Maraknya Bunuh Diri di Kalangan Anak Bukti Kapitalisme Kian Merusak

 


Oleh Heni Ummufaiz

Ibu Pemerhati Umat


Bunuh diri seolah jadi tren di kalangan anak untuk menghentikan segala masalah. Mereka seakan menganggap dengan bunuh diri persoalan akan selesai. Sumbu pendek pada generasi ini tidak boleh dibiarkan karena akan membahayakan generasi di masa mendatang. 


Seperti kasus yang menimpa seorang bocah di daerah Pekalongan, tepatnya di kecamatan Doro yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Aksi tersebut dipicu karena dilarang bermain HP (detik.com, 24/11/2023).


Maraknya bunuh diri di kalangan anak-anak dengan berbagai motif menandakan bahwa negeri ini sudah sakit. Bahkan sepanjang 2023 KPAI mencatat ada sekitar 10 persen lebih tinggi dari dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Diperlukan tim khusus untuk menekan potensi ini. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Diyah Puspitarini (Kompas.id,28/9/2023).

Menanggapi maraknya bunuh diri di kalangan anak-anak tentu sesuatu yang sangat memprihatinkan bagi kita semua, terlebih dilakukan oleh anak belia dan kini menjadi fenomena yang membahayakan. 

Banyak faktor yang menyebabkan anak melakukan bunuh diri, di antaranya adanya akses internet terutama melalui media sosial. Salah satu yang menjadi perhatian adalah bullying dan perundungan yang marak di kalangan anak-anak sekolah. Ketika anak tidak kuat mentalnya maka akan mencari jalan pintas untuk mengakhiri segala masalah yakni dengan bunuh diri. Faktor lainnya adalah gadget yang sudah menjadi kebutuhan anak sehingga sangat mudah untuk mengakses konten-konten unfaedah seperti cara-cara bunuh diri. 

Masih teringat dalam ingatan bagaimana seorang siswi di Bogor hanya demi konten melakukan aksi bunuh diri dengan memperlihatkan kepada teman-temannya. Nahasnya justru berujung maut. Naudzubillah.


Mirisnya dengan akses media sosial yang mudah, banyak  anak  mencoba bunuh diri manakala dirundung masalah. Mental blok, rapuhnya akidah dan pengayoman dari keluarga serta masyarakat yang tidak islami berperan penting dalam meningkatkan maraknya bunuh diri di kalangan anak-anak.

Negara menjadi faktor penentu tersebarnya konten-konten bunuh diri yang sudah jelas merusak generasi bangsa ini. Bukan hanya itu sistem pendidikan dan kurikulum yang berbasis sekularisme berakibat output pendidikan yang hanya bagus dari segi kepintaran akademik tetapi nihil dari adab dan ketakwaan. Tak heran jika banyak perundungan (bullying) yang justru dilakukan oleh mereka yang secara akademik di atas rata-rata. Berbagai fakta di masyarakat saat ini angka bunuh diri  kian melonjak seolah sulit dihentikan. Berbagai macam solusi yang saat ini disodorkan tak memberi solusi total.

Semua ini terjadi akibat akar masalah yang dihadapi yakni paham sekularisme tidak dicampakkan dari negeri ini. Padahal sebagaimana kita tahu sistem ini hingga kini tak mampu memberikan solusi tuntas. Sistem ini semakin menjauhkan manusia dari syariat Allah dan Rasul-Nya. Agama yang seharusnya jadi pengatur kehidupan dan pijakan bagi semua orang termasuk anak-anak justru sebaliknya. Keimanan dan ketakwaan yang melahirkan ketaatan sulit ditemukan di masa sekarang. Generasi  kuat dan pantang menyerah justru kian menyusut seiring dengan gencarnya paham liberalisme, sekularisme, dan paham rusak lainnya yang menyerang generasi ini. 

Mereka layaknya buah strawberri indah, manis tetapi mudah rapuh secara mental. Jika demikian, masihkah kita berharap pada sistem rusak  yang diterapkan di seluruh negeri-negeri muslim khususnya Indonesia. Jawaban ada di kita sendiri.


Mencari Pemecahan Masalah Bunuh Diri 

Jika kita mau merenungkan dan semua elemen masyarakat berintrospeksi diri sudah seharusnya kita tidak membiarkan generasi ini kian rusak. Solusi yang harus dicari adalah solusi yang kafah bukan sampah. Solusi itu tiada lain adalah sistem Islam. Di dalam Islam, generasi menjadi titik fokus perhatian karena di tangan dan pundak umat Islam inilah bangsa akan maju. 


Ada beberapa hal yang harus dibenahi agar generasi ini tak bersumbu pendek. Pertama, penanaman akidah yang kokoh dan benar yang sudah ditanamkan sejak dini. Peran keluarga sangat penting dalam melahirkan anak-anak yang saleh dan salehah. Kasih sayang yang penuh dan penanaman akhlak mulia. Selain itu dipahamkan juga bahwa bunuh diri merupakan sebuah keharaman dan pelakunya akan masuk neraka.

Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin melampirkan Nabi saw. bersabda, ‘’Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka nanti pada hari kiamat ia akan disiksa dengan sesuatu itu.’’

Kedua, masyarakat yang peduli dan islami tak akan membiarkan aksi perundungan (bullying) yang menjadi pemantik aksi bunuh diri akhir-akhir ini. Ketiga, lingkungan sekolah yang nyaman serta kurikulum berbasis akidah Islam. Keempat, negara menutup pintu-pintu kerusakan akhlak di media sosial termasuk konten-konten yang berkaitan dengan bunuh diri.

Hal-hal di atas jika diterapkan maka angka bunuh diri tidak akan masif bahkan bisa zero. Namun semua itu hanya akan ada dalam sistem Islam kafah sebagai penyelamat generasi dari bunuh diri. Wallahualam bissawab.


Posting Komentar

0 Komentar