Anak Muda: Suaranya Terdulang, Namun Potensinya Terbuang


Oleh Ruruh Hapsari


#CatatanRedaksi - Indonesia saat ini tengah memasuki masa bonus demografinya. Dikutip dari White Paper Vocation Education Policy Vol. 1 No 4 (2019), dinyatakan bahwa Indonesia diprediksi akan mengalami era bonus demografi pada tahun 2030-2040. (detik.com, 28/1/2024)

Hari ini pun kondisi tersebut sudah sangat terasa, di mana angka beban katergantungan (dependency ratio) yang cukup rendah, yaitu mencapai 44. Angka tersebut maksudnya adalah dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk yang tidak produktif.

Menurut data BPS, pada tahun 2010 saja dependency ratio Indonesia mencapai 50,5 dan pada 2015 angkanya lebih kecil, yaitu 48,6. Penurunan angka dependency ratio ini akan terus menurun dan semakin kecil pada tahun 2020-2030 yang tentu saja menciptakan bonus demografi untuk negeri ini. 

Mengandalkan Kuantitas

Bonus demografi ini tentu merupakan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia bagi pembangunan negeri, apalagi di tahun politik, pemerintah pastinya tidak akan menyia-nyiakan begitu saja sumber daya ini. 

Sehingga tentu saja pemilu tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Perbedaanya adalah dari jumlah pemilih muda yang lebih banyak. Hasil survey Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang dilakukan pada September 2022 silam, menyatakan bahwa pemilih muda usia 17-39 tahun diprediksi mendekati 60 persen.

Dengan besarnya jumlah pemuda yang bersedia untuk memilih sesuai survey, maka KPU membuat beberapa rancangan untuk meningkatkan partisipasi mereka. Rancangan tersebut adalah dengan pertama, mengajak dan melibatkan masyarakat sebagai subyek dalam tiap tahapan pemilu. Kedua, memberikan informasi mengenai pelaksanaan pemilu. 

Ketiga, mengedukasi agar mengedapankan rasionalitas dalam memilih dan tidak mudah terpecah belah oleh ujaran kebencian. Keempat, mengajak masyarakat untuk terlibat sebagai pemantau pemilu. 

Ditambah adanya influencer yang kini banyak digandrungi remaja, menjadi lahan Bawaslu untuk mensosialisasikan pesta lima tahunan ini. Tersebab para influencer mempunyai banyak jaringan anak muda dari para penggemar hingga bisa memperluas pengaruh opini yang akan dibawanya.

Hendri Kurniawan, Direktur Eksekutif AKSARA Research and Consulting, menyatakan bahwa sekitar 86,1 persen dari responden yang berencana akan berpartisipasi dalam pemilu tidak berminat untuk menjadi anggota parpol. “Ruang yang diberikan oleh parpol terhadap anak muda masih relatif kecil, Kebanyakan mereka hanya dijadikan sebagai obyek dulangan suara,” ujarnya. (detik.com, 13/10/2024)

Pendidikan Politik 

Potensi pemuda untuk pembangunan sesungguhnya sangat terbuka lebar. Ide-ide brilian dari generasi Z yang ‘out of the box’ dan tidak terpikirkan oleh generasi sebelumnya, sangat membantu sesamanya untuk memberikan informasi ataupun opini tertentu tentang hal yang diaruskan. 

Sejarah negeri ini pun digerakkan oleh para pemuda. Mereka sangat diperhitungkan, bahkan ditakuti lantaran gagasan dan keberaniannya. Banyak peristiwa lahir dari gagasan dan peran pemuda, sumpah pemuda dan kemerdekaan misalnya, kedua peristiwa besar itu tidak luput dari tangan dan idealitas pemuda.

Namun, pengarusan gagasan yang membangun saat ini sudah tenggelam menjadi politik hura-hura. Sehingga pendidikan politik menjadi suatu hal yang penting bagi pemuda saat ini yang mayoritas dininabobokan dengan konten receh dan tidak mengarahkan pada berpikir kritis,  juga tidak peka masalah sosial.

Di lain sisi, ‘politik’ yang sedang dijajakan pun ala kapitalis yang akan terus menindas kaum lemah dan mengangkat yang kuat. Curang, kotor, licik, terus diperlihatkan dalam wajah politik yang demokratis. 

Fakta tentang culasnya demokrasi sudah banyak yang memberi gambaran, bahkan dari pegiat demokrasi sendiri. Namun mereka hanya memberikan nilai bahwa demokrasi negeri ini menurun poinnya. Padahal walaupun berganti orang sekalipun, tata aturan berdemokrasi tidak akan pernah membaik karena hal dasarnya tidak dipenuhi, yaitu manusialah yang membuat aturan, bukan Yang Maha Pencipta Aturan. 

Sehingga yang harus dibenahi adalah siapa yang berhak membuat ‘aturan’ negeri ini, yang dapat menyelesaikan segala masalah, tidak lain adalah Sang Pembuat Aturan, Allah Swt. Islam tidak hanya mengatur urusan individu, namun aturan Islam sangatlah lengkap. Seluruh aturan kehidupan ada di dalamnya termasuk urusan berpolitik. 

Dalam Islam, politik adalah mengurusi urusan umat di dalam negeri dan di luar negeri dengan aturan Al Khaliq. Termasuk urusan apa yang menjadi dasar negara, siapa yang memimpin negara, tata aturan kenegaraan seperti sistem perpolitikan, sistem pendidikan, sistem sanksi, sistem ekonomi, sistem hukum, dan lainnya, semua ada dalam Islam.

Dengan memiliki pemahaman terhadap semua sistem yang ada dalam aturan Islam, wawasan bernegara menjadi semakin dalam. Sehingga lahirlah sosok pemuda negarawan yang tidak mudah diiming-imingi cuan dan janji manis, padahal hanya pepesan kosong yang hanya diraup suaranya saja. 

Layaknya Salahuddin Al Ayubbi, Muhammad Al Fatih, dan yang lainnya, mereka berani berdiri di atas kebenaran atas dasar syariat dan melawan kemungkaran tanpa rasa takut sedikit pun. Generasi pemuda yang kuat selalu akan di temui di tiap masa, pun saat ini.  

Sehingga menjadi hal yang penting bagi para pemuda untuk melangkah didasari oleh iman, pahami Islam beserta tsaqofahnya, buang jauh-jauh aturan yang datang dari manusia, termasuk dalam bernegara. Dengan begitu, tentu akan lahir Muhammad Al Fatih baru yang tidak akan terwarnai dengan celupan lain selain Islam dan menatap dengan pandangan yang lurus untuk membangun negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar