Pelayanan kesehatan masih menjadi perhatian khusus Pemerintah Kabupaten Bogor, mengingat ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor masih di bawah standar. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Burhanudin mengungkapkan, Kabupaten Bogor hanya memiliki sekitar 4.120 unit tempat tidur dari seluruh rumah sakit, baik milik daerah/pemerintah dan swasta. Jumlah tersebut belum seimbang dengan rasio jumlah penduduk Kabupaten Bogor, yakni masih kurang sekitar 1.250an tempat tidur agar sesuai dengan standar WHO.
Untuk mewujudkan layanan kesehatan merata dan berkualitas, ia akan memberi kemudahan kepada investor yang ingin mendirikan rumah sakit, maupun fasilitas kesehatan di Kabupaten Bogor. Hal ini menciptakan peluang besar bagi bisnis rumah sakit di Kabupaten Bogor, sekaligus mengajak para investor untuk mempertimbangkan peluang investasi di sektor yang menjanjikan. Bahkan, minat investor asing untuk membangun rumah sakit di Indonesia dikabarkan cukup besar. Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke China, pihak China berniat membangun sekian puluh rumah sakit di Indonesia.
Negara memang bertanggungjawab mengatur dan menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat secara optimal. Namun, dengan masuknya investor memicu kekhawatiran terhadap pelayanan kesehatan yang terancam dikendalikan asing. Narasi ini pernah disampaikan oleh Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. dr. Ridha Dharmajaya, Sp.BS(K). bahwa institusi pelayanan kesehatan tidak lagi berpikir sebagai pelayanan masyarakat, tetapi berpikir sebagai sebuah perusahaan atau bagian dari bisnis negara asing.
Padahal kesehatan adalah kebutuhan individu yang penting dan mendesak yang harus didapatkan melalui pelayanan kesehatan. Jika pola pikir penyediaan pelayanan kesehatan adalah bisnis, kemungkinan besar masyarakat miskin berpenghasilan kecil rentan tidak dapat menjangkaunya. Tingkat keuangan pasien akan mempengaruhi akses pada pelayanan kesehatan secara maksimal. Sedangkan masyarakat kaya tentu bisa memilih pelayanan kesehatan sekehendaknya, seperti perawatan, fasilitas pelayanan dan jenis obat-obatannya.
Menjamurnya rumah sakit dari investor seolah menjadi solusi terhadap peningkatan pelayanan kesehatan sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Ini terlihat dari dibukanya lebih lebar kesempatan investor asing untuk menanamkan modal di sektor kesehatan. Namun, pelayanan kesehatan berbasis investasi bisnis hanya menjangkau masyarakat yang mampu, tidak menjangkau seluruh masyarakat terutama yang membutuhkan pengobatan tetapi terkendala biaya. Sebab pelayanan kesehatan menjadi industri kesehatan yang nilai orientasinya adalah kapitalisasi, seperti tingginya biaya layanan konsultasi dokter atau biaya obat-obatan maupun farmasi lainnya.
Bisnis industri pelayanan kesehatan juga rentan terjadi praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kerap menangani kasus persekongkolan tender rumah sakit dalam proyek pembangunan rumah sakit. Bahkan industri alat kesehatan dan farmasi pun tak luput dari praktik bisnis tak sehat.
Inilah dampak dari pelayanan kesehatan yang diserahkan pada pihak swasta (investor). Negara hanya mengambil peran menjalankan pengawasan pada industri kesehatan, tidak mengambil alih secara langsung. Mekanisme pelayanan kesehatan semacam ini berpotensi sangat merugikan masyarakat.
Negara seharusnya bertanggung jawab menyelenggarakan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat secara gratis, layak dan mudah diakses masyarakat. Sebab, pelayanan kesehatan termasuk bagian dari kemaslahatan dan fasilitas umum yang harus dirasakan oleh rakyat. Hal itu wajib dijamin oleh negara sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. al-Bukhari dan Ahmad) Dalam riwayat lain, Khalifah Umar bin Khattab menyediakan dokter gratis bagi Aslam. (HR. al Hakim)
Pembiayaan jaminan kesehatan bagi rakyat memang membutuhkan dana yang besar. Namun, dalam sistem pemerintahan yang menerapkan syariah Islam (Khilafah), pembiayaan dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara sesuai syariah, seperti pengelolaan harta kekayaan umum, termasuk tambang, gas, dan lainnya. Kuncinya adalah penerapan hukum syariah secara menyeluruh seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dan dilanjutkan Khulafaur Rasyidin, yaitu Khilafah Rasyidah. Dengan begitu negara tidak tergantung pada investasi asing dalam menyediakan pelayanan kesehatan kepada rakyat secara menyeluruh dengan gratis, mudah dan berkualitas.
Oleh : Mitri Chan
0 Komentar