Tangerang Selatan – Pengurus DPP Pemuda Cinta Tanah Air (PITA), Deni Martanti, S.Kom., M.M., dalam Diskusi Konstruktif Tokoh Muslimah Kota Tangerang Selatan menyatakan bahwa demokrasi selama ini menjanjikan keadilan, kenyamanan, dan keberpihakan penuh atas rakyat, tetapi nyatanya hanya ilusi semata.
“Demokrasi menjanjikan keadilan, kenyamanan, dan keberpihakan penuh atas rakyat, tetapi nyatanya hanya ilusi semata. Praktik politik kongkalikong, menggunakan kekuatan uang, sehingga membangun budaya pragmatis di kalangan masyarakat semakin melekat,” ujarnya dalam paparan berjudul Fakta Politik Kekinian dan Ilusi Demokrasi, Sabtu (16/03/2024).
Wanita yang akrab dipanggil Deni melanjutkan bahwa hal tersebut menyebabkan penurunan moral, muncul konflik, dan pembelahan umat. “Karena memang ini salah satu intrik agar lebih mudah masuk dan memengaruhi sudut pandang politik, sehingga masyarakat akhirnya apatis dan tidak peduli dengan politik dan pemerintahan. Akhirnya para elite kapitalis mudah menguasai dan menjalankan negara dengan cara mereka,” paparnya lebih lanjut.
“Mengapa kita menggunakan demokrasi? Padahal sekitar 80 persen lebih penduduk Indonesia adalah Muslim. Indonesia memiliki SDA (sumber daya alam) dan SDM (sumber daya manusia) dengan jumlah yang melimpah. Hingga sekarang sistem pemerintahan yang digunakan adalah demokrasi dari berbagai sistem pemerintahan lain yang ada di dunia, di antaranya ada presidensial, parlementer, komunis, demokrasi liberal, dan liberal,” beber ibu tiga anak tersebut menjelaskan.
Lanjut dikatakannya, faktanya dari penerapan sistem pemerintahan demokrasi adalah suburnya korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. “Korupsi bukan hanya dilakukan oleh pemerintah yang menduduki jabatan atas saja, namun sekelas kepala desa di berbagai daerah banyak melakukan praktik korupsi ini. Dana anggaran yang diberikan pemerintah untuk desa sekarang ini sudah mencapai nominal triliun. Tak sebanding dengan kondisi desa yang mereka ambil pangku jabatan kepemimpinannya,” jelasnya sambil memberikan beberapa kasus korupsi dana desa yang sudah terjadi.
“Sudah banyak para kades hingga gerbong anggota DPRD yang terjerat akibat maraknya kolusi dan nepotisme. Keadaannya semakin langgeng, hukum tebang pilih, ekonomi carut-marut, kesenjangan sosial, rusaknya generasi masa depan, dan banyak timbul masalah mendasar akibat ketidakadilan,” sebutnya lagi.
Menyulitkan Islam
“Ada rancangan undang-undang (RUU) pada tahun 2023 yang sudah disahkan, yaitu Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara. Pada bagian kesatu, yaitu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara pada Pasal 188-190 bahwa setiap RUU yang telah disahkan, mulai dapat diterapkan pada tiga tahun setelah masa pengesahan,” urainya.
Tentu pengesahan setiap UU tidak menyertakan rakyat sebenarnya, lanjutnya, tetapi diwakilkan oleh orang-orang yang memiliki tujuan sendiri, namun bergelar wakil rakyat. “Diam-diam banyak UU sudah diputuskan begitu saja. Semakin banyak UU baru yang tidak menguntungkan umat Islam, sebab semakin menyulitkan umat untuk berislam sesuai dengan syariat,” tuturnya menyayangkan.
Pengusaha kuliner tersebut juga mengatakan bahwa negara tidak hadir dalam segala sendi kehidupan rakyat. “Regulasi pelayanan kesehatan yang luar biasa buruk berakibat sangat fatal. Banyak nyawa rakyat yang tidak tertolong akibat tidak segera diberi tindakan kesehatan. Tentu bukan hanya aspek kesehatan namun pendidikan, ekonomi, dan lainnya juga terkena imbas. Hajat hidup rakyat jadi dipergunakan dan dipertaruhkan dengan tidak semestinya,” tuturnya.
Solusi
“Orang-orang yang menggunakan demokrasi seolah selalu berbahasa bahwa demokrasi adalah sesuatu yang kita pilih. Hampir 25 Tahun demokrasi digunakan di Indonesia ternyata sistem ini bukan sistem terbaik untuk umat. Berbagai fakta rusak mengenai keadaan rakyat akibat penerapan demokrasi sangat nyata kita rasakan saat ini,” lugas Deni
Lanjut dikatakannya bahwa sebelumnya akan muncul dua pertanyaan, “Pertama, apa yang salah pada sistem yang kita jalankan saat ini; kedua, siapa yang bersalah.”
“Solusi dari semua permasalahan tersebut sebenarnya kita bisa mengingat sejarah di masa lalu, bahkan kita bisa mengulang kembali masa kejayaan Islam di masa lalu, yang terbukti berhasil, hingga masa kejayaan terakhir kepemimpinan Ottoman (Kekhilafahan Turki Utsmani),” urainya.
Ia pun menegaskan bahwa sebagai penduduk Muslim mayoritas di Indonesia sangat berhak bercita-cita memiliki pemimpin dan negara yang menjalankan sistem pemerintahan Islam secara kafah. “Pemerintahan Islam secara kafah akan mengatur seluruh sendi kehidupan dan memberikan jaminan kepada rakyat. Bukan tidak mungkin, namun kita bisa memperjuangkan hal tersebut dari sekarang,” pungkas Deni.[] Rere
0 Komentar