Kades Korup dan Bermasalah, Hasil Demokrasi Berbiaya Tinggi



Oleh Mitri Chan 

#KabupatenBogor - Sejumlah kepala desa (Kades) Kabupaten Bogor dipanggil kejaksaan negeri terkait pengelolaan dana desa dan bantuan keuangan infrastruktur satu milyar satu desa (Samisade). Bahkan dari beberapa Kades tersebut sudah menjadi tersangka korupsi dana Samisade dan ditahan di Pondok Rajeg, Cibinong yaitu Kades Kranggan Gunung Putri (Adang) dan Kades Tonjong Tajur Halang (Nur Hakim).

Menurut Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto, maraknya kasus korupsi di daerah karena Inspektorat Kabupaten Bogor tidak berhasil menjalankan tugasnya. Inspektorat Daerah mempunyai tugas membantu bupati dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintah daerah dan mengawasi pengelolaan dana desa. Inspektorat bertanggungjawab dalam mengawal proses pemerintahan dan pembangunan desa agar tetap berada dalam lingkup aturan yang benar. Jika banyak Kades bermasalah dan terjerat kasus hukum, berarti Inspektorat Daerah gagal menjalankan tugasnya, tutur Rudy Susmanto. Ia melanjutkan bahwa jumlah Kades yang bermasalah hukum semakin tahun semakin banyak jumlahnya, sehingga harus ada pendampingan pada para Kades agar memahami administrasi pemerintahan.

Besarnya bola korupsi di negeri ini merupakan gambaran rapuhnya pemerintahan digerogoti korupsi. Keberadaan Inspektorat Daerah ternyata tidak mampu mencegah korupsi. Korupsi terjadi bukan karena para Kades tidak paham tentang administrasi pemerintahan, tetapi diakibatkan oleh demokrasi yang berbiaya tinggi. Terlebih setelah UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan yang menyebabkan biaya politik menjadi melonjak tinggi dibandingkan masa sebelumnya. Melalui UU tersebut masyarakat langsung memilih kepala desanya sendiri, sehingga kebutuhan dana calon kepala desa menjadi besar.

Publik tidak lagi bisa menyangkal bahwa pemilihan Kades dalam demokrasi tidak lepas dari politik uang atau serangan fajar. Tindakan curang ini masif dilakukan sejak dulu dan lebih terbuka karena bagi bagi uang saat pilkades telah menjadi kebiasaan. Karena itu calon kepala daerah banyak yang bergerilya mencari dana kampanye. Bahkan semakin tinggi jabatan yang diperebutkan semakin tinggi pula biaya kampanye yang dikeluarkan.

Pada titik inilah calon kepala desa yang terpilih nantinya korupsi karena biaya sangat tinggi (high cost politic) saat pemilu dan akhirnya terjadi penyimpangan anggaran. Belum lagi persekongkolan calon kades dengan para pemodal sebagai investor pemilu. Mereka membiayai kandidat kades untuk imbalan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kades yang menang untuk balik modal kampanye sekaligus mengabdi pada investornya.

Alhasil, berharap demokrasi memenuhi aspirasi rakyat banyak dan mensejahterakan adalah janji manis dalam teori, tetapi busuk dalam praktik. Cita-cita rakyat merasakan pembangunan infrastruktur desa melalui dana Samisade hanyalah angan-angan kosong. Dana desa tersebut diselewengkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi kades.

Kebobrokan aparat dan birokrat tidak bisa lepas dari penerapan hukum sekuler yang menghilangkan peran agama dari negara, sehingga aparat dan birokrat tidak merasa diawasi Allah Swt. Padahal pengawasan melekat sangat penting untuk meminimalisasi terjadinya praktik korup aparat. Berbeda dengan penerapan hukum Allah Swt. (syariah Islam) secara totalitas akan menghentikan problem yang selama ini terjadi.

Negara yang menerapkan syariah Islam (Khilafah) memainkan perannya dalam memberantas korupsi, berupa pencegahan (preventif) dan penindakan (kuratif). Pertama, rekrutmen aparat negara wajib berasaskan kepribadian Islam dan memiliki kemampuan (profesional) bukan konektivitas. Kedua, negara Khilafah wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Ketiga, negara Khilafah wajib memberikan gaji  dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Keempat, Islam melarang suap dan hadiah bagi para aparat negara. Kelima, Islam memerintahkan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Keenam, adanya teladan yang bagus dari pimpinan. Ketujuh, pengawasan oleh negara dan masyarakat. Kalaupun korupsi telah terjadi, Khilafah akan memberikan hukuman tegas dan setimpal. Hukuman koruptor tergolong ta'zir yang ditentukan oleh hakim, seperti nasihat, teguran sampai hukuman mati. Dengan demikian sistem Khilafah meniscayakan terpilihnya penguasa yang mumpuni dan berpihak pada rakyat karena ia hanya menjalankan syariah Islam yang sudah fixed.

Posting Komentar

0 Komentar