Menyoal Netralitas ASN Bekasi dalam Partisipasi Pemilu

 


Oleh Irma Sari Rahayu


Hingar bingar Pemilu semakin terasa. Atmosfer persaingan antar kandidat calon legislatif dan capres cawapres juga semakin panas. Alat peraga kampanye bertebaran di berbagai tempat. Belum lagi “kunjungan” caleg ke berbagai komunitas untuk menyampaikan visi dan misi, menjadi pemandangan yang lumrah menjelang pemilu.


Dukung mendukung pun terjadi. Debat capres cawapres menjadi acara yang selalu ditunggu. Sekadar ingin tahu, apa visi misi capres pilihan dan juga lawan.


Setelahnya, hasil debat  menjadi topik pembicaraan panas di setiap sudut tempat, baik di warung kopi, pangkalan ojek bahkan di media sosial. Materi debat menjadi hot issue yang wajib dibahas.


Bagi masyarakat sipil, memperlihatkan dukungannya kepada capres tertentu, tentu tak jadi masalah. Namun tidak bagi para ASN. Mereka harus bersikap netral, tidak boleh menampilkan keberpihakannya kepada salah satu capres.


Dugaan adanya keberpihakan kepada salah satu pasangan capres cawapres ditunjukan oleh 10 orang camat yang berpose menggunakan jersey dengan nomor punggung 2 saat pertandingan persahabatan di Stadion Patriot Candrabaga Bekasi. Tokoh Bekasi Damin Sada meminta ke-10 camat tersebut untuk diberhentikan secara tidak hormat (tvonenews com, 6/1/2024).


Lebih jauh, Damin Sada meminta kepada Pj Walikota Bekasi Raden Gani Muhammad mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pj Walikota Bekasi sendiri menyatakan tidak ada unsur kesengajaan dalam foto tersebut, dan ke- 10 camat yang hadir saat itu tidak mendukung partai ataupun calon presiden tertentu.  


Pernyataan PJ Walikota Bekasi juga diperkuat oleh pernyataan para camat setelah diperiksa oleh Bawaslu Kota Bekasi. Para camat mengaku bahwa foto diambil secara spontan setelah mrndapatkan jersey dari panitia saat pertandingan persahabatan di Stadion Patriot Candrabaga. Mereka pun menyatakan tetap menjaga  netralitas sebagai ASN (Kompas.com, 27/1/2024).


Aturan Netralitas Aparatur Sipil Negara


Netralitas ASN dalam Pemilu 2024 diatur berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Pemilu. Sedangkan, aturan netralitas ASN sendiri diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.


Beberapa hal yang dilarang dilakukan oleh ASN ketika berfoto diantaranya adalah berpose dengan mengangkat jari telunjuk (menunjukan angka 1) atau berpose dengan jari membentuk simbol-simbol yang memperlihatkan jumlah jari tertentu. Sementara bentuk sanksi yang dikenakan bisa berupa hukuman disiplin tingkat sedang hingga berat sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021. Bentuk sanksi yang diberikan tergantung dari ringan atau beratnya pelanggaran yang dilakukan (Detiknews.com, 23/11/2023).


Dilansir dari laman kemenkeu.go.id, alasan dari ASN harus netral dalam pemilu adalah karena statusnya sebagai pegawai pemerintah yang sangat mengikat. ASN diangkat agar menjalankan tanggung jawabnya kepada publik bukan untuk golongan atau parpol tertentu. Kualitas aparatur negara tidak boleh berubah dalam memberikan pelayanan publik walaupun pimpinan negara berganti karena mekanisme pemilu. Jika ASN tidak netral dikhawatirkan terjadi conflict of interest atau konflik kepentingan yang merugikan negara dan rakyat. 


Sementara itu, ditemukan fakta bahwa netralitas ASN semakin tak dapat dijaga. Pelanggaran netralitas ASN pada pemilu diungkapkan oleh Ketua KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) Agus Pramusinto yang memprediksi jumlah pelanggaran netralitas ASN pada pemilu ke depan berjumlah 8000-10.000 kasus. Angka ini diambil dari perhitungan matematis pada pilkada 2020 yang menimbulkan pelanggaran netralitas sebanyak 2.304 kasus. Pelanggaran ini terjadi karena adanya oknum ASN yang meman faatkan situasi kampanye untuk mendapatkan promosi jabatan. 


    

Bersikap Netral, Dapatkah?


Jika ditilik dari banyaknya pelanggaran yang terjadi dan ada kemungkinan terjadi peningkatan pada pemilu berikutnya, bisa dipastikan sikap netral yang ditujukan kepada para ASN sulit untuk dilakukan. Apalagi secara fitrah manusia akan cenderung memilih seseorang yang diyakininya sebagai yang terbaik dibandingkan pasangan lainnya. Ia akan menilai berdasarkan track record prestasi pekerjaan sebelumnya, visi dan misi rencana kepemimpinannya ke depan ataupun penilaian lainnya.

Hanya saja, dalam sistem demokrasi, kecenderungan kepada paslon tertentu sarat akan kepentingan pribadi. Belum tentu ada nilai ketulusan di sana. Apalagi terdapat dugaan yang beredar di masyarakat, menjadi pejabat di negeri ini banyak privilage yang didapatkan. Faktanya ada saja oknum ASN yang menyalahgunakan jabatannya untuk mengeruk keuntungan pribadi. Inilah wajah buruk sistem demokrasi yang diagung-agungkan saat ini.


Loyalitas kepada Khalifah adalah Baiat!


Sistem pemerintahan dalam Islam dikenal dengan sebutan khilafah, dengan khalifah sebagai pemimpinnya. Syarak telah mewajibkan umat Islam untuk mengangkat seorang khalifah dan membatasi metode pengangkatannya yaitu melalui baiat. Metode ini ditetapkan berdasarkan Al Qur’an, sunnah dan ijmak sahabat. 


Calon khalifah yang akan dipilih haruslah seseorang yang memiliki kapabilitas seorang pemimpin atau yang disebut sebagai syarat in’iqad. Seseorang telah sah menjadi khalifah jika telah sempurna pelaksanaan akad baiat oleh orang-orang yang memenuhi syarat untuk membaiat, dan ia wajib ditaati segala perintahnya. Semua umat Islam wajib menaati khalifah terpilih  sekalipun ia bukanlah pilihannya atau seseorang yang tidak disukainya. 


Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa melihat sesuatu (yang tidak disukainya) dari amirnya, maka hendaklah dia bersabar atas itu. Karena barangsiapa memisahkan diri dari jama’ah sejengkal saja, lalu ia mati, maka ia mati seperti kematian jahiliah”.


Dari hadis tersebut jelaslah jika Islam menihilkan seorang aparat negara yang tidak melaksanakan tugasnya jika pemimpin terpilih bukan pilihannya. Tidak akan terjadi konflik kepentingan karena ia akan bekerja sesuai amanah yang diletakkan di pundaknya dan tetap menaati pemimpinnya karena landasan takwa kepada Allah Swt. Wallahua’lam bishawab.[]

Posting Komentar

0 Komentar