengan tujuan agar mudah dijajah. Bisa kita lihat ada kemiripan warna dari bendera-bendera negeri-negeri muslim hari ini. Oleh karena itu, ketika hari ini banyak demo dengan membawa bendera Palestina, ini justru melanjutkan desain Barat, bahwa negeri muslim kondisinya tersekat-sekat,” ungkap Ustazah Esty.
Lanjutnya, dampak dari nasionalisme ini adalah tidak muncul rasa kepedulian di tengah umat kepada saudara muslim di belahan dunia lain karena merasa bukan bagian dari negaranya. Inilah titik awal nestapa kaum muslim seluruh dunia, terpecah belah, tersekat dalam konsep negara bangsa di bawah kontrol Barat. Termasuk mengapa para pemimpin negeri muslim hanya bisa mengecam.
“Pertanyaan selanjutnya apa solusi tuntas untuk Palestina?” tanya Ustazah Esty. “Ya tidak ada jalan lain kecuali mengembalikan persatuan negeri-negeri muslim yang hari ini terkotak-kotak dalam nation state menjadi satu negara besar sebagaimana dulu. Yaitu dalam bingkai daulah khilafah Islam,” jawabnya langsung. Ustazah Esty menekankan, perlu terus dipahamkan kepada umat, termasuk penguasa bahwa solusi Palestina bukan two state nation, bukan mengibarkan bendera Palestina yang merupakan hasil desain penjajah.
Solusi kedua adalah mengirim pasukan ke Palestina untuk jihad fiisabilillah. Ketiga, memberikan dukungan secara langsung melalui donasi. Atau secara tidak langsung dalam bentuk komentar positif di media sosial untuk mendukung mereka dan mengkounter opini negatif yang sengaja dimasifkan untuk menyudutkan para pejaung Palestina.
Keempat, berdoa. Kelima, tidak melakukan hal yang kontraproduktif, contohnya mengibarkan bendera Palestina, karena ini bagian dari desain penjajah yang mendukung nasionalisme, mengarah kepada two state nation. Bendera kaum muslim seluruh dunia adalah sama, yaitu Al Liwa dan Ar Roya. Bendera putih dan hitam bertuliskan kalimat Laaillahailallah Muhammadurasulullah.
“Bagaimana merealisasikan solusi-solusi ini?” tanya Ustazash Esty lagi. “Kita ceritakan kepada jamaah tentang sejarah Palestina. Gambarkan bagaimana kegemilangan kehidupan di bawah naungan Islam dan bagaimana kemudian bisa runtuh. Jadi misi kita adalah mencerdaskan umat,” jawabnya.
Sebagai penutup Ustazah Esty menegaskan, bahwa persaudaraan di dalam Islam diikat oleh akidah yang lebih kuat dari ikatan nasab atau kepentingan apapun lainnya. “Maka, sikapi persoalan Palestina dengan kacamata akidah. Ini bukan persoalan kemanusiaan, tapi erat kaitannya dengan agama. Kita terhubung akidah dengan saudara kita di Palestina. Ayo kita beramal di sini untuk mereka di sana. Keberpihakan kita akan menjadi hujjah dihadapan Allah, saat ditanya apa pembelaanmu untuk Palestina?,” tutupnya tegas.
0 Komentar