Menyoroti Buruknya Kualitas Proyek Infrastruktur Di Kota Bogor





Oleh : Siti Rima Sarinah


Kota Bogor menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang massif melakukan pembangunan infrastruktur terutama jalan. Seperti pembangunan jembatan Otista yang merupakan salah satu titik kemacetan di Kota Bogor sehingga membutuhkan pelebaran jembatan untuk melancarkan arus lalu lintas. Proyek jembatan Otista menggelontorkan dana senilai Rp 49.066.819.311, dengan masa kerja selama 235 hari kalender kerja. Di penghujung tahun 2023 pembangunan jembatan Otista ini dirampungkan dan telah diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 19 Desember 2023. 

Dibangun dengan anggaran yang fantastis, jembatan Otista nyatanya tergenang banjir akibat hujan deras yang mengguyur Kota Bogor pada Sabtu 30/12/2023. Dilansir detik.com, 30/12/23. Setelah mendapatkan laporan warga, Walikota Bogor Bima Arya langsung  turun ke lokasi. Dari hasil pengecekan, banjir terjadi karena lubang drainase di jalan jembatan Otista terlalu kecil sehingga aliran air tidak terserap dengan sempurna.

Anggota Komisi 111, Zaenul Muttaqin menyoroti  banjir di jembatan Otista terjadi lantaran adanya perubahan elevasi jembatan yang tidak dibarengi drainase yang mumpuni sehingga menyebabkan banjir. Politisi PPP ini juga menegaskan bahwa apabila perencanaan perhitungan pembuangan air akibat adanya elevasi matang, maka banjir di jembatan Otista tidak akan terjadi. Ia menyebutkan bahwa banjir lintasan kerap terjadi pada beberapa titik wilayah Kota Bogor diakibatkan lantaran buruknya drainase. 

Buruknya drainase dianggap sebagai penyebab banjir yang juga terjadi di jalan Ahmad Yani, Dadali dan Pandu Raya. DPRD mendorong Pemkot Bogor untuk fokus memperbaiki jaringan drainase, usai Raperda disahkan menjadi Perda dengan membuat grand design untuk jaringan drainase se-Kota Bogor secara keseluruhan. Padahal buruknya salauran air banjir kerap terjadi bahkan hingga memakan korban jiwa, seperti yang terjadi di jalan Dadali beberapa waktu lalu. (ceklissatu.com, 3/01/2024)

Buruknya drainase dalam pembangunan infrastruktur menjadi persoalan yang kerap kali diabaikan begitu saja, dan tentunya yang terkena imbasnya adalah masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa proyek infrastruktur kualitasnya sangat buruk. Wakil Ketua Komisi Pemberrantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa kualitas infrastruktur buruk diakibatkan korupsi dan potongan-potongan saat dilakukan tender, penganggaran, hingga pelaksanaan sebuah proyek.

Proyek pembangunan ini diserahkan kepada swasta lewat lelang proyek, yang sudah bisa dipastikan swasta ingin mendapatkan keuntungan besar dari setiap proyek dan hal ini membebani anggaran belanja pemerintah. Pihak swasta berlepas tangan tatkala proyek yang mereka kerjakan menimbulkan masalah seperti drainase, yang pada akhirnya dikembalikan kepada pemerintah. Pemerintah pun berlepas tangan dengan dalih kekurangan anggaran.

Inilah wajah asli penguasa dalam balutan sistem kapitalis, mereka setengah hati mengurusi urusan rakyat dan abai dengan tanggung jawabnya sebagai raa'in (pengurus/pelayan) bagi rakyatnya. Sebab sistem kapitalis hanya menjadikan penguasa sebagai regulator bagi rakyatnya. Padahal infrastruktur yang memadai menjadi salah satu faktor penting yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebagai negara yang memiliki letak geografis yang luas dan kompleks, serta jumlah penduduk yang besar, tentunya diperlukan infrastruktur yang memadai untuk menunjang dan mendukung aktivitas perekonomian dan kehidupan rakyat.

Namun sayangnya, proyek infrastruktur justru diberikan kepada swasta dengan kualitas yang buruk. Dan pihak swasta menjadikan proyek infrastruktur menjadi ajang bisnis yang sangat menggiurkan bagi mereka. Ditambah lagi praktik korupsi dan potongan-potongan saat dilakukan tender, penganggaran, hingga pelaksanaan sebuah proyek. Paradigma kapitalisme yang menyerahkan seluruh urusan publik kepada swasta menjadikan kepedulian penguasa pada publik hanyalah sekedar retorika tanpa realita. Dengan dalih pertumbuhan ekonomi yang mengantarkan pada kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur terus digenjot dengan menjadikan rakyat sebagai tumbalnya. 

Fakta di atas sangat bertolak belakang dengan sistem Islam, yang menjadikan infrastruktur sebagai prasarana yang dibangun semata-mata untuk kemaslahatan umat/rakyat. Oleh karenanya pembangunan infrastruktur tidak hanya terpusat pada wilayah yang menjadi sentra ekonomi, melainkan juga menyebar merata sampai ke pelosok negeri. Pembangunan di kota dan di desa tidak akan timpang seperti kondisi saat ini, yang hanya fokus pada perkotaan dan mengabaikan pembangunan di pedesaan. Jika dalam sistem kapitalisme jantung perekonomiannya ada pada perbankan dan pasar modal serta minimnya peran negara. Maka dalam sistem Islam, justru negara menjadi pihak sentral yang mengatur pembangunan secara adil dan merata. 

Paradigma pembangunan semacam ini tentunya membutuhkan anggaran yang sangat besar. Hal ini hanya mampu ditopang dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Baitulmal sebagai lembaga keuangan negara khilafah memiliki pos-pos pemasukan dan pengeluaran yang telah ditentukan oleh syariat Islam. 

Tentu hal yang mudah bagi negara khilafah melakukan pembiayaan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan berbagai fasilitas umum yang dibutuhkan oleh rakyat. Karena kekayaan alam yang melimpah ruah dikelola sesuai syariat Islam akan mampu membiayai infrastruktur yang dibutuhkan demi kemaslahatan bersama. Dan negara menjadi pihak yang bertanggung jawab secara langsung terhadap setiap pembangunan tersebut dengan menggunakan tenaga ahli yang mumpuni di bidangnya. Maka wajarlah kualitas pembangunan infrastruktur dalam khilafah tidak diragukan lagi. Khilafah juga tidak akan memberikan celah ataupun kesempatan bagi swasta untuk mengambil keuntungan dalam proyek infrastruktur, karena negara selalu terdepan dan hadir menjamin apa saja yang dibutuhkan oleh rakyatnya.

Oleh karena itu, kita tidak bisa berharap apapun dari sistem kapitalis yang kehadirannya justru senantiasa menuai masalah bagi rakyat. Hanya sistem Islam dalam naungan khilafah yang layak diterapkan dalam kehidupan umat manusia. Sistem yang telah terbukti memuliakan rakyatnya dan menjadikan penguasanya sebagai raa'in (pengurus/pelayan) yang mengurusi semua urusan rakyatnya. Walhasil, kesejahteraan dan kemakmuraan rakyat adalah potret keberhasilan sistem Islam yang diterapkan dalam setiap lini kehidupan manusia. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar