Marak Bullying di Pesantren, Kok Bisa?


Oleh Siti Rima Sarinah


Sejatinya pesantren adalah sebuah tempat menimba ilmu untuk mencetak generasi Quran yang memiliki kepribadian Islam.  Pesantren lekat dengan suasana para santri yang bukan hanya belajar ilmu agama melainkan juga ilmu dunia, yang kelak ilmu tersebut bermanfaat bagi umat. Bahkan setiap orang tua mendambakan anak-anak mereka bisa mengenyam pendidikan di pesantren, dan hal tersebut tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para orang tua.

Pesantren menjadi tempat ‘teraman’ bagi orang tua untuk menitipkan anak-anak mereka mencari bekal ilmu. Sebab, rusaknya pergaulan hari ini membuat kekhawatiran para orang tua terhadap masa depan anak-anak mereka. Namun, akhir-akhir ini marak terdengar berbagai macam kasus bullying terjadi di pesantren yang mengakibatkan korbannya harus meregang nyawa.

Salah satu kasus viral, kematian seorang santri berusia 14 tahun di Pesantren Al-Hanifiyyah, Kediri diduga akibat dianiaya oleh temannya. Jenazah santri yang luka lebam di sekujur tubuh ditambah ada luka seperti jeratan leher. Hidungnya terlihat patah dan di tubuh korban ditemukan sundukan rokok pada bagian kaki dan satu luka di bagian dada. (detik.com, 27/02/2024)

Kasus bullying yang terjadi di pesantren tentu membuat kekhawatiran bagi orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya di pondok pesantren. Pakar anak UM Surabaya, Holy Ichda Wahyuni mengatakan bahwa keberadaan  pesantren secara historis memiliki peranan besar bagi dunia pendidikan di tanah air. Pesantren sebagai pelopor pendidikan dalam menanamkan nilai religiusitas, etika, dan moral.

Fenomena kasus bullying yang terjadi di pesantren harus kita sikapi dengan bijak. Adanya kasus bullying di pesantren pada hakikatnya bertolak belakang dengan tujuan pesantren bagi masyarakat. Karena pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan untuk membantu orang tua mencetak generasi yang kepribadian Islam. Seorang santri di pesantren sangat dekat dengan Al-Quran, selain dididik untuk menjadi hamba yang taat dan patuh, juga dididik untuk mandiri, sabar, displin, peduli, dan peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Suasana belajar di pesantren dibangun atas kesadaran bahwa keberadaannya di pesantren untuk menjadikannya pribadi yang bisa membedakan salah dan benar sesuai dengan syariat agamanya. 

Adakalanya masyarakat, khususnya orang tua memasukkan anaknya ke pesantren karena tidak sanggup mendidik dan mensalihkan anaknya. Sehingga terkadang, pesantren menjadi ‘tempat laundry’ bagi orang tua untuk mensalihkan anak-anak mereka. Karena keterpaksaan inilah kerap kali menjadikan sang anak pelaku bullying di pesantren. Bahkan, pesantren terkadang menjadi ‘tempat pembuangan anak-anak nakal.

Inilah kesalahan yang kerap kali dilakukan oleh sebagian masyarakat dalam memandang pesantren. Anak-anak yang terbiasa tawuran, bullying, dan kenakalan remaja lainnya membuat orang tua patah arang sehingga pesantren seakan menjadi tempat instan untuk merubah perilaku anak-anak mereka. Padahal keluarga dan lingkungan masyarakat juga memiliki pengaruh besar bagi maraknya bullying yang dilakukan oleh anak. Kesibukan orang tua bekerja sehingga tidak menjalankan fungsinya dengan baik, juga begitu mudahnya anak mengakses informasi dari internet berperan besar atas terjadinya bullying. Kekerasan yang diakses di game online dan lain sebagainya sehingga kekerasan menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak, bahkan remaja. 

Bullying hanyalah salah satu dampak dan yang menjadi akar permasalahannya adalah penerapan sistem sekuler kapitalis di negeri ini. Sistem rusak dan batil ini telah berhasil mencetak generasi tak bermoral dan jauh dari nilai-nilai agama. Kebebasan yang menjadi asas sistem ini telah membuat manusia bertingkah laku sesuainya tanpa memperdulikan halal dan haram.

Walhasil, pesantren sebagai bagian institusi pendidikan pun terdampak imbas rusaknya sistem sekuler kapitalis. Sebab, negara tidak menjalankan perannya untuk membentengi generasi dari hal-hal yang merusak, justru kekerasan berseliweran dengan bebas di internet yang mudah untuk diakses oleh generasi. Selama sistem yang meminggirkan peran agama dalam kehidupan masih bercokol, maka selama itu pula kasus bullying terus akan menghantui generasi.

Satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan generasi faqih fiddin, berkepribadian Islam, dan terdepan dalam sains dan terknologi hanya sistem khilafah islamiyah. Islam telah memberikan kewajiban kepada orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi generasi. Membangun suasana keimanan dan ketakwaan bagi seluruh anggota keluarga, sebagai benteng dari kemaksiatan.

Perlunya kontrol masyarakat dengan membangun suasana amar makruf untuk mencegah berbagai macam kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak. Sehingga bisa mengantisipasi semua tindakan kriminalitas. Dan yang terpenting, peran negara yang wajib mewujudkan kehidupan yang jauh dari berbagai macam unsur kekerasan, termasuk bullying. Dengan menerapkan sistem aturan Islam diseluruh lini kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam agar mampu menghasilkan generasi berkepribadian Islam, jauh dari perilaku kekerasan dan kriminal. Negara juga menutup rapat akses internet dan media sosial yang mengandung unsur kekerasan dan hal-hal yang merusak akidah anak. Menerapkan sistem sanksi bagi siapa pun yang melakukan bullying dan semacamnya, dengan sanksi yang setimpal dan memberi efek jera. 

Dengan mekanisme seperti ini kasus bullying dan kekerasan lainnya bisa dibabat habis hingga ke akar-akarnya. Saatnya seluruh kaum muslim bersinergi bersama menyelamatkan generasi muslim akibat penerapan sistem sekuler. Dan, menggantinya dengan sistem yang terbukti berhasil menghasilkan generasi berkualitas dalam naungan khilafah islamiyah. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar