Zionis Yahudi Is The Real Teroris



Sebulan sudah perang antara Zionis Yahudi-Hamas berlangsung. Pasukan Zionis terus meningkatkan intensitas serangannya, di saat masyarakat dunia menggelar demonstrasi besar-besaran menuntut mereka hengkang dari Tanah Palestina. Parahnya, para pemimpin Arab yang melakukan pertemuan dengan Menlu AS justru sekadar membahas upaya untuk mendorong gencatan senjata.



Databox merelease berita bahwa hingga hari ke-33 perang (7 Oktober-8 November 2023), warga Palestina yang tewas sudah melampaui 10.700 orang, lebih banyak 7 kali lipat dibanding korban jiwa dari pihak Zionis. Per tanggal 8 November 2023, korban jiwa Palestina terbanyak berada di Jalur Gaza yakni 10.569 orang, kemudian korban jiwa di Tepi Barat 150 orang.



Memalukan, Kaum Zionis justru kian menunjukkan jati dirinya sebagai pecundang. Serangan kejutan dari para Pejuang Palestina membuat mereka merasa kecolongan, panik dan kocar-kacir. Parahnya, mereka malah melancarkan serangan yang membabi buta ke arah warga sipil.



Padahal, dalam hukum Humaniter Internasional atau hukum perang (laws of war) terdapat satu norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional dalam perang dan konflik bersenjata. Aturan tersebut menjadi tolok ukur batas objek perang terhadap musuh, atau rakyat yang tidak ikut berperang. Hukum humaniter merupakan upaya untuk mencegah kekejaman perang terhadap sisi kemanusiaan dari perbuatan pelecehan, kekerasan, dan pembunuhan. 



Dari deretan fakta-fakta di lapangan sangat terpampang nyata bahwa Zionis Yahudi telah melakukan kejahatan perang. Karena selain warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dijalankan Hamas, Pasukan Zionis menyerang Rumah Sakit (RS) al-Ahli al-Arabi atau rumah sakit Baptis tempat para korban ledakan rudal mendapat pertolongan. Mereka juga melancarkan ledakan dekat RS Al Quds tempat pengungsi yang 70% dihuni anak-anak dan perempuan.



Malah baru-baru ini, dilansir dari laman CNBCIndonesia.com, 6/11/2023, Pemerintah PM Benjamin Netanyahu menuduh RS Indonesia digunakan otoritas Jalur Gaza untuk menyembunyikan markas operasi Hamas di bawah tanah. Selain RS Indonesia, rumah sakit utama Gaza RS al-Shifa dan RS Sheikh Hamad yang didanai Qatar juga mendapat tudingan yang sama. Tuduhan ini merupakan prasyarat agar mereka dapat menyerang rumah sakit Indonesia di Gaza, miris.



Tidak hanya di dunia nyata, ternyata Zionis juga melakukan tekanan di dunia maya. Israel menyewa tim buzzer yang ditugaskan untuk membantu Israel dari hujatan masyarakat internasional. Para buzzer bertugas untuk memposting dan mengomentari serangan Israel sebagai tindakan untuk memberantas teroris. Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa pihaknya merekrut “jaringan influencer terkemuka untuk kepentingan advokasi Israel di dunia,” kata Eli Cohen, menteri luar negeri Israel, pada X (Twitter) (tribunbatam,10/10/2023). 



Tentu kita tidak akan lupa tragedi Nakba di tahun 1948. Nakba merupakan hari di mana terjadi eksodus massal warga Palestina pada tahun 1948. Nakba yang berarti malapetaka, mengingatkan kita saat saudara di Palestina kehilangan tanah air mereka selama dan setelah perang Arab-Israel 1948. Mereka dipaksa meninggalkan rumah dan harta benda mereka oleh kafir penjajah.



Selain itu, peristiwa Intifada di tahun 1987 membuat lebih dari 1.200 warga Palestina dibantai tanpa ampun. Tidak hanya itu, Intifada kedua sejak tahun 2000 hingga tahun 2003, menelan korban tidak kurang dari 2.400 orang Palestina meninggal dunia ketika Ariel Sharon yang dikawal ratusan aparat polisi Israel berupaya memasuki kompleks Masjid al-Aqsha. Saat ini, di tahun 2023, perang kembali pecah dan menewaskan lebih dari 10.000 warga sipil Palestina.



Tindakan brutal yang menimbulkan korban secara massal tersebut jelas membuat Zionis Yahudi pantas dijuluki "The Real Teroris". Tidak hanya teror, mereka telah menumpahkan darah warga sipil Palestina terutama wanita dan anak-anak tidak berdosa. Sayangnya, para pemimpin dunia justru melabeli Hamas dan Pejuang Palestina sebagai teroris. Bahkan duta besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jeremy, menegaskan bahwa dia mengecam tindakan terorisme yang dilakukan Hamas terhadap Israel. 



Selama lebih dari 100 tahun, Palestina seakan sendiri menghadapi kezaliman Zionis. Media bungkam, para pemimpin dunia Islam juga seolah tidak bisa melakukan banyak hal. Konvensi Jenewa yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil baik konflik bersenjata internasional maupun non-internasional seperti pepesang kosong belaka.



Hamas dituding sebagai biang keladi karena lebih dulu menyerang Zionis. Padahal, aksi perlawanan Hamas merupakan suatu kewajaran karena Zionis Yahudi telah zalim, merampas, dan menduduki tanah-tanah milik warga Palestina. Alih-alih dibantu, para pejuang Palestina malah mendapat cibiran dari sekutu Zionis yang nota bene kebanyakan adalah negara Arab. 



Lantas, kemana para pemimpin Islam di dunia? Memang sungguh pahit, jangankan membantu dengan pasukan perangnya, sekadar memberi pernyataan bahwa Zionis Yahudi telah melakukan kejahatan perang saja takut. Standar ganda yang selalu digunakan para pemimpin barat semakin mengaburkan kesadaran dan pemahaman umat Islam di seluruh dunia bahwa umat Nabi Muhammad SAW merupakan saudara, mereka diibaratkan sebagai satu tubuh. Jadi haruss aling membantu satu sama lain. 



Sekat-sekat nasionalisme membuat umat Islam terpecah sehingga mereka lemah tidak berdaya. Yang juga menyedihkan adalah ketika umat Islam sendiri ikut memfitnah Muslim yang dengan teguh memegang aturan Allah SWT dan Rasul-Nya dengan label radikal dan teroris. Padahal sejatinya, para pembela hak asasi manusia dan kroninya lah yang selalu menebar kebencian dan opini sesat. Seharusnya umat Islam bersatu melawan the real teroris dunia yang tidak henti menebar teror.



Namun tindakan nyata untuk berduyun-duyun ikut berperang di Palestina tidaklah mungkin terjadi jika umat Islam tidak disatukan dalam ikatan akidah. Karena sejatinya semua permasalahan Palestina maupun umat Islam di berbagai belahan dunia adalah terkait agama. Umat Islam harus memiliki pemimpin yang dapat menyeru dengan satu komando untuk bersatu dan tidak lagi terpecah belah.



Persatuan itu tidak lain adalah Khilafah Islam yang akan membebaskan kaum Muslim dari cengkraman penjajah dan pemikiran kufur. Rasulullah SAW bersabda yang artinya, "Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya” [Hr. Bukhari dan Muslim].

Oleh sebab itu, mari sama-sama memantaskan diri dengan amal shalih agar kita layak mendapat pertolongan Allah dengan hadirnya Sang Pemimpin. In syaa Allah bukan hanya perang di Palestina tapi berbagai kezaliman yang menimpa kaum Muslim akan berakhir dengan perjuangan dan persatuan umat Islam, Wallahuamam bishawab. 



Oleh Anggun Mustanir






Posting Komentar

0 Komentar