Oleh Esem Alhusna
#Bekasi - Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi membangun 10 halte baru berkonsep modern. Ke-sepuluh halte tersebut terletak di jalan Cut Mutia (5 halte), Jalan Sersan Aswan (1 halte), Jalan Jenderal Sudirman arah Stasiun Kranji (1 halte), Jalan Jenderal Sudirman depan Grand Mall, (1 halte) dan Jalan Chairil Anwar (2 halte).
Berdasarkan informasi dari laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bekasi, anggaran untuk membangun 10 halte itu diambil dari APBD-P tahun 2023. Nilainya bervariasi mulai dari Rp 133-178 juta per halte.
Adapun pejalan kaki yang hendak melewati halte, harus masuk ke jalur kendaraan, karena jalur pejalan kaki termakan bangunan halte.( Tempo.co, 18/1/2024)
Adapun fasilitasnya cukup lengkap yaitu papan informasi kota, terkoneksi dengan jaringan ATCS (Area Traffic Control System), Fasilitas USB Charger, Fasilitas penyandang Disabilitas, dan untuk keamanan juga dilengkapi dengan jaringan CCTV.
Pembangunan halte tersebut pun menuai kritikan dari beberapa warga dan dianggap tidak terlalu dibutuhkan.
Dengan budget 180 juta, warga lebih menginginkan dana sebesar itu digunakan untuk memperbaiki jalanan yang rusak. Karena masih banyak jalan di Bekasi yang berlubang sehingga menyebabkan kecelakaan bagi para pengguna jalan.
Ditambah sekarang memasuki musim penghujan, dimana air menggenang dimana-mana menyebabkan jalan berlubang tertutup air sehinngga membahayakan para pengendara motor.
Maka wajar apabila masyarakat menilai pembangunan smart halte bukanlah keputusan yang smart untuk penggunaan anggaran.
Karut marut tata kelola anggaran ini akibat urusan anggaran diatur sesuai kehendak para penguasa di sistem Kapitalis.
Pemerintah lebih mengutamakan keinginan untuk membuat smart city dibandingkan mendahulukan kebutuhan umat. Sehingga penggunaan anggaran terkesan hambur atau tidak tepat guna.
Smart dan Tepat Dalam Penggunaan Anggaran
Pengelolaan anggaran sesungguhnya butuh sisi ruhiyah ideologis sehingga mengarah pada tujuan yang benar.
Sebagaimana perhatian Umar bin Khattab dalam pembangunan kota selain memperindah dan memperluas Masjidil haram, beliau juga membangun jalan dan transfortasi mengharuskan aman bagi para pengguna jalan/ musafir serta mendirikan perbatasan dan perkotaan sebagai basis bisnis militer dan pusat penyebaran peradaban. Pembanguan –pembangunan kota dalam masa Umar seperti Kufah dan Basrah juga berdasarkan kaidah yang benar dan peten.
Kufah merupakan perpaduan antara suasana perkotaan dan udara dan tanah pedesaan sehingga itu lebih mendorong pada kesehatan dan kesejukan. Serta kota – kota pada masa Umar dibangun dengan aman, tentram dan makmur.
Sehingga dari apa yang dicontohkan Umar pembangunan –pembangunan itu lebih di fokuskan pada fungsi ruhiyah dan kemaslahatan umat, bukan asal semata.
Boleh- boleh saja pembangunan smart halte, hanya saja pemerintah harus tanggap mana dahulu yang seharusnya diutamakan, terlebih halte sebelumnya masih bisa digunakan. Sehingga penggunaan anggaran bisa diperuntukan untuk kebutuhan primer umat.
Seperti Pengurangan kemiskinan, lowongan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, keamanan serta infrastruktur seperti jalan rusak yang harus segera ditangani.
Dalam sistem Islam, anggaran negara harus sejalan dengan fungsi kepemimpinan yang sekaligus menjadi tujuan bernegara, yaitu mengurusi seluruh urusan umat (raain) dan menjadi penjaga mereka (junnah). Wallahu’alam bishawwab
0 Komentar