Harga Beras Meroket, Rakyat Semakin Menjerit

 


Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Kelangkaan beras yang terjadi akhir-akhir ini membuat emak-emak menjerit. Pasalnya, tiba-tiba stok beras raib di pasaran,  kalaupun ada, harganya meroket dan  pembelian beras dibatasi.  Kota hujan Bogor pun mengalami hal yang sama, harga beras di sejumlah pasar di Kota Bogor mengalami kenaikan bahkan sejak awal tahun 2024. Untuk mengantisipasi kenaikan harga beras, Pemkot Bogor akan menggelar operasi pasar berkoordnasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas).


Berbagai asumsi pemicu kenaikan harga beras terus bermunculan. Dari keterlambatan panen, faktor cuaca, dan mahalnya harga pupuk pengaruh pemilu 2024. Jelang masa kampanye beras banyak diborong oleh para caleg dan kader politik untuk keperluan kampanye sehingga pedagang dan masyarakat nyaris tidak mendapatkan stok beras. (Kompas.com,13/02/2024)


Kenaikan harga beras ini tentu berdampak negatif bagi masyarakat. Apalagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah dapat dipastikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan beras yang layak untuk dimakan. Bahkan tak jarang mereka harus mencampur beras dengan makanan lain seperti ubi, singkong, jagung, dan lain sebagainya. Jika harga beras terus naik, bencana kelaparan dan krisis pangan bisa saja terjadi dan akan memakan korban.


Di sisi lain, kenaikan harga beras tidak serta merta menguntungkan dan mensejahterakan para petani. Sebab problem mendasar tidak sejahteranya para petani diakibatkan oleh kemiskinan struktural yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Minimnya lahan pertanian yang dimiliki oleh para petani, mahalnya harga benih dan pupuk, ditambah serbuan impor beras yang membuat hasil panen tidak laku dipasaran. 


Dan seperti biasa, untuk mengatasi persoalan ini pemerintah selalu menggunakan solusi klise. Impor, operasi pasar, bansos, dan lain sebagainya. Seakan semua itu menjadi solusi tuntas mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga beras yang terus berulang. Padahal upaya tersebut ibarat pil penahan rasa sakit yang hanya bersifat sementara dan tak mampu menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya. Dan upaya-upaya ini hanya menguntungkan para pemangku kebijakan 


Sesungguhnya, masih banyak upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harganya beras, jikalau pemerintah peduli terhadap rakyatnya. Namun sayangnya, sistem kapitalisme yang menjadi ruh lahirnya berbagai kebijakan dan aturan hanya menjadikan pemerintah layaknya pedagang dan rakyat sebagai pembelinya. Sehingga tak tampak wujud penguasa sebagai pelayan bagi urusan rakyatnya. Kapitalisme yang menjadi asas negara ini telah menyerahkan proses distribusi kepada pasar tanpa aturan, sehingga terjadi monopoli, penimbunan, dan mafia kartel yang bermain di pasar. Kondisi ini tentu menguntungkan pihak-pihak tertentu dan membuat rakyat semakin sengsara, 


Berlarutnya lonjakan harga beras, menjadi bukti nyata kegagalan politik pangan dan pertanian ala kapitalisme yang diterapkan saat ini. Terbukti berbagai upaya yang dilakukan tidak mampu mengatasi kenaikan harga dan hal ini terus menjadi persoalan yang berulang. Sejatinya, potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia pun tak mampu dikelola untuk memujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan masyarakat.


Berbeda halnya dengan Islam yang memiliki seperangkat aturan sempurna mampu memberikan solusi untuk setiap persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Islam sangat memperhatikan masalah pangan karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara (khalifah) untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, terutama pangan. Sebab penguasa dalam Islam memiliki fungsi sebagai pelayan bagi rakyat yang senantiasa hadir untuk memenuhi dan menjamin apa saja yang dibutuhkan oleh rakyat.


Oleh karena itu, negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga dipastikan setiap individu rakyat dapat memperoleh beras dengan mudah dan harga yang terjangkau. Pada sektor hulu (produksi) negara akan memberikan bantuan kepada petani berupa lahan, pupuk, benih, alat pertanian, dan lain sebagainya. Sedangkan di sektor hilir (distribusi), negara akan hadir mengawasi para penjual dan pembeli agar terwujud sistem distribusi dan harga yang wajar. Melarang dan mencegah terjadinya penimbunan, mafia kartel, dan lain sebagainya, disertai penegakan hukum secara tegas dan membuat jera. Pengawasan ini dilakukan secara serius dan khilafah akan mengangkat sejumlah qadhi hisbah untuk melaksanakan tugas tersebut. 


Dengan mekanisme demikian ketahanan pangan akan terwujud dengan mudah karena negara berperan sebagai penjamin dan penanggung jawab melalui penerapan syariat Islam yang sempurna. Hal ini secara otomatis akan mencegah terjadinya lonjakan harga dan dapat memperbaiki perekonomian para petani semakin sejahtera. Inilah bukti hadirnya negara di tengah rakyat tatkala rakyat membutuhkannya.


Sudah sangat jelas sistem kapitalismelah yang menjadi biang kerok muncul berbagai persoalan kehidupan. Sehingga sistem yang berasal dari lemahnya akal manusia harus lenyap dari muka bumi dan diganti dengan sistem yang mampu memberikan kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, yaitu sistem khilafah. Wallahua’lam.



Oleh Siti Rima Sarinah













Posting Komentar

0 Komentar