Program Padat Karya Mampukah Menjadi Solusi Tuntas Atasi Pengangguran?



Oleh Siti Rima Sarinah


#BogorKota - Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah di berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, pengangguran sangat berkaitan erat dengan kemiskinan. Dan program padat karya menjadi salah satu program terobosan baru pemerintah Kota Bogor untuk mengatasi pengangguran. Wakil Walikota Bogor, Dedie Rachim menjelaskan program padat karya bertujuan untuk membantu warga yang belum memiliki penghasilan tetap, pekerja serabutan hingga korban PHK. 

Program padat karya ini dilakukan secara serentak di 6 kecamatan se-Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor ingin membantu para warga yang belum berpenghasilan tetap sekaligus menangani permasalahan lingkungan seperti kebersihan dan kerapihan. Total ada sekira 800 warga yang ikut terlibat dalam program Padat Karya ini. Mereka bekerja selama 10 hari melakukan pembersihan dan penataan di lingkungan kecamatannya masing-masing. Selain itu mereka juga diminta untuk mengedukasi warga lain yang kerap membuang sampah sembarangan atau ke sungai. Dan setiap peserta mendapatkan upah Rp 120.000/ hari dengan total anggaran Rp 1,4 milyar. (Radar Bogor, 11/12/2023)

Program padat karya adalah program kementerian tenaga kerja (kemnaker) yang diselenggarakan di daerah-daerah. Adapun kegiatan yang dilakukan di antaranya pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi warga miskin dan marginal bersifat produktif yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja dan teknologi lokal untuk menambah pendapatan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 

Sekilas program ini diharapkan bisa menyelesaikan masalah pengangguran dan menjadi solusi tuntasnya. Padahal, program ini hanya bersifat sementara karena dari konsep dan hasil pelaksanaan program ini tidak akan mampu menyelesaikan pengangguran secara menyeluruh dan hanya memberi penghasilan sesaat. Dengan konsep program seperti ini sudah bisa dipastikan persoalan pengangguran tidak bisa diatasi seperti yang diharapkan oleh pemerintah.

Program padat karya dan program-program lainnya merupakan program produk buatan sistem kapitalis yang selalu gagal menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Telah terbukti bahwa semua yang berasal dari sistem kapitalis sekuler justru melahirkan persoalan baru bagi masyarakat. Hal ini diperparah dengan posisi pemerintah yang bersikap setengah hati untuk mengatasi persoalan pengangguran. Walaupun berbagai program dan upaya dilakukan oleh pemangku kekuasaan, namun pengangguran terus menjadi problem warisan yang sangat sulit untuk dituntaskan.

Melihat persoalan pengangguran, tentu tak lepas dari sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini. Karena tidak dipungkiri keberadaan sistem kapitalis sekuler mengakibatkan semakin sempitnya lapangan pekerjaan. Dengan kata lain, kesempatan warga untuk mendapatkan pekerjaan pun semakin sulit. Banyak proyek pembangunan hasil investasi asing yang berbasis pada utang ribawi, justru kerap menyerap tenaga asing. Sementara, pembangunan sektor ekonomi non-riil hanya untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang menyedot kekayaan rakyat beralih ke tangan segelintir konglomerat. Faktor inilah yang menimbulkan gelombang PHK terus mengalami peningkatan akibat kalah bersaing dengan perusahan besar milik konglomerat. Belum lagi penerapan UU Omnibus Law Ketenagakerjaan yang justru semakin memarginalkan kaum pekerja. (news.detik.com, 12/10/2020)

Dengan fakta demikian, maka dibutuhkan perubahan menyeluruh pada sistem ekonomi negara agar bisa mengatasi masalah pengangguran dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Yaitu sistem ekonomi yang mampu menjamin terbukanya lapangan kerja seluas-luasnya agar rakyat bisa merasakan hidup makmur dan sejahtera. Satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan hal tersebut hanyalah sistem Islam (khilafah). Berbeda dengan sistem kapitalis sekuler, dalam Islam pemimpin atau negara menempatkan diri sebagai pengurus dan penjaga serta senantiasa selalu berada di garda terdepan untuk melayani, menjamin dan memfasilitasi apa saja yang dibutuhkan oleh rakyat.

Dalam Islam, penetapan mekanisme jaminan kesejahteraan dimulai dari mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. Namun, hal ini tentu membutuhkan dukungan dan support system dari negara, yaitu berupa sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyatnya khususnya laki-laki memiliki kepribadiaan Islam yang baik sekaligus skil yang mumpuni. 

Pada saat bersamaan negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang halal dengan suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Dengan cara membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh individu, apalagi asing dan aseng. Selain itu, negara juga mencegah berkembangnya ekonomi non-riil yang kerap kali membuat perekonomi negara porak-poranda.

Sedangkan sektor-sektor lain yang memiliki potensi sangat besar seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan lain sebagainya, akan digarap dan dikelola langsung oleh negara sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut akan dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara sesuai potensinya masing-masing. Negara juga akan menerapkan politik industri yang bertumpu pada pengembangan industri berat, yang otomatis akan mampu menyerap ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah ruah dengan kompentensi yang tidak diragukan sebagai output sistem pendidikan Islam.

Negara juga akan memberikan bantuan modal dan pelatihan-pelatihan dengan keahlian yang lebih spesifik kepada setiap individu rakyat yang membutuhkan. Bahkan mereka yang lemah atau yang tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa meraih kesejahteraan hidup. Layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain dipermudah dan gratis sehingga apapun pekerjaannya tidak menghalangi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar, bahkan hidup dengan layak. Dengan demikian, kualitas sumber daya manusia pun akan meningkat dan siap berkontribusi untuk kebaikan umat.

Inilah potret pemimpin dan negara yang menjadikan dimensi akhirat sebagai landasan kepemimpinannya. Pemimpin bervisi akhirat senantiasa amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin yang takut untuk berbuat zalim dan tidak adil kepada rakyat. Jika ada satu saja rakyat yang menderita karena buruknya pengurusan mereka, maka pemimpin harus siap menerima azab dari Allah Swt. Oleh karena itu,  mereka berusaha semaksimal mungkin mengurus dan menyejahterahkan rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam kafah sebagai tuntunan dalam kehidupan. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar