Meniti Jalan Panjang Menuju Eliminasi TBC




Miris! Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus tuberkolosis atau TB terbanyak. Sebagaimana yang disampaikan dokter spesialis paru Erlina Burhan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Sabtu, 17 Februari 2024. Menurutnya, setidaknya ada 16 orang per jam meninggal akibat tuberkolosis. Belum lagi, Indonesia tengah dikejar-kejar target eliminasi TB 2030 dengan mengakhiri epidemi TB yang selaras dengan program End TB Strategy yang diinisiasi oleh WHO. Sehingga, di 2050, visi untuk mencapai kurang dari satu kasus per satu juta penduduk dapat dicapai. Salah satu pilar End TB Strategy adalah vaksinasi dengan tujuan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) sehingga tidak terinfeksi atau jika terinfeksi tidak sampai parah.


Merespons terkait kasus serupa, Menteri Kesehatan Republik Indoneisa (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada urgensi untuk mempercepat penyediaan vaksin TBC atau tuberkulosis baru. Menurutnya, kehadiran vaksin TBC yang baru bisa menjadi solusi perlindungan yang ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat menghadapi tuberkulosis. Dan, mengurangi dampak ekonomi akibat biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas. Indonesia juga berkomitmen menyediakan pengobatan TB yang lebih singkat, memperkuat kolaborasi dengan komunitas, serta melakukan inovasi pembiayaan untuk layanan TB.


Jika dikritisi, sebenarnya persoalan TB merupakan persoalan sistemik, bukan sekadar persoalan daya tahan tubuh masyarakat. Tapi harus dilakukan upaya memutus mata rantai penularan. Sebagaimana diketahui, TBC ditularkan melalui bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini mudah ditransmisikan lewat bersin, batuk atau sekadar berbicara dengan penderita. Sementara itu, kumannya hanya bertahan beberapa jam di udara terutama di ruangan minim cahaya matahari dengan ventilasi yang kurang. 


Oleh karena itu, dengan melihat fakta bahwa 8 dari 100 rumah tangga masih tinggal di rumah kumuh yang tidak sehat dengan sanitasi yang buruk, menjadi penyebab semakin mudahnya penularan TBC di tengah masyarakat. Kemiskinan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat berupa sandang, pangan dan papan menjadi polemik yang sampai detik ini belum juga terselesaikan. Sistem kapitalisme merupakan biang keladi atas dikapitalisasinya semua kebutuhan pokok masyarakat melalui kebijakakan negara, sehingga tidak semua rakyat bisa mengaksesnya. Maka berdampak dengan terciptanya masyarakat miskin rentan penyakit menular seperti TBC. Selain lingkungan yang tidak mendukung, rakyat miskin juga sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarganya yang akan membentuk kekebalan tubuh secara alami. 


Meskipun saat ini obat-obatan anti TBC dapat diakses secara gratis oleh masyarakat, baik di Puskesmas atau Rumah Sakit, namun realitanya masyarakat tidak mudah mencapai tempat layanan kesehatan tersebut. Adanya layanan BPJS pun belum mampu memberikan kualitas pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat, apalagi ada bayang-bayang komersialisasi layanan kesehatan yang merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Oleh karena itu, pemutusan mata rantai penularan TBC tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme yang hanya fokus untuk meraih keuntungan materi semata. Sistem ini telah menciptakan buruknya pemenuhan kebutuhan pokok manusia, sehingga berdampak pada level kesehatan masyarakat. 


Permasalahan TBC membutuhkan solusi yang mendasar yang mampu memutus mata rantai penularannya. Hal tersebut hanya akan bisa tersolusikan dengan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk persoalan kesehatan. Sistem pemerintahan dalam Islam, yakni Khilafah akan menerapkan sistem kesehatan di bawah paradigma Islam. Karena konsep kesehatan dalam Islam tujuannya memutus rantai penularan penyakit hingga tidak ada kematian dan kesakitan.


Pasalnya, dalam Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh negara. Khilafah akan mengupayakan secara serius pencegahan dan eliminasi TBC secara komperhensif dan efektif. Khilafah akan menyelesaikan persoalan kemiskinan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, sehingga masyarakat dapat membangun rumah yang sehat sekaligus mampu memenuhi kebutuhan pangan bergizi bagi keluarganya. Pembangunan sanitasi yang baik juga akan dilakukan, guna mencegah penularan penyakit. Pengembangan riset yang dilakukan para pakar dan ahli pun akan dimaksimalkan untuk menemukan metode pengobatan dan pencegahan yang efektif, termasuk penyakit TBC. 


Sistem pengobatan terbaik dan gratis pun akan dibangun untuk memberikan pelayanan terbaik dan berkualitas bagi masyarakatnya. Pembiayaannya diambil dari kas baitul maal. Negara juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pola sikap dan perilaku sehat, serta bahaya berbagai penyakit dan upaya pencegahannya. Inilah upaya maksimal yang akan dilakukan oleh Khilafah untuk menanggulangi penyakit menular. Sistem terbaik yang berasal dari Sang Pencipta Allah SWT. 


Oleh: Siti Mawadah, S.T., Alumnus Politeknik Negeri Jakarta



Posting Komentar

0 Komentar