Kota bekasi kini tengah tumbuh layaknya gadis cantik yang mempesona semua mata yang memandangnya. Kecantikannya pun telah berhasil memikat dan mengalihkan pandangan para kapitalis untuk mengembangkan sektor kekayaan miliknya. Kota nan cantik ini menjadi incaran para investor untuk meraup keuntungan baik dari sektor industri, perumahan,maupun wisata. Tak ketinggalan juga menjadi incaran para pencari nafkah untuk mengadu nasib disana. Hal ini kemudian membuat Bekasi yang berdasarkan data BPS dengan luas 210,5 kilometer persegi memiliki jumlah kepadatan penduduk sebesar 2,5 juta jiwa.
Namun dibalik gemerlap pesonanya ternyata Bekasi menyimpan duka. Kecantikannya ibarat polesan make up yang menutupi berbagai macam persoalan yang membelit kota yang disemati julukan Duta Investasi ini. Pembangunan demi pembangunan yang digencarkan pemerintah bekasi akhirnya kini justru menyisakan persoalan sistemik yang kian hari kian jauh dari ujung penyelesaian.
Hingga kini yang menjadi persoalan terbesar di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi adalah sampah. Sudah menjadi rahasia umum jika timbulan sampah semakin hari terlihat semakin tinggi di Tempat Pembuangan Akhir. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Jawa Barat tercatat mencapai 4,89 juta ton pada tahun 2022 atau ketiga terbesar di Indonesia (databoks.katadata.co.id, 12/10/2023)
Besarnya tingkat produksi sampah di Bekasi ditengarai disebabkan oleh gaya hidup konsumtif dari masyarakatnya. Ditambah lagi kurang optimalnya proses pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah bekasi yang menyisakan bau busuk menyengat dari sampah basah. Hal ini akhirnya berpengaruh pada kondisi kesehatan masyarakat.
Tak hanya persoalan sampah, pembangunan di bekasi pun melahirkan problematika kaum urban. Generasi bekasi pun terimbas persoalan yang begitu menyesakkan dada. Tawuran, begal, pergaulan bebas sudah menjadi kebiasaan remaja bekasi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang kemudian mengidap virus mematikan HIV/AIDS, tak segan melakukan tindak aborsi, menjadi pelaku penyimpangan seksual atau LGBT, dan tak ketinggalan menjadi penyebab tingginya angka dispensasi menikah di usia dini di bekasi. Belum lagi mereka yang terjebak dalam kubangan judi dan game online. Sudah terbayang bagaimana suramnya masa depan generasi di bekasi.
Hal ini membuktikan bahwa pesatnya pembangunan yang terjadi tidak kemudian memberikan jaminan terjaganya akhlak generasi didalamnya. Bahkan pembangunan yang terjadi justru lebih mengesankan pemborosan serta sebatas mengutamakan prestise, namun manfaatnya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Belum lagi kerusakan lingkungan yang diakibatkan alihfungsi lahan demi terselenggarakannya pembangunan. Hal ini membuat generasi menjadi objek yang terdampak dari persoalan pembangunan yang terjadi.
Jika kita bandingkan dengan islam maka hal yang sangat bertolak belakang akan kontras terasa. Dalam islam infrastruktur yang dibangun adalah bertujuan untuk kemashlahatan umat. Serta pembangunannya pun benar-benar diperhitungkan secara cermat mengenai letaknya, kemanfaatannya, dan yang paling penting adalah mengenai analisa dampak terhadap lingkungan serta berapa banyak biaya yang diperlukan. Pembangunan yang dilakukan tidak boleh tidak berfaedah, atau bahkan menyebabkan mudharat bagi umat.
Bukti pembangunan infrastruktur yang begitu luar biasa dalam islam dapat kita saksikan melalui kota-kota peninggalan kekhilafahan islam di masa lalu seperti Kota Baghdad, Granada, serta Andalusia. Juga semua infrastruktur seperti universitas, sekolah, rumah sakit, masjid, juga jalan yang dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan yang terpenting adalah membangun peradaban mulia, membentuk 'khairu ummah' dan tidak merusak lingkungan di sekitarnya. (reporter: iga)
0 Komentar