Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
Tahun 2024 sudah lebih sepekan dilalui, tetapi kemeriahannya masih terasa terlebih menjelang masa anak-anak sekolah.
Objek wisata mau yang ramah di kantong hingga kelas VIP senantiasa penuh dipadati oleh wisatawan, baik lokal maupun wisman (wisatawan asing). Hampir di seluruh wilayah di Indonesia menyajikan objek wisata yang memanjakan pengunjung untuk healing.
Di saat euforia tahun baru menebar di seluruh dunia justru saudara kita di Palestina mendapatkan derita yang berkepanjangan karena kekejaman I5rael. Kedinginan, kekurangan makan, serta kehilangan tempat untuk berteduh.
Salah seorang warga adalah Yoda, warga Timur Indah ini mengatakan mengisi momen terakhir liburan sebagai refreshing untuk anak sebelum kembali berkegiatan di sekolah. "Ini sih permintaan anak-anak, katanya sebelum sekolah jalan-jalan dulu," kata Yoda ditemui saat memberikan makan rusa di wisata rusa Lapangan Merdeka.
Serangan Israel yang ditujukan ke Hamas di Gaza, telah menewaskan 22.600 orang. Menurut pejabat kesehatan Palestina, serangan itu juga telah menghancurkan daerah kantong padat penduduk yang berpenduduk 2,3 juta orang (CNBCIndonesia, 6/1/2024).
Fakta-fakta di atas begitu miris dan tentu bagi mereka yang berpikir jernih akan mempertanyakan mengapa harus terus terjadi. Bukankah Palestina merupakan bagian dari saudara seakidah yang selayaknya dibela? Di manakah nurani kita saat saudara seakidah dibantai oleh Zionis I5rael? Bahkan bukan hanya muslim Palestina yang menderita, tetapi derita Rohingya pun sudah selayaknya kita ikut merasakan.
Namun, untuk kesekian kalinya sebagian dari kita justru melupakan dan terbuai dengan kemeriahan Tahun Baru dan hiburan-hiburan yang terus disajikan oleh berbagai media. Sekat nasionalisme telah membatasi kita untuk menolong saudara kita. Ada negara yang peduli dengan memberi bantuan, ada pula yang justru mengusir saudaranya yang terusir dari negaranya.
Kenyataan ini semakin membuktikan bahwa selama sekat nasionalisme ini diterapkan maka sulit umat ini bersatu. Bukan hanya itu, kepekaan terhadap derita saudaranya pun kian memudar.
Saat Palestina diserang Zionis I5rael, masyarakat dunia terutama Indonesia dengan serta- merta ikut berpartisipasi dengan aksi boikot dan donasi. Namun, lambat laun aksi pembelaan terhadap Palestina pun kian memudar terlebih media sosial yakni Meta terus melakukan pemblokiran terhadap siapa pun yang mengabarkan Palestina.
Tak heran jika sebagian masyarakat kita justru terpesona dengan perayaan Tahun Baru dan hiburan-hiburan yang telah mengabaikan saudaranya yang justru kian hari korbannya terus bertambah.
*Hempaskan Nasionalisme, Akar Masalah Utamanya*
Sejatinya bagi seorang muslim tak selayaknya tertawa di atas derita saudaranya. Seorang muslim harus paham bahwa apa pun bangsanya, etnis apa pun yang disandang selama dia muslim sudah seharusnya dilindungi, dimuliakan laksana satu tubuh. Jika satu tubuh sakit maka yang lainnya ikut sakit. Palestina, Rohingya merupakan saudara kita dan tak sepatutnya menganggap lemah, teroris, atau mengusirnya.
Tahun Baru menjelang maka sudah seharusnya melakukan resolusi perubahan dengan mencabut akar masalah untuk membela mereka, muslim yang menderita yakni nasionalisme. Mencabut akar masalahnya maka derita kaum muslim akan sembuh. Kepekaan umat Islam atas derita saudaranya akan lebih terasah.
Dengan bersatunya kaum muslim dalam wadah Khilafah, sekat-sekat pemisah antar negara akan hilang, terganti dengan rasa saling membela, saling menyayangi dengan dasar tali akidah.
Rasulullah saw. bersabda,
“ _Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam_ .” (HR. Bukhari dan Muslim)
Walhasil, euforia saat Tahun Baru di tengah derita saudaranya tak akan terjadi.
Wallahu'alam bissawab.
0 Komentar