Nestapa Umat, 100 Tahun Tanpa Khilafah


#Reportase - Perhelatan agenda Rajab ‘It is Time to be One Ummah’, terselenggara di salah satu sudut Kota Megapolitan Jakarta, Ahad, 18 Februari 2024. Dihadiri oleh 50 orang lebih undangan tokoh dari berbagai kalangan.

Dipandu moderator andal Akhmad Adiasta, para undangan antusias menyaksikan video pembuka Talkshow bertajuk “Nestapa Umat, 100 Tahun Tanpa Khilafah”. Tayangan menampilkan runtutan bencana yang datang ke Nusantara, karena ketiadaan khilafah.


Narasumber pertama, seorang Sejarawan Muslim, Ustaz Abdurrahman Al Khaddami, mengilustrasikan kondisi dunia saat Islam belum turun. Beliau memaparkan situasi saat itu dalam dua kondisi. Pertama, dari sisi keyakinan adanya kesyirikan, kekufuran yang merajalela. Kedua, dari sisi politik, dunia terpecah belah, hidup berkoloni-koloni.

Kemudian secara sosial, penyikapannya terhadap generasi, perempuan, dan masyarakat tidak mendukung. Secara ekonomi, melemah. Kondisi tidak baik umum terjadi di seluruh dunia, pada masa ‘Fatrah’. Secara fisik, bisa dikatakan maju. Hanya saja, masyarakat tidak dapat dilihat dari sekedar bangunan fisik. Tentunya terdapat perbedaan yang mencolok antara manusia sebelum dan setelah datangnya Islam.

Perjalanan demi perjalanan, setelah Islam datang, hanya sekitar 40 tahun, bangsa Arab sudah menggoncang posisi Persia dan Romawi. Mulai dari Madinah, Mesir, Syam, Irak, Khurasan, sampai pembebasan Baitul Maqdis, keadaan stabil dengan minim konflik.

90 tahun berikutnya, posisi Islam sudah sampai Andalusia, perbatasan China, dan India. Islam terus menyebar ke berbagai wilayah dan membuatnya lebih baik. Walaupun tidak dipungkiri konflik ekasternal akan selalu ada di depan mata, namun secara umum tidak mengganggu kondisi kaum muslimin. Tidak hanya Arab, setiap bangsa yang masuk ke dalam Islam akan berubah, meningkat kualifikasinya, dan menjadi estafet peradaban Islam. 

Semangat para undangan bertambah ketika Cendekiawan Muslim, Ustaz Ismail Yusanto. M.M., sebagai narasumber kedua, menjelaskan bahwa peradaban datang silih berganti, mengikuti sunatullah. Peradaban yang kuat pasti akan mengungguli peradaban yang lemah. Yang membuat peradaban itu kuat dan lemah adalah para penopang peradaban itu. Yang menopang peradaban Islam, ya tentu saja umat Islam.

Namun saat ini peradaban emas itu sudah runtuh. Ada yang patut dipersalahkan atas keruntuhan peradaban Islam, yaitu pertama tak lain adalah umat Islam itu sendiri. Di samping itu, tentu saja orang lain. Ada faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal tersebut mencakup ancaman, tantangan, hambatan, rintangan, dan gangguan oleh mereka yang tidak suka apabila peradaban Islam terus berdiri tegak.

Dalam Al Baqarah:120, Allah berfirman:
  وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Artinya: Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sampai engkau mengikuti agama/tatacara mereka.

Dalam surat tersebut menunjukkan bahwa ketidaksukaan kaum kafir terhadap Islam bersifat abadi hingga hari kiamat, sampai kita mengikuti ‘millah’ mereka. Mereka menginginkan agar kaum muslimin mempunyai kesamaan cara pandang tentang kehidupan dengan mereka. Namun kesamaan cara pandang ini bersifat memaksa dalam wujud apapun.

Hingga saat ini mereka menuai hasilnya. Sebagai contoh bahwa tidak ada perbedaan hari ini antara umat Muhammad saw. dengan kaum kafir. Partainya sekulernya sama, ekonomi yang diemban sama, politik, ‘food, fashion, dan fun’ juga sama. Itulah faktor eksternal yang terus bekerja di sepanjang masa.

Ustaz Ismail menyatakan bahwa mereka terus mencari cara untuk menyerang Islam dengan cara yang strategis. Bila mereka melihat hambatannya terdapat pada keutuhan agama, maka mereka akan menyerangnya. Begitu pula saat mereka melihat hambatannya terdapat pada institusi khilafah, maka mereka akan memorak- porandakan institusi tersebut. Serangan terhadap Khilafah adalah serangan kepada tubuh umat Islam.

Runtuhnya khilafah berjalan sangat sistematis. Sekalipun sudah dianggap ‘The Old Sick Man of Europe’, namun Khilafah Usmani masih terlihat gagah, karena pemimpinnya masih menyisakan sifat-sifat seorang pejuang yang berkeperibadian Islam.

Saat ini, kaum muslimin sedang berada di situasi tidak ada pelindung dan berada di dalam peradaban sampah (Garbage Civilization), di mana seluruh nilai-nilai kebaikan ditepis, diabaikan, dan dibuang.
Oleh karenanya, tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan umat dan menyelamatkan dunia. Hal ini dapat diupayakan dengan lahirnya kembali peradaban agung (Islam). Tidak ada ‘golden age’, kecuali dalam daulah khilafah.

Terakhir Ustaz Ismail memberikan gambaran bahwa yang harus dilakukan adalah memunculkan kebangkitan. Pertama, memberikan opini di tengah umat untuk memiliki kesadaran terhadap masalah. Kedua, umat harus disadarkan dengan gambaran kehidupan muslim yang semestinya. Kemudian, harus dijelaskan pada umat bagaimana merubah dari senyatanya menjadi semestinya.

Talkshow semakin semarak ketika kedua narasumber menjawab dengan bijak semua pertanyaan para penanya, terkait limitasi terkini umat Islam dan jalan perubahan kebangkitan umat Islam. Jalannya acara ditutup dengan tertib dan khidmat setelah closing statement dan doa penutup.

Posting Komentar

0 Komentar