Penciptaan Bumi untuk Maslahat Bukan Komoditi



Mubalighah Kota Depok, Ustadzah Sri Agustini, S.Pd., mengatakan pada hakikat penciptaan bumi untuk maslahat manusia bukan komoditi. Hal tersebut diungkapnya dalam Refleksi Akhir Tahun: Derita Anak dan Perempuan di Balik Konflik Lahan di Tanah Urban, Senin (25/12/2023) di Masjid Al-Ikhlas Cimanggis, Depok.


Menurut Ustadzah Sri Agustini, pasalnya oleh rezim bumi ini dijadikan kawasan untuk membangun gedung-gedung yang megah menjulang, padahal sebelumnya kawasan padat penduduk. Lahan kawasan kota mandiri maupun apartemen yang megah menjulang, sebelumnya bukanlah kawasan kosong.


“Ada masyarakat di sana bukan juga segelintir, bahkan ada yang berupa kawasan padat penduduk. Memang di antara mereka ada yang pendatang, tetapi banyak pula yang turun temurun di lahan tersebut berpuluh tahun lamanya. Mereka tidak hanya sekedar tinggal untuk tidur, melainkan mata pencaharian mereka pun ada di wilayah tersebut,” tambahnya.


Ia pun menegaskan, layaknya hukum rimba, yang lemah akan dimakan. Pemilik apartemen-apartemen dan aset di perkotaan adalah para pemodal, di sisi lain pemerintah juga untung karena mendapatkan asupan pajak yang besar dari sektor ini.


“Ini semua terjadi karena solusi yang diambil rezim hari ini tetap mengacu pada paradigma kapitalisme yang segala sesuatu--bahkan sebuah masalah sekalipun-- bisa dikapitalisasi, alias harus membawa keuntungan,” ujarnya.


Lanjutnya, “Pemerintah dalam paradigma kapitalisme ini akan membela pebisnis (tujjar) yaitu perusahaan (korporasi), kebebasan kepemilikannya diatur melalui undang-undang dan aturan mengizinkan perampasan tanah. Dan tanah adalah faktor produksi yang bebas dimiliki dan dikelola dengan cara apapun meskipun merusak lingkungan. Dan investasi adalah kunci pertumbuhan ekonomi sehingga pengatur kebijakan hari ini memberi kemudahan meski merugikan rakyat.” 


“Hal ini akan jauh berbeda ketika paradigma Islam dipakai sebagai solusi setiap permasalahan karena pemerintah dalam Islam itu diatur sebagai ra’in (pemelihara) dan junnah (pelindung) sehingga membela kepentingan rakyat,” tegasnya.


Tambahnya pula, hal tersebut dikarenakan dalam sistem Islam dalam naungan khilafah ada tiga yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. 


“Tanah rakyat (kepemilikan individu) wajib dilindungi dan tidak boleh dirampas dan kepemilikan umum haram diserahkan kepada individu. Begitu juga dengan seperangkat hukum pertahanan dan pengelolaan tanah menjamin adanya keadilan dan pemenuhan hajat hidup rakyat,” pungkasnya.



Ambarwati 



Posting Komentar

0 Komentar