Stop Pengeroposan Mental Ibu

 


#Reportase - Dalam memperingati hari ibu, komunitas Muslimah Peduli Generasi bekerjasama dengan PKK kota administrasi Jakarta Selatan mengadakan Diskusi Tokoh Muslimah. Tema yang diangkat adalah tentang mental health pada ibu yang dihadiri oleh puluhan tokoh Muslimah di Jakarta Selatan dan sekitarnya.

Dalam acara yang bertemakan “Kesehatan Mental Ibu Jaminan Generasi Berkualitas” ini, ibu Wakil Walikota yang juga sekaligus Ketua Pokja 2 PKK Jakarta Selatan, Ibu Yanti, dalam prolognya menyayangkan dengan banyak terjadi kasus mental health di sekitaran Jakarta Selatan yang mencuat di media. Ia menyatakan bahwa hal tersebut banyak sekali yang melatar belakangi, antara lain ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. 

Sedangkan kesehatan mental ibu menurutnya dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan sehingga dapat menimbulkan dampak yang besar pada diri ibu tersebut. Oleh karenanya harus dikelola dengan baik agar tidak muncul penyakit mental yang akan mempengaruhi terutama keluarga inti atapun lebih luas lagi, yaitu lingkungan sekitar. 

Sehingga Tim Pemberdaya dan Kesehatan Keluarga memiliki tantangan dalam menangani kesehatan mental keluarga, salah satu penangananya dengan dibukanya Pos Informasi Keluarga (PIK). Ia pun berharap agar ilmu yang didapat pada diskusi hari itu dapat langsung diterapkan di lingkungan. Ia juga menekankan agar Pokja 1 dapat menyampaikan pada dasawisma di daerahnya masing-masing. 

Kemudian ketua Himpaudi Jakarta Selatan, ibu Muzlifah, S.PdI, M.M, pmenyatakan bahwa kesehatan mental seorang ibu sangat penting sehingga dalam hal itu kolaborasi diperlukan dalam mengentaskan mental health pada ibu. Ada beberapa dampak bila mental health menjangkiti seorang ibu, menurut bu Muzlifah yang juga tergabung dalam Pokja 2 PKK.

Pertama, perkembangan anak tidak akan optimal, hal ini dikarenakan sang ibu tidak dapat mengatasi konflik dengan baik. Kedua, seorang ibu tidak akan produktif dan ketiga, ibu yang mengalami mental health tidak akan dapat mengurusi diri dan keluarga. Sehingga butuh support sistem yang mendukung di masyarakat. 

Dari fakta di atas, dr. Ikrimah Nisa Utami, Sp.PD, memberi tanggapan bahwa mental health bukan merupakan barang baru, ribuan tahun sebelum masehi, kasus ini telah ada. Namun saat ini kembali mencuat diakibatkan media sosial yang membentuk lingkungan sosial yang negatif. Oleh karenanya lingkungan sosial yang positif, seperti memilih teman yang baik harus terus diupayakan. 

“Media sosial terus menjejali fun, food, and fashion yang menjadi standar sukses,” ujar dokter yang biasa dipanggil dr. Nisa. Walaupun ketiga hal tersebut menyenangkan, namun menjadi salah karena dijadikan tujuan utama pada diri manusia padahal kebutuhan yang inti belum terpenuhi seperti makan, minum, dan sebagainya. 

Bahwa mental menurut Islam terdapat dalam ghorizah baqo pada manusia, hal itulah yang dikatakan aktualisasi diri yang pemicunya dari luar diri manusia. Sehinga menurut dr. Nisa naluri baqo merupakan hal yang tidak urgent sehingga tidak menimbulkan kematian pada manusia. 

Rasulullah saw. mencontohkan bagaimana manusia mempunyai standar kecukupan. Dalam HR Tirmidzi dan Ibn Majah, Rasulullah saw. berkata, “Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi dalam kondisi sehat badannya, hatinya aman dan tentram, serta memiliki makanan untuk hari tersebut, maka seakan-akan dia memperoleh dunia dan seisinya.”

Oleh karenanya menurut dr. Nisa, banjirnya informasi dari internet dapat membuat ‘mindset’ yang menjadikan materi sebagai standar kebutuhan, itulah dasar dari pemahaman kapitalisme. Tentunya sangat berbeda jauh dengan suasana Islam. Dr. Nisa berpendapat bahwa materi sebarapun yang kita miliki tidak akan membuat puas. Sehingga solusi mental health adalah Kembali kepada Allah Swt..  Wallahu’alam.

Posting Komentar

0 Komentar