Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Sepanjang tahun 2023, Kabupaten Bogor mencatat adanya kasus HIV/AIDS yang tinggi. Ditemukan ada 794 kasus HIV/AIDS (poskota.co.id 4/1/2024). Penyakit ini diidap oleh rata-rata usia produktif, yaitu 25 hingga 45 tahun.
Kadinkes Kabupaten Bogor Mike Kaltarina mengungkapkan Kasus HIV dan AIDS mengalami peningkatan sebanyak 48 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
Masalah HIV/AIDS Terus Meningkat, Mengapa?
Penularan HIV dan AIDS paling banyak ditularkan melalui transmisi seksual. Di antaranya tertular dari PSK (pekerja seks komersial) (Radar Bogor, 3/1/2024). Seks bebas di kalangan remaja hingga transmisi seksual dengan PSK disinyalir menjadi penyebab yang dominan. Demikian diungkapkan Muksin, Ketua Yayasan Lekas. Peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Bogor karena adanya penularan melalui PSK, tak lepas dari jumlah PSK yang semakin banyak.
Pernyataan senada diungkapkan Atik Yulis, Ketua Markas Pejuang Bogor. Atik pun mengungkapkan meningkatnya jumlah PSK di Bogor karena minimnya razia PSK. Meskipun razia dilakukan, PSK dilepaskan kembali karena penuhnya dinas sosial (Radar Bogor, 3/1/2024).
Meningkatnya kasus HIV/AIDS menunjukkan betapa buruknya metode penanganan penyakit masyarakat. Padahal berbagai balai sosial telah diciptakan untuk membentuk kepribadian dalam hidup bermasyarakat. Namun nyatanya, tidak mampu berpengaruh positif. Parahnya lagi, penyakit berbahaya ini telah menular kepada anggota keluarga. Karena pola hidup seksual yang bebas tanpa batas.
Inilah konsekuensi diterapkannya sistem sekularisme liberal. Sistem yang tidak mampu mengintegrasikan konsep agama dalam menjalankan kehidupan. Aturan agama benar-benar dihilangkan dalam kerangka berpikir individu saat ini. Kepuasan dan kesenangan dijadikan panduan yang justru melahirkan malapetaka. Malapetaka bagi diri, keluarga dan masyarakat.
Berbagai usaha pemberdayaan tidak memberikan efek yang berpengaruh pada masyarakat. Penyuluhan dan LSM, pemberdayaan sosial atau pihak-pihak dinas sosial yang berusaha mengedukasi, tidak mampu memberikan hasil yang diharapkan. Justru yang ada, penyakit berbahaya ini semakin meluas melibas setiap individu tanpa dosa. Misalnya, begitu banyak janin atau bayi terlahir mengidap HIV/AIDS akibat ulah orang tuanya yang "sering jajan" di luar. PSK menjadi sasaran melampiaskan kesenangan tanpa mengingat dosa.
Betapa buruk sistem sekularisme yang kini dijadikan sandaran. Sama sekali tidak mampu menjaga kehormatan dan tidak mampu menempatkan manusia sebagai makhluk mulia. Gaya hidup liberal dan kebebasan seksual dianggap sebagai bentuk modernitas. Padahal faktanya, gaya hidup inilah yang mendorong individu pada kehancuran. Konsep kebebasan ini pun didukung oleh aturan HAM yang menempatkan manusia dengan konsep "my body, my right". Tidak ada pihak lain yang berhak turut campur atas hak hidup seseorang selain dirinya sendiri. Sehingga melahirkan pola pikir dan pola sikap yang liar. Semua diputuskan sesuka hati sesuai keinginan demi kepuasan. Tentu saja, konsep ini berbahaya dan merusak.
Di sisi lain, negara menganggap masalah individu bukanlah masalah negara. Sehingga kebijakan-kebijakan yang ditetapkan tidak dilengkapi dengan sistem sanksi yang tegas. Tidak ada hukuman tegas bagi para PSK yang terjaring razia atau para lelaki hidung belang yang tertangkap suka "jajan". Hanya sanksi sosial yang berlaku. Itu pun hanya berlaku temporal tanpa efek yang menjerakan. Wajar adanya saat kasus HIV AIDS kian menggunung tanpa ada solusi tepat sasaran.
Islam, Menjaga Kehormatan
Berbeda secara diametral dengan sistem Islam. Setiap individu diwajibkan taat pada hukum syariat Islam yang senantiasa akan menjaganya dari kezaliman dan perbuatan keji. Sistem Islam sangat menjaga kehormatan seorang muslim. Dan semua tatanan akidah Islam menjadi dasar ditetapkannya suatu kebijakan. Pun demikian dengan sistem sanksi yang harus diterapkan.
Dalam Islam, pelaku zina layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah atau belum pernah menikah tetapi sering berzina dikenai hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati. Dan konsep tersebut wajib ditetapkan oleh negara sebagai suatu bentuk kebijakan yang mengikat warga negaranya.
Solusi komprehensif sangat dibutuhkan agar mampu menciptakan solusi tepat yang menyentuh akar persoalan. Maraknya kasus HIV/AIDS adalah karena penerapan konsep liberalisme dan sekularisme. Sehingga konsep inilah yang harus dieliminasi dalam pemikiran individu. Kemudian menggantinya dengan pemikiran shahih berdasarkan syariat Islam. Perlu ada kontinuitas dan perpaduan berbagai bidang. Mulai dari pola kehidupan sosial, edukasi masyarakat, kurikulum pendidikan, kesehatan, dan politik Islam yang berpadu dengan utuh untuk mengenyahkan penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Karena sesungguhnya masalah penyakit menular ini bukanlah hanya sekedar masalah PSK dan pria hidung belang. Namun juga menyangkut masalah ketegasan dalam penetapan kebijakan negara. Sehingga jelaslah, pembinaan yang hanya sekilas dan temporal tidak mampu menjadi solusi cerdas.
Perpaduan berbagai bidang kehidupan ini harus mampu melebur menjadi satu aturan yang efektif mengatur pola kehidupan masyarakat. Dan konsep ini hanya mampu tersaji dalam institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang menempatkan akidah Islam sebagai konsep utama berpikir dan bertingkah laku. Sistem sanksi dalam khilafah pun mampu menjadi jawabir (penebus dosa) dan zawajir (usaha pencegah) yang mengeliminasi setiap pelanggaran hukum syara. Dan dipastikan penerapan syariat Islam secara menyeluruh mampu mencapai zero transmission kasus AIDS/HIV.
Sempurnanya sistem Islam. Menjaga kemuliaan manusia secara utuh dan menyeluruh.
Wallahu alam bisshowwab.
0 Komentar