Oleh Heni Ummufaiz
Ibu Pemerhati Umat
#Wacana - Jika kita mencermati berbagai kebijakan di negeri ini, kita akan menyaksikan betapa kian hari kian menyengsarakan. Keuntungan yang didapat hanya bagi para kapitalis semata. Bahkan saat banyak kritikan di mana-mana yang terjadi justru pembungkaman. Berbagai demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat lainnya semua menguap begitu saja tanpa ada tindakan konkret yang menyeluruh. Ini pula menjadi bukti bahwa kebebasan berpendapat di negeri ini dikebiri dan jelas-jelas melanggar HAM yang selama ini diagung-agungkan.
Bahkan menurut Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengungkap skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3. "Pada Indeks HAM 2023, skor rata-rata untuk seluruh variabel adalah 3,2, yaitu turun 0,1 dari tahun sebelumnya yang berada pada skor 3,3," kata Setara dalam keterangan tertulis, Minggu (cnnindonesia.com, 10/12/2023).
Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Saat itu PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). Seluruh negara memperingati hari penting tersebut, termasuk Indonesia. Meskipun peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum dinilai masih jauh panggang dari api (VOA.com, 10/12/2023).
Hari ini kita bisa menyaksikan HAM menjadi standar penyelesaian persoalan yang ada di dunia. HAM dianggap laksana dewa penyelamat saat manusia mengalami persoalan kehidupan. Padahal hakikatnya HAM hanyalah untuk melegalisasi berbagai macam perbuatan maksiat dan kezaliman. Hal ini bisa kita saksikan bagaimana banyak nyawa hilang tanpa tahu siapa yang bertanggung az jawab atas kezaliman tersebut. Berapa banyak suara-suara yang meneriakkan kebenaran tenggelam begitu saja bahkan harus menelan pil pahit karena dibungkam penguasa yang berpihak kepada kapitalis. Sebagai contoh, pelarangan mengenakan kerudung bagi siswa di daerah Bali, demonstrasi para buruh dan mahasiswa.
Bahkan kasus pelanggaran HAM pun baik di negeri ini maupun dunia nyatanya hingga menguap begitu saja terlebih jika kasus yang menimpa kepada umat Islam selalu diabaikan. Itulah kebohongan HAM yang seharusnya mereka yang meneriakkan kebenaran dilindungi tetapi justru sebaliknya.
Kebebasan berpendapat, berperilaku, dan beragama telah menyeret manusia menuju jurang kehancuran karena hidup tidak mau diatur oleh syariat Islam. Semua bermuara karena negara ini menerapkan sistem sekularisme. Sementara HAM adalah produk turunannya yang sudah diembuskan ke seluruh penjuru negeri-negeri Islam tak terkecuali Indonesia. Tak heran aroma sekularisme dan para pegiat HAM begitu masif. Kenyataan ini semakin menguatkan umat Islam jauh dari syariatnya. Karena prinsip HAM yakni kebebasan tanpa aturan dan tentu saja ini lemah, bahkan bisa menyimpang di masa mendatang.
Sebagai contoh kebebasan beragama. Banyak dari orang yang bergonta-ganti agama karena dianggap itu HAM maka kemudian tidak kena sanksi. Sementara di sisi lain, ketika umat muslim mau mengenakan pakaian sesuai tuntunan syariat malah dipersekusi. Bukan hanya itu, pelanggaran HAM semisal di negeri-negeri muslim pun terus terjadi seperti muslim Rohingya, muslim Uixghur yang harus terusir dari negerinya akibat pembantaian penguasa zalim. Barat sendiri yakni Amerika terus membantu Israel menggenosida Palestina padahal mengaku negara yang menjungjung HAM, malah pelanggar ulung.
HAM dan Standar Gandanya
Jika ditelaah, hakikatnya HAM senantiasa distandarisasi atas kepentingan Barat. Hal ini sebagaimana kita pahami bahwa HAM berasal dari Barat. Tidak aneh, jika yang melakukan pelanggaran itu Barat maka tidak dianggap teroris sekalipun berjuta nyawa melayang. Tetapi, jika muslim yang melakukan perlawanan justru dianggap teroris sebagaimana tuduhan terhadap Hamas yang melawan Israel.
Sungguh naif jika seorang muslim masih menganggap HAM adalah solusi umat. Lebih menyedihkan lagi jika menjadi pegiat HAM karena memperjuangkan sesuatu yang salah dan bertentangan dengan Islam.
HAM merupakan bagian dari paham sekularisme. Prinsip kebebasan menjadi standar dalam segala aktivitasnya. Padahal sejatinya kebebasan yang sebebas-bebasnya akan terbentur dengan hak orang lain. Inilah yang kemudian menjadi masalah. Bagi seorang muslim dalam tindak dan perilakunya senantiasa yang menjadi patokan adalah hukum syarak. Contoh hak dalam berpendapat tidak akan seenaknya karena apa yang diutarakan harus sesuai dengan hukum syarak. Sehingga seorang muslim tidak akan hidup semena-mena dalam bertingkah laku karena merasa ada pengawasan dari Allah Swt..
Dengan demikian, HAM hanyalah bualan semata dan hanya berprinsip kepada kepentingan Barat dan tak akan memberi ruang bagi umat Islam khususnya. Sementara ketentraman dan ketenangan hanya akan didapatkan di dalam sistem Islam kafah. Islam sangat menghormati hak-hak warga negaranya. Keadilan akan dirasakan oleh seluruh rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Bahkan Barat sendiri mengakui peradaban Islam yang mulia.
Allah Swt. berfirman dalam kitab suci Al-Quran:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Maidah: 50).
Wallahualam bissawab.
0 Komentar