Harga Beras Melambung Tinggi Jelang Ramadan, Kapitalisme Harus Dicampakkan!


Oleh Heni Ummu faiz

Ibu Pemerhati Umat


Seolah tidak pernah ada solusi di negeri ini. Di setiap menjelang Ramadan, harga kebutuhan pokok selalu saja berulang naik. Beras yang menjadi makanan pokok di negeri agraris justru membuat rakyat meringis. Bantuan sosial berupa beras yang dipercaya dapat membantu rakyat justru tak memberi solusi nyata, harga beras terus membuat kantong rakyat semakin terkuras.


Berdasarkan hasil sidak di Pasar Cihapit, Ketua KPPU, M. Fanshurullah, mengatakan bahwa  ditemukan kenaikan harga komoditas beras premium secara rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Padahal HET beras premium sebesar Rp 13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp 10.900/kg menjadi Rp 14.000/kg. (Katadata.co.id, 11/02/ 2024)


Padahal, beberapa kali Presiden Jokowi mengatakan tidak perlu khawatir, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa stok beras masih aman. Bahkan, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), stok beras berlimpah. Menurutnya,  yang paling penting adalah bagaimana pendistribusian secara baik dan sampai ke pasar, ke masyarakat, sampai pula ke supermarket. Semuanya bisa tersedia. Hal ini disampaikan saat meninjau langsung stok cadangan beras pemerintah (CBP) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, dan Gudang Perum Bulog di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat sejak kemarin, Kamis (15/2/2024) dan hari ini, Jumat (16/2/2024). 

(CNBCIndonesia.com ,16/2/2024)


Melonjaknya harga beras disinyalir oleh pemerintah dikatakan karena efek dari eL Nino yang berkepanjangan, sehingga di beberapa wilayah gagal panen. Namun ada juga yang berspekulasi, langka dan naiknya harga beras karena efek pemberian BLT. Namun pada dasarnya, kenaikan beras yang meroket karena adanya permainan para korporasi yang menguasai sektor pangan tersebut. Terlebih lagi,  menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti bahwa ada segelintir perusahaan besar yang mendominasi penguasaan beras. Akibatnya, sekalipun rajin impor tidak serta merta harga beras turun kembali.(Bisnis.com, 29/1/2024)


Menjelang Ramadan harga beras pun kian melonjak dan tidak terkendali. Di berbagai wilayah, operasi pasar terus digelar guna meredam gejolak di masyarakat. Mirisnya, ada pasar sembako murahpun membawa dampak kurang baik, semisal berdesakan hingga amukan akibat kekecewaan tidak mendapatkan beras murah yang diinginkan. Sementara di sisi lain, upaya-upaya yang dilakukan penguasa pun tak kunjung menurunkan harga beras di pasaran. 


Dari sini sudah bisa dianalisis bahwa negara gagal dalam mengendalikan politik pangan yang selama ini dimonopoli oleh konglomerat yang bermain di berbagai sektor, termasuk bidang pangan dan pertanian. Bulog yang digadang-gadang mampu mengendalikan harga nyatanya perannya kian minim. Semua bermuara karena sistem pertanian yang liberal. Akibatnya justru para petani di tanah air sering terzalimi. Susahnya lahan, biaya produksi yang tinggi, susahnya membeli pupuk, hingga saat panen tiba harga beras harus bersaing dengan derasnya beras yang diimpor dari negara lain. Akibatnya, petani dari kita sering merugi. Bukan hanya beras, komoditas pangan lain pun nyatanya harus terus bersaing dengan komoditas pangan impor dari negara lain.


Dengan adanya fakta lapang, semakin membuktikan bahwa negara gagal dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.

Pada akhirnya, masyarakat kita justru yang harus jadi korban menelan kepahitan harga-harga kebutuhan pangan yang kian tak terkendalikan terutama menjelang Ramadan. Ironisnya terus berulang dan tak terselesaikan.



Mencari Akar Masalah dan 

Solusinya


Untuk mencari akar masalah kondisi yang terjadi saat ini, maka kita perlu menelaah aturan apakah yang diterapkan di negara kita saat ini. Sistem yang hari ini diterapkan di Indonesia merupakan sistem yang berasal dari manusia yang serba lemah, yakni demokrasi sekularisme.


Sistem ekonominya yang diterapkan juga merupakan sistem ekonomi neoliberalisme yang menyerahkan pengaturan kepada para korporasi, para cukong (mafia beras) yang dengan kekuatan uangnya memainkan harga sekehendak hatinya. Inilah buah sistem demokrasi kapitalistik.


Mirisnya, negara dalam sistem ini hanya sekadar regulator yang tidak memiliki kekuatan untuk menekan mereka (para mafia beras). Pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. Tidak heran jika harga beras terus merangkak naik hingga mengalami kelangkaan menjelang Ramadan. Seharusnya, ini tidak boleh terjadi karena pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat.


Oleh karena itu, jika sistem ekonomi demokrasi kapitalistik telah nyata memberi kerusakan, maka sistem ekonomi yang patut kita jalankan adalah sistem ekonomi Islam. 


Sistem ekonomi Islam telah nyata memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini bisa kita tengok saat masa Islam kafah berdiri.


Politik ekonomi dalam Islam memiliki kekhasan dalam tujuannya yakni menjamin seluruh kebutuhan pokok bagi rakyat. Negara memiliki peranan penting untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat. Karena dalam Islam negara merupakan pelindung bagi rakyat.


Rasulullah saw. telah menegaskan dalam sabda Beliau bahwa,  “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.”(HR Muslim dan Ahmad).

Dari hadis ini jelas maka haram menyerahkan pengaturan pangan kepada korporasi yang merugikan rakyat.


Negara Islam hadir untuk menstabilkan harga, termasuk juga memberikan pengaturan politik pertanian yang merupakan titik sentral produksi pangan. Negara akan memberikan kesejahteraan kepada para petani. Pengadaan pupuk, kepemilikan lahan pertanian yang luas dan subur yang mudah, serta kemudahan bagi para petani dalam  penjualan gabah yang layak.


Belum lagi, ditambah edukasi terhadap petani untuk memahami teknologi pertanian yang modern sehingga petani dalam sistem Islam tidak ketinggalan dengan negara lainnya.


Bukan hanya itu, negara hadir pula dalam pengawasan dan pendistribusian pangan. Jika terjadi ketimpangan, akan segera menindak para mafia beras. Melarang adanya tengkulak, kartel, sistem ribawi yang akan mempermainkan harga di pasaran.


Negara khilafah juga akan menugaskan para _qadi hisbah_ untuk menindak siapa pun yang melanggar hukum-hukum terkait penjualan. Hukum dan sanksi yang diberikan pun tidak main-main apalagi mudah diriswah_ .

Dengan demikian, rakyat akan merasakan kesejahteraan berada di dalam sistem Islam kafah.


Oleh karenanya, sistem Islam kafah saja yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat. 14 abad lalu sudah dibuktikan bahkan orang-orang Barat pun mengakuinya. Lantas jika sudah demikian, mengapa masih ragu terhadap sistem Islam kafah yang memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya?


 Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar