Waspadai Klientelisme pada Pemberian Bansos Jelang Pemilu 2024




Oleh Dewi Purnasari

Aktivis Dakwah Politik


Pemberian bantuan sosial (bansos) idealnya ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong daya beli kelompok masyarakat paling rentan (rawan kemiskinan). Namun, bila bansos digelontorkan di masa menjelang Pemilu, maka berpotensi akan rawan disalahgunakan untuk mengerek elektoral. Terutama saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) masif berkampanye mendukung salah satu pasangan calon pada Pemilu 14 Februari 2024 ini. 


Fenomena pemberian bansos untuk rakyat sesungguhnya pertama kali dilaksanakan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2005. Kala itu SBY menggunakan istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk meredam efek atas kenaikan harga bahan bakar minyak. 


Uniknya, saat itu Jokowi menolak keras program pemberian bansos karena dianggap dapat membudayakan pola hidup tidak mandiri. Kini di periode kedua jabatannya, Jokowi berubah seratus delapan puluh derajat. Ia justru lebih royal memanjakan rakyat dengan gelontoran bansos dan BLT berupa uang tunai yang tidak sedikit. Dahulu, di periode pertama menjabat presiden tepatnya di tahun 2016, Jokowi hanya mengucurkan Rp 150,84 triliun untuk melindungi rakyat dari masalah sosial melalui pos anggaran belanja negara untuk fungsi perlindungan sosial.


Namun, di  awal tahun 2024 jelang akhir masa jabatan presidennya ternyata Jokowi bertekad menyalurkan bansos dengan dana yang luar biasa besar. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengatakan bahwa besaran anggaran bansos ini berpotensi memecahkan rekor baru. Sri Mulyani mengatakan bahwa anggaran bansos pada APBN tahun 2024 ini mencapai 496 triliun, hingga nyaris menyentuh angka setengah kuadriliun. Anggaran ini sangat fantastis sehingga tercatat naik Rp 20 triliun dibandingkan anggaran serupa pada tahun 2023. Bahkan bansos kali ini mengalahkan besaran bansos yang dikeluarkan pada masa Pandemi Covid-19 lalu.


Mirisnya, ternyata ditemukan dalam catatan BPS bahwa program-program bansos di era Jokowi dari 2014 hingga 2022 hanya menghasilkan penurunan penduduk miskin sekitar 1 persen saja. Tercatat presentase penduduk miskin pada 2014 sebesar 10,96 persen, sedangkan pada 2022 sebesar 9,5 persen. Sementara rasio gini nasional tercatat sebesar 0,41 pada 2014 sedangkan pada Maret 2023 sebesar 0,4. Nyaris tidak berubah, padahal meminimalisir tingkat kesenjangan adalah tujuan utama digulirkannya bansos dan BLT.


Masalah pelik beraroma politik tentu akan muncul seputar bansos karena terkait urusan perut rakyat. Negeri ini mempunyai 25,90 juta penduduk miskin (per Maret 2023) yang menjadi sensitif jika terkait ketersediaan pangan dan harga pangan. Mantan Menteri Keuangan RI (2013-2014) Chatib Basri mengakui pada kanal Total Politik (16/11/2023) bahwa bansos (BLT) punya implikasi terhadap ekonomi dan politik. Dalam pandangan ekonomi, rakyat memang harus diberi BLT ketika harga beras naik, menurutnya. “Orang kalau dikasih BLT itu konkret secara politik, dikasih cash, dikasih support. Kalau yang lain dikasih janji, itu abstrak,” tutur Chatib Basri.

 

Namun. di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa bansos dan BLT tidak bisa menjadi solusi utama untuk menuntaskan kemiskinan di Indonesia. Bansos dan BLT hanya   bisa menjaga daya beli masyarakat dalam jangka waktu terbatas. Ibaratnya jika diberikan ikannya saja, maka akan habis pada waktunya. Sementara jika pancingnya tidak diberikan, maka saat ikannya habis, tidak ada lagi yang bisa dimakan untuk waktu selanjutnya. Maka jika ingin mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia para penerima bansos dan BLT rasanya sungguh jauh panggang dari api. 


Mirisnya, di sinilah pemerintah bermain politik. Bansos dan BLT dijadikan alat untuk meraup elektabilitas dalam Pemilu. Bagaimana tidak, Jokowi yang  nota bene mendukung paslon Capres dan Cawapres Probowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka giat membagi-bagikan bansos dan BLT setiap kali melakukan kunjungan kerja kepresidenan. Bagi-bagi bansos dan BLT inipun dipilih yang strategis waktunya yakni sebelum hari H Pemilu, 14 Februari 2024. Manuver Jokowi ini tentu bisa berdampak pada peningkatan elektabilitas paslon 02 tersebut. 


Jokowi jelas memainkan klientelisme (pertukaran barang atau jasa untuk mendapatkan dukungan politik). Apalagi kalau permainan ini dilakukan pada rakyat yang buta politik atau rakyat yang berpegang pada pragmatisme belaka. Maka dengan menyematkan stiker bertuliskan “Bansos Jokowi” pada paket bansos atau amplop BLT yang diberikan, akan berpotensi penerima bansos akan memilih paslon 02. 


Penerima bansos dan BLT sesungguhnya harus mengetahui dan menyadari betul bahwa dana bansos dan BLT bukan bersumber dari saku Presiden, bukan pula dari saku Prabowo dan Gibran ataupun paslon-paslon lainnya. Dananya justru dari rakyat sendiri yang masuk ke APBN dari penarikan berbagai macam pajak. Jadi bansos dan BLT sebenarnya bersumber dari uang rakyat juga, yang dipalak dengan sukarela atau terpaksa dengan mekanisme penarikan pajak-pajak oleh pemerintah.  


Di sini Presiden jelas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan dana APBN negara demi memenangkan paslon yang didukungnya. Karenanya rakyat harus mewaspadai upaya-upaya penyalahgunaan ini. Rakyat harus menolak dibodohi oleh manuver politik yang kotor seperti ini. Seharusnya rakyat memahami bahwa kita adalah pihak yang harus diurus (di-riayah) oleh pemimpin, bukan dimanfaatkan semata. Hal ini karena pemimpin sejatinya ada memang untuk mengurus rakyat (al-imamamu raa’in), bukan memanfaatkan rakyat. 


Rakyat bukan pihak yang boleh dijadikan sasaran meraup suara dalam Pemilu lima tahun sekali, lalu setelah suara didapat, rakyat ditinggalkan bahkan dizalimi. Islam telah menetapkan peraturan yang tegas terkait kepemimpinan dalam hal ini: "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara yang baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin dengan baik (memimpin dengan peraturan Islam)." (HR Muslim). []

Posting Komentar

0 Komentar