Oleh Siti Rima Sarinah
Akhir-akhir ini banyak terjadi bencana alam seperti banjir. Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyatakan alokasi dana Biaya Tak Terduga (BTT) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 untuk penanganan bencana di wilayahnya meningkat hampir tiga kali lipat. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) selama tahun 2023 Kota Bogor dilanda 1.011 kejadian bencana alam dan non alam. sehingga alokasi kenaikan BTT ini cukup besar dan di tahun 2024 besaran BTT ialah Rp 98,5 miliar. (antaranews, 11/03/2024)
Di Jawa Tengah sepanjang 2024 telah mencatat sebanyak 104 bencana terjadi dari Januari hingga 8 Maret 2024. Bencana didominasi diakibatkan cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor yang berdampak pada kerusakan rumah hingga fasilitas umum dan menyebabkan kerugian mencapai Rp 5,8 miliar. Tak hanya itu, ada 12 orang meninggal, 20 orang mengalami luka-luka dan sekitar 11.762 hektar lahan/sawah rusak atau terendam oleh banjir. (kompas.com, 13/03/2024)
Banjir dan tanah longsor disebut sebagai bencana alam yang terjadi tatkala musim penghujan telah tiba. Hampir di setiap wilayah di negeri mengalami bencana alam, tak terkecuali Kota Bogor yang dikenal sebagai Kota Hujan dengan intensitas hujan yang sangat tinggi. Yang secara otomatis banjir dan tanah longsor seakan menjadi langganan bencana yang menimpa masyarakat. Namun, yang harus kita perhatikan adalah apakah bencana ini terjadi karena qadha Allah atau akibat ulah tangan manusia. Apabila bencana alam terjadi diakibatkan ulah tangan manusia, seperti membuang sampah sembarang atau kesalahan dalam tata kelola lahan dan sebagainya, maka penting bagi pemerintah untuk melakukan berbagai upaya prenventif dan kuratif untuk mengantisipasi bencana alam dan meminimalisir korban jiwa.
Pemerintah seharusnya bukan hanya menaikkan alokasi BTT (Biaya Tak Terduga) untuk penanggulangan bencana, namun juga melakukan upaya preventif untuk mencegah terjadinya bencana. Seperti banjir dan tanah longsor yang diakibatkan ketiadaan lahan resapan air akibat pembangunan massif yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga banyak hutan ataupun kawasan hijau yang dialihfungsikan untuk pembangunan, padahal hutan sangat berperan penting sebagai tempat resapan air dan juga sebagai paru-paru kota.
Di sisi lain kebanyakan masyarakat yang bermukim dekat bantaran sungai atau kali, terbiasa membuang sampah di sungai sehingga sampah yang menumpuk menutup jalan air. Tatkala hujan turun, terjadilah banjir dan tanah longsor. Selain karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan, hal ini juga disebabkan karena pemerintah tidak menyediakan tempat pembuangan sampah sementara dan kurangnya truk-truk pengangkut sampah.
Sejatinya, masyarakat memahami bermukim di dekat bantaran sungai bukanlah pilihan yang baik bagi mereka. Mereka tinggal dan menetap di bantaran sungai atau kali karena kondisi terpaksa. Sulitnya mencari lahan dan tempat tinggal yang aman, nyaman dan terhindar dari banjir, sebanding dengan mahalnya biaya tempat tinggal yang tak mampu mereka jangkau. Maka, jadilah bantaran sungai dan kali sebagai tempat mereka berteduh, walaupun bencana kapan saja dapat mengintai nyawa mereka.
Saat ini dengan dalih proyek strategis nasional, pemerintah dengan seenaknya mengambil lahan dan dialihfungsikan untuk pembangunan baik infrastruktur, hotel, properti, dan lain sebagainya, yang itu semua bukan diperuntukkan bagi masyarakat. Melainkan untuk kepentingan segelintir orang yang mencari keuntungan dengan mengorbankan kepentingan masyarakat banyak. Tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat massifnya pembangunan yang menyebabkan sulitnya masyarakat mendapatkan lahan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam, ditambah bencana selalu mengintai mereka, akibat kerakusan para oligarki yang difasilitasi oleh pemerintah.
Jika pemerintah serius untuk menangani bencana, maka tata kelola lahan ataupun tata kota dibuat dan direalisasikan sesuai peruntukkannya. Misalnya, tanah pertanian tidak boleh dialihfungsikan untuk perumahan, perkantoran, ataupun pembangunan industri. Tanah pertanian hanya digunakan untuk lahan pertanian dan dikelola dengan baik sehingga dapat menopang sektor pangan negara tanpa harus impor dari negara lain. Sedangkan untuk pemukiman masyarakat diberikan lahan yang aman, jauh dari sungai besar dan aman dari bencana banjir dan tanah longsor.
Adapun hutan harus dilindungi dan dijaga, serta tidak boleh ada penebangan dan penggundulan hutan, apalagi untuk proyek-proyek yang menguntungkan segelintir orang. Namun bukan berarti masyarakat tidak boleh memanfaatkan hutan seperti mengambil kayu untuk membangun rumah atau yang lainnya. Hal ini diperbolehkan asalkan tidak merusak fungsi hutan, yakni tempat resapan air dan sebagai paru-paru kota.
Selain itu, pemerintah harus memberikan edukasi massif kepada masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan bersih, di antaranya dengan membuang sampah pada tempatnya. Maka, pemerintah harus menyediakan dan memfasilitasi tempat pembuangan sampah dan mobil sampah sehingga sampah bisa diangkut setiap hari ke tempat pembuangan akhir yang telah disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian masyarakat pun bisa menghirup udara bersih dan sehat karena tidak ada lagi tumpukan sampah yang menyebabkan banjir dan menjadi sumber penyakit.
Upaya pencegahan banjir juga dengan membuat saluran air (drainase) yang nantinya akan mampu menampung debit air ketika terjadi hujan deras. Pembuatan saluran air pun harus diiringi dengan pemeliharaannya. Pada faktanya, tidak jarang saluran air tidak berfungsi karena ada penumpukan sampah ataupun endapan tanah yang terbawa bersamaan dengan aliran air bercampur tanah. Di sinilah pentingnya pemerintah sebagai ra'in yang meri'ayah (mengurusi) rakyat bersinergi bersama rakyat yang dengan sukarela turut menjaga kebersihan lingkungan.
Dengan mekanisme ini pemerintah bisa menanggulangi bencana alam secara optimal. Apabila upaya preventif terhadap bencana sudah dilakukan namun bencana tetap terjadi, maka yang harus kita lakukan adalah ikhlas menerima qadha dari Allah, dan senantiasa melakukan musahabah diri. Karena bencana terjadi bisa saja akibat kelalaian manusia atau ujian keimanan bagi kita.
Dan yang terpenting, upaya pencegahan bencana ini tidak akan bisa dilakukan apabila sistem kapitalis sekular yang menjadi biang bencana masih bercokol di muka bumi ini. Karena kerakusan dari sistem yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi inilah membuat alam rusak dan rakyat yang menjadi korban. Hanya sistem Islam sajalah satu-satunya sistem yang mampu melakukan mekanisme preventif dan kuratif terhadap bencana dengan tuntas. Sebab syariat Islam hadir dengan membawa berbagai macam solusi untuk mengatasi problem kehidupan manusia dan ia menghantarkan manusia pada kesejahteraan, kemakmuran dan keberkahan hidup dalam naungan cahaya sang pencipta manusia. Wallahua’lam.
0 Komentar