Menjelang Perhelatan Akbar Pesta Demokrasi yang tinggal menghitung hari, para kandidat calon capres dan cawapres berlomba-lomba menawarkan berbagai program di masa kampanyenya. Menebar program merupakan salah satu cara untuk menarik simpatik masyarakat untuk mendukung dan memberikan hak suaranya kepada salah satu pasangan calon (paslon). Salah satu program yang ditawarkan oleh salah satu paslon jika memenangkan pilpres 2024 nanti, terkait pembangunan 40 kota selevel kota Jakarta yang nantinya akan menjadi penggerak perekonomian di seluruh Indonesia.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai ada tiga hal utama yang harus disiapkan jika ingin membangun 40 kota baru selevel DKI Jakarta. Yakni perencanaan kota yang sangat matang dan pelaksanaan pembangunan kota yang berkelanjutan. Pembangunan kota baru memerlukan pembiayaan pembangunan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Artinya, pemerintah nantinya harus menjamin bahwa pembangunannya tidak mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemerataan pembangunan di setiap kota seharusnya menjadi upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat mewujudkan perekonomian yang baik bagi masyarakat. Sebab, tidak meratanya pembangunan menimbulkan berbagai persoalan seperti penumpukan penduduk diakibatkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan di tempat tinggal mereka. Sebagai contoh kota Jakarta, menjadi kota magnet para pendatang untuk mengadu nasib dan mencari penghidupan layak di kota ini. Karena kota Jakarta masif dengan berbagai pembangunan yang membuka peluang lapangan pekerjaan yang luas.
Program pembangunan 40 kota yang ditawarkan, apakah menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat? Pasalnya, masifnya pembangunan baik kota maupun infrastruktur kerap kali digadang-gadang untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Namun sayangnya faktanya tidaklah demikian. Masifnya pembangunan justru tidak berkolerasi positif pada kemakmuran rakyat, bahkan harapan bisa merasakan hidup layak pun hanya sekedar ilusi. Rakyat hingga hari ini hidup dalam kubangan kemiskinan dengan beban kehidupan semakin hari semakin sulit.
Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di pulau Kalimantan, menjadi fakta nyata bahwa pembangunan tersebut tidak ditujukan untuk rakyat, melainkan para oligarki. Pemerintah IKN mencatat investasi swasta sektor hiburan telah mencapai Rp 20 triliun, yang hampir mencakup seperempat dari total dana yang diperlukan untuk pembangunan swasta di wilayah itu. Agung Wicaksono selaku Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi di Otorita IKN mengungkapkan bahwa mereka telah menerima 270 minat investasi dari calon investor, baik dari dalam maupun luar negeri Indonesia. (kemlu.go.id)
Melihat fakta ini, sudah bisa dipastikan bahwa program pembangunan 40 kota di Indonesia, akan memberi peluang besar bagi para investor untuk berinvestasi di kota-kota tersebut. Dan yang paling diuntungkan dari pembangunan kota ini, jelas bukanlah rakyat. Karena hakikatnya berbagai program hanya janji manis kampanye yang kerap kali tidak sesuai dengan realita yang ada. Inilah potret panggung pesta demokrasi yang seakan-akan memberi harapan baru kepada rakyat, tetapi rakyat menjadi pihak yang selalu dikecewakan.
Apapun yang berasal dari demokrasi, keberadaanya memang bukan untuk mensejahterahkan rakyat. Demokrasi buah dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri-negeri kaum muslim hari ini, terbukti gagal walaupun dengan berganti-gantinya pemimpin. Perubahan tidak akan pernah terjadi, karena sistem ini sulit untuk mewujudkan perubahan hakiki. Sebab, sistem ini meminggirkan peran agama dari kehidupan dan memberi kewenangan kepada manusia untuk membuat hukum.
Perubahan hakiki hanya bisa diwujudkan dan telah terbukti nyata selama 13 abad lamanya dalam bingkai negara Khilafah Islamiyyah. Sistem pemerintahan Khilafah yang berlandaskan akidah Islam sebagai pijakan dalam bernegara dan bermasyarakat. Seorang pemimpin akan membuat kebijakan berdasarkan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah, yang memiliki tugas mengurusi semua urusan rakyat. Sehingga Khalifah akan membuat program yang bertujuan untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya.
Seperti pembangunan akan dilakukan di setiap wilayah Khilafah, bukan hanya di perkotaan melainkan di pedesaan pun dilakukan pembangunan secara adil dan merata. Semua fasilitas umum yang diperlukan oleh rakyat seperti jalan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain dibangun dengan kualitas terbaik. Sehingga dengan pemerataan pembangunan tersebut, individu rakyat tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari pekerjaan. Sebab, di setiap wilayah Khilafah akan terbuka lapangan pekerjaan untuk memudahkan setiap individu mencari nafkah. Bahkan negara akan memberikan sebidang tanah atau modal kepada rakyat yang membutuhkan. Dengan mekanisme demikian rakyat akan mampu memperoleh kehidupan yang layak, makmur dan sejahtera.
Khalifah sebagai pemimpin akan menunaikan tugasnya dengan semaksimal mungkin. Tidak memberikan janji tapi bukti dalam mengurusi dan menjamin apa saja yang dibutuhkan oleh rakyat. Karena keberadaannya di tengah umat ada sebagai pelindung, penjaga, dan pengurus bagi urusan rakyat. Semua itu dilaksanakan untuk memenuhi kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban apabila ia lalai dalam melaksanakan amanahnya.
Inilah potret pemimpin yang dibutuhkan dan dirindukan oleh umat hari ini. Sosok pemimpin seperti ini tentu tidak akan pernah terwujud dalam sistem demokrasi. Hanya sistem Islam sajalah yang mampu mencetak pemimpin yang menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai landasan kepemimpinannya. Maka sudah sangat jelas pemimpin yang harus kita pilih itu berasal dari sistem Islam. Wallahua’alam.
Oleh Siti Rima Sarinah
0 Komentar