Kapitalisme Merampas Kebahagiaan Keluarga



Memasuki tahun 2024, pastinya banyak doa dan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Namun sebagai bahan evaluasi, jika menoleh kondisi tahun 2023 lalu, begitu banyak peristiwa memilukan yang terjadi di ibu kota dan sekitarnya. 



Dilansir dari laman suara.com, 31/12/2023, sebanyak 52.430 kejahatan terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya meliputi Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) pada tahun 2023. Angka kejahatan tersebut mengalami peningkatan sebesar 32 persen jika dibanding tahun 2022 yang hanya berjumlah 39.589 kejadian. Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan dari 52.432 kejahatan yang terjadi di tahun 2023, 37.453 di antaranya berhasil diungkap atau diselesaikan.



Dari ribuan kasus tersebut, setidaknya ada 12 kasus di Jadetabek yang paling menyita perhatian publik di tahun 2023. Di antaranya yakni pembunuhan empat anak kandung yang dilakukan ayahnya sendiri di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kasus ini membuat publik tercengang karena pelakunya adalah orang terdekat yang tidak lain adalah ayah kandung, yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya. 



Berdasarkan keterangan saksi, saat jenazah keempat korban yakni V (6 tahun), S (4 tahun), A (3 tahun) dan A (1 tahun) ditemukan terbaring berjajar di atas kasur. Sang ayah (Panca) juga ditemukan tergeletak di kamar mandi dengan beberapa luka percobaan bunuh diri yang gagal. Sedangkan istrinya berada di rumah sakit sedang menjalankan perawatan akibat KDRT yang dilakukan Panca. Menurut keterangan Ketua RT setempat, Panca marah besar karena istrinya berselingkuh (suara.com, 7/12/2023).



Miris, kasus kekerasan yang dilakukan orang terdekat dalam lingkungan keluarga kian hari semakin marak. Parahnya, anak merupakan makhluk kecil yang juga terimbas. Seperti kasus ayah banting anak hingga tewas di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara dan juga beberapa kasus pelecehan seksual yang dilakukan ayah kandung di wilayah Jakarta dan Tangerang Selatan. 



Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah seperti dengan mengesahkan UU TPKS atau Undang-Undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual, Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) atau RUU Inisiatif dan UU Perubahan atas Perlindungan anak nyatanya tidak memberi solusi tuntas atas permasalahan keluarga di negara ini. Namun sejatinya, pemerintah tidak bisa melihat masalah hanya di permukaan atau di satu sisi saja. Karena permasalahan yang ada saat ini seperti banyaknya kasus pembunuhan, perceraian, KDRT, stunting, perselingkuhan, pelecehan seksual, gizi buruk, aborsi, mental illness dan kasus bunuh diri baik di kalangan remaja maupun dewasa bukanlah sumber masalah melainkan buah dari masalah yang bersifat sistemik. 



Sebenarnya sangat wajar deretan permasalahan di atas senantiasa menghiasi kehidupan masyarakat khususnya warga ibu kota. Sebab saat ini kita tengah hidup di alam sekularisme kapitalisme liberal. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa sistem sekularisme memisahkan agama dengan kehidupan sehingga manusia tidak lagi menjadikan halal-haram sebagai parameter perbuatan mereka. Kapitalisme dan liberalisme membuat masyarakat berpikir materialistik, hidup dalam angan-angan kemewahan dan merasa bebas tidak mau diatur.



Sifat ingin bebas dan tidak suka diatur banyak menjangkiti diri para wanita yang berstatus istri sehingga kerap terjadi percekcokan dalam rumah tangga dengan alasan kesetaraan. Tidak sedikit kasus perselingkuhan yang juga dilakukan oleh wanita yang memiliki status pernikahan. Hal ini tidak lain akibat ulah paham feminisme yang juga lahir dari sistem bobrok kapitalisme. 



Sulitnya hidup layak, mahalnya pendidikan berkualitas, harga-harga yang meroket karena kondisi ekonomi yang tidak stabil menjadi faktor utama terjadinya gizi buruk, stunting, keributan dalam rumah tangga, meroketnya angka pengangguran dan maraknya kasus perceraian. Belum lagi gempuran mesin penghancur bernama media sosial membuat manusia terutama generasi muda tidak memiliki daya juang tinggi (rapuh) dalam mengarungi kehidupan yang keras ini.



Secara umum, Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat setidaknya lebih dari 800.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya, dan yang tertinggi adalah pada usia muda (data 2019). Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset Kesehatan – BRIN,  Yurika Fauzai Wardhani, dari 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang tahun 2012 sampai 2023, ada 985 kasus yang terjadi pada remaja atau sekitar 46,63% dari keseluruhan jumlah. Jawa Barat yang merupakan wilayah terdekat dari ibu kota masuk sebagai daerah tertinggi angka bunuh diri di kalangan remaja.



Dalam sistem hari ini, sifat individualistik merasuki pada setiap warga. Sifat tak acuh tidak hanya terhadap orang lain seperti kerabat atau tetangga. Antara anggota keluarga yang tinggal satu atap pun bersikap cuek, tak ayal tidak ada rasa kasih sayang dan saling peduli di dalamnya.



Di era kapitalistik saat ini ketahanan keluarga tidak cukup disiapkan oleh individu dengan tambahan pengetahuan dan keterampilan semata. Butuh daya dukung dari pemangku kebijakan berupa aturan yang paripurna dan sistem yang terintegrasi. Penguasa sebagai pelayan masyarakat bertanggungjawab penuh terhadap kesejahteraan rakyatnya.



Tentunya, kesejahteraan itu dimulai dari sistem politik, pertahanan, ketahanan pangan, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang kokoh. Sehingga melahirkan kebijakan yang membentuk keluarga harmonis dan bahagia. Namun faktanya dalam sistem kapitalisme, kebahagiaan keluarga yang hakiki hanya mimpi. 



Dengan melihat kenyataan pahit di tahun-tahun lalu. Memasuki tahun 2024 ini masyarakat seharusnya sadar bahwa terus menerus bertahan dan berharap pada sistem demokrasi kapitalisme hanya akan membawa kesengsaraan. Sebab sistem ini diusung oleh pemikiran manusia yang penuh cela, sehingga idealnya kita kembali pada sistem hidup yang dibuat oleh Pencipta kehidupan Allah SWT. Sejatinya hanya dengan mengambil sistem hidup dari Sang Pencipta lah kebahagian hakiki bisa diraih.



Sistem Islam menjamin manusia bisa bertahan hidup sejak usia dini. Seluruh kebutuhan terjamin gratis atau dengan biaya yang relatif minim. Tujuan hidupnya jelas hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dengan dasar akidah yang kuat dan tidak tergoyahkan. Sistem Islam membentuk lingkungan yang kondusif. Untuk membentuk generasi yang tangguh dibangun atas dasar individu, masyarakat dan sistem pengaturan negara yang baik dan benar.



Sistem Islam akan menjamin terpenuhinya fitrah setiap kebutuhan secara merata, baik penjagaan individu maupun keluarga, sehingga melahirkan generasi tangguh. Hanya dengan Islam masyarakat akan memiliki generasi tangguh yang mampu membangun peradaban gemilang. Sejarah mencatat selama 13 abad, peradaban yang dipimpin oleh sistem Islam telah mencetak generasi tangguh dan menebar kebaikan dan kebahagiaan di tengah umat.



Oleh karena itu, kembali pada fitrah Islam merupakan kunci keberkahan dan kebahagiaan bagi individu, keluarga dan negara. Sebab sejatinya the real rahmatan lil alamin akan turun jika manusia kembali pada jalan keimanan dan ketakwaan, bukan jalan kesesatan seperti mengambil sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang berasal dari makhluk, wallahualam bishawab.


Oleh Anggun Mustanir



Posting Komentar

0 Komentar