Kampung Bayam: Terlunta di Tengah Gula-Gula Penguasa

 


Oleh Anggun Mustanir


#Analisis - Tahun baru ternyata tidak juga menghantarkan warga Kampung Bayam pada nasib baik. Dikutip dari laman detiknews.com, 19/12/2023, Sekitar 40 KK (kepala keluarga) menghuni Kampung Susun Bayam di Jakarta Utara (Jakut) secara paksa tanpa listrik dan air. Mereka berasal dari kelompok tani. Kelompok ini berbeda dengan eks Kampung Bayam yang sempat mendirikan tenda di dekat JIS kemudian dipindah ke Rusun Nagrak.


Menanggapi keluhan 40 KK yang masih bertahan di KSB, Direktur Utama PT Jakpro, Iwan Takwin menyebutkan bahwa perseroan sebelumnya sudah memberikan uang ganti rugi kepada warga yang bangunannya dirobohkan untuk pengembangan Kawasan Jakarta International Stadium (JIS), Jakarta Utara. Besarannya ditentukan oleh pihak konsultan. Iwan menegaskan tidak ada perjanjian tertulis antara perseroan dengan warga eks Kampung Bayam, Jakarta Utara soal hunian Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara.


Namun, Warga Kampung Bayam yang masih menempati KSB di Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, menolak disebut sudah mendapat kompensasi dari pembangunan JIS. Warga menilai, keberadaan KSB adalah bagian dari kompensasi tersebut.


Miris, pembangunan JIS yang begitu megah ternyata menyisakan pilu bagi masyarakat. Dari sedikit fakta di atas, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan yaitu: Pertama, penguasa dalam hal ini pihak-pihak yang berwenang dan terlibat di dalamnya nyatanya tidak benar-benar fokus memberikan solusi terbaik bagi warga.


Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi mengungkap sejak awal konsep Kampung Susun yang dijanjikan Anies Baswedan untuk warga Kampung Bayam. Namun, realisasinya ditempati orang luar yang tidak pernah tinggal di sana. Padahal, Pemprov DKI Jakarta, memiliki program Community Action Plan (CAP). Program ini untuk menanyakan kepada warga konsep tempat tinggal seperti apa yang akan dibangun menggantikan tempat tinggal lamanya. Menurutnya, untuk apa dilakukan CAP kalau ujung-ujungnya KSB untuk para pekerja pendukung JIS. Hal itu merupakan pembohongan publik. Hal tersebut dianggapnya istilah halus dari penggusuran. Prasetyo juga menilai seringkali program Pemprov hanya bagus di kata-kata tetapi kenyataannya buruk pada realisasinya. 


Sementara itu, menurut Manajer Proyek PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Arry Wibowo, karena JIS areanya sangat luas, nantinya pekerja mulai dari janitor hingga penjaga keamanan di JIS akan mendapatkan hunian di Kampung Susun Bayam yang sedang dibangun oleh Jakpro. Jadi, memang disiapkan untuk pekerja JIS.


Kedua, para pemangku kebijakan justru saling lempar tanggung jawab. Anies Baswedan mengkritik langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang tidak mengizinkan warga untuk menempati Kampung Susun Bayam. Menurutnya, semua hal terkait Kampung Bayam telah tuntas, sehingga warga tinggal diberi izin untuk menempati. Ia berpandangan Pemprov DKI seharusnya memberi izin tersebut (cnnindonesia.com, 6/1/2024).


Di lain pihak, Direktur Utama PT Jakpro Iwan Takwin mengatakan bahwa secara historis warga Kampung Bayam merupakan penggarap lahan milik Pemprov DKI Jakarta dan tidak memiliki hak atas tanah yang ditempati. Walau demikian, menurutnya sejumlah 642 KK masyarakat Kampung Bayam sudah mendapat biaya kompensasi atas penggantian hunian mereka di sana. Menurutnya, kompensasi tersebut merupakan hasil musyawarah secara berkelanjutan dengan kelompok-kelompok warga eks Kampung Bayam.

Sementara itu, PJ Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi ketika didesak menyelesaikan polemik Kampung Bayam mengklaim saat ini warga Kampung Bayam sudah nyaman menempati Rusunawa Nagrak, Pasar Rumput. Heru juga mengaku tidak tahu-menahu soal janji lama terkait hunian Kampung Susun Bayam. Yang jelas, menurut dia, hunian tersebut berdiri di dalam area yang sama dengan stadion JIS (detiknews.com, 26/10/2023).


Jadi, alih-alih duduk bersama mencari solusi tuntas. Antara eks Gubernur, Orang-orang yang ada di DPRD DKI Jakarta dan Pemimpin saat ini yakni PJ Gubernur malah saling tuding. 


Ketiga, di musim kampanye lalu, penderitaan warga Kampung Bayam malah dijadikan komoditas politik. Polemik terkait Kampung Bayam kembali mencuat setelah mantan Gubernur DKI Anies Baswedan maju bertarung di palagan Pilpres 2024. Pada 18 Januari 2024 lalu, seorang warga eks Kampung Bayam curhat ke Anies soal nasib warga yang hingga kini tidak kunjung menempati Kampung Susun Bayam. Dikutip dari halaman detiknews.com, 05/01/3024, menurut Anies semestinya KSB yang dibangun di eranya sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah bisa ditempati warga eks Kampung Bayam.


Selain Anies, tidak ketinggalan, Mikail Azizi Baswedan dan anak cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar, Rahma Arifa juga mendatangi warga di Kampung Susun Bayam, Jakarta Utara (cnnindonesia.com, 1/2/2024). Selain itu, salah satu Caleg dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Cheryl Tanzil juga mengunjungi Kampung Bayam sebagai bagian dari agenda kampanye. Mereka beramai-ramai menunjukkan kepeduliannya dan menjanjikan nasib baik di depan sana jika mereka berhasil merebut kursi kekuasaan di ibu kota. 


Anggota DPR Ahmad Sahroni yang saat ini kembali mencalonkan diri pun mendatangi Kampung Bayam. Dia memberikan ultimatum ke PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono terkait hak-hak warga Kampung Susun bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara (liputan6.com, 22/1/2024).


Dari analisis di atas jelas bahwa warga Kampung Bayam dihadapkan pada dilema yang berkepanjangan. Mendapat siraman janji-janji tak bertepi yang ujungnya berbeda realisasi. Karena memang tidak memiliki kekuatan hukum tinggal di atas tanah yang konon katanya milik negara, warga hanya bisa pasrah saja. 


Sesungguhnya apa yang dialami warga Kampung Bayam juga dialami beberapa warga ibu kota lainnya. Penguasa yang saat ini masih setia dengan sistem demokrasi kapitalisme memang punya tabiat tidak menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas. Saat musim kampanye kesedihannya semakin didramatisasi, suaranya diambil tapi nantinya lagi-lagi pil pahit yang diterima warga. 


Pastinya sangat menyayat hati ketika melihat kondisi bedeng-bedeng di pinggir rel kereta dan nasib warga Kampung Bayam yang tinggal di rumah susun tanpa listrik, tanpa air. Hal tersebut sangat kontras dengan JPO atau jembatan penyeberangan orang yang rampung dibangun dan menghabiskan dana senilai Rp99 miliar dan terkoneksi dengan Ancol.


Yah, mau bagaimana lagi? Selama para pemangku kebijakan belum “move on” dari sistem kufur demokrasi kapitalisme ini, kasus-kasus seperti yang dialami warga Kampung Bayam akan terus terjadi. Sangat berbeda tentunya jika para penguasa mau kembali dan taat pada aturan Islam yang berasal dari Allah SWT. 


Sudah masyhur dan tertulis dalam sejarah bahwa dahulu para penguasa besutan Islam sangat mengutamakan kepentingan rakyat dan sangat takut berbuat zalim. Alasannya adalah karena standar halal-haram yang ditentukan Al Quran dan assunnah. Berbeda dengan sistem hari ini yang justru menjadikan ayat konstitusi di atas ayat suci. Oleh karena itu, di penghujung Rajab ini mari sama-sama kita kembali pada tuntunan hukum Islam yang dengannya akan mendatangkan rahmatan lil alamin dan menjauhkan kita dari penderitaan seperti saat ini, wallahu alam bishawab. 

Posting Komentar

0 Komentar