Polemik IKN, Pembangunan Untuk Rakyat atau Investor?


Oleh Hanin Syahidah


IKN tidak henti menjadi kontroversi. Bagaimana tidak, pasca kejadian penggundulan 9 petani yang ingin mempertahankan lahannya tetapi malah diperlakukan layaknya kriminal, sebagaimana dilansir detiksulsel.com, 16/3/2024. Komnas HAM menyoroti Polisi yang menggunduli 9 petani, tersangka pengancaman pekerja proyek Bandara VVIP di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Komnas HAM juga menduga ada pelanggaran HAM terhadap para petani dalam kasus ini. "Komnas HAM RI tengah melakukan inisiatif pemantauan atas dugaan pelanggaran HAM terkait kasus penggundulan 9 orang petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Saloloang," kata Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangan yang diterima detikcom, Sabtu (16/3/2024).


Penggundulan terhadap 9 petani tersebut terjadi setelah mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalimantan Timur (Kaltim) atas kasus pengancaman. Selain terkait kasus penggundulan itu, Komnas HAM turut menyoroti ancaman dan intimidasi.


Kemudian Surat edaran otorita IKN yang meminta 200 KK mengosongkan dan merobohkan bangunan dalam tenggat waktu 7 hari. Hal itu karena bangunan tersebut tidak sesuai dengan tata ruang IKN, meskipun akhirnya surat itu ditarik kembali/dibatalkan dari edaran. Namun Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menduga pembatalan itu dilakukan oleh otorita IKN karena penolakan warga yang cukup massif.


Tidak selesai, hal di atas dikutip dari tempo.co, 

21/3/2024, menyebutkan bahwa Project Team Leader Badan Bank Tanah Moh Syafran Zamzami mengatakan, tujuannya mengirim surat imbauan kepada warga Sepaku, Penajam Paser Utara, untuk menertibkan bangunan yang berada di wilayah pengembangan badan tersebut, sekaligus mengamankan aset negara dari oknum mafia tanah. Hal tersebut menurutnya sudah sesuai dengan kewenangan Badan Bank Tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang rencana induk kawasan atau master plan menjadi HPL. “Surat imbauan disampaikan langsung kepada subjek terkait secara persuasif,” kata Syafran melalui jawaban tertulisnya pada Kamis, 21 Maret 2024.


Syafran membantah Badan Bank Tanah berupaya menggusur warga Penajam Paser Utara demi kepentingan Ibu Kota Nusantara (IKN). Badan Bank Tanah selalu berupaya memberi edukasi kepada masyarakat, soal kegiatan mereka yang sedang mengembangkan kawasan pemerintah daerah Penajam Paser Utara (PPU). “Guna memajukan perekonomian wilayah di sekitarnya serta mendukung pembangunan IKN,” ujarnya.


Dari 4.162 hektare lahan yang menjadi HPL badan bank tanah, kata Syafran, warga Sepaku diberi jatah lahan sebanyak 1.873 hektare untuk program reforma agraria. “Penentuan subjeknya diverifikasi oleh Tim Gugus Revorma Agraria (GTRA) yang diketuai oleh Bupati,” ucap dia. Jadi ada larangan untuk menggarap lahan tersebut.


Belum usai aneka kontroversi di atas, muncul statement yang disampaikan oleh koran tempo, 20/3/2024 dengan judul “IKN yang semakin Ugal-ugalan”. Pemerintah akan menjual tanah IKN kepada investor. Gula-gula yang membahayakan keuangan negara. Statement itu dijelaskan bahwa Presiden Jokowi Widodo berencana mengobral tanah kepada investor. Dalam rapat kabinet di Istana Negara pada 13 Maret 2024, Jokowi meminta para pembantunya membolehkan pengusaha membeli tanah di ibu kota baru asalkan tidak melanggar aturan.


Sungguh ironi, rakyat cukup ketar-ketir karena awalnya mereka akan terusir dari tanahnya. Meskipun tidak jadi tetapi pasti posisi mereka tidak seperti di awal. Rasa was-was akan muncul sewaktu-waktu jika terjadi pengusiran kembali. Di samping bank tanah melarang warga untuk tidak lagi menggarap lahan yang dibukukan sebagai lahan milik bank tanah, karena sertifikat yang memegang adalah bank tanah. Di tengah kondisi kehidupan rakyat yang semakin sulit dan hilangnya rasa aman di negeri sendiri, tetapi justru negara bermanis muka kepada investor dengan mengobral lahan di IKN.


Hal ini mengundang reaksi Nicho silalahi (pegiat media sosial yang aktif melakukan kritik sosial kemasyarakatan). Dia menulis di akun X miliknya, “WNA kalian undang dengan memberi servis berbagai kemudahan, dari mulai diskon pajak ugal-ugalan hingga penguasaan lahan kurang lebih 190 Tahun," ujar Nicho dikutip dari aplikasi X @Nicho_Silalahi.


Nicho Silalahi menegaskan, seharusnya masyarakat lokal Pemaluan, Kaltim di IKN dihargai dan diperhatikan. Pasalnya mereka sudah mendiami wilayah itu jauh sebelum pemerintah di zaman Jokowi mencanangkan pembangun IKN (Ayobandung.com, 13/3/2024).


Kondisi seperti ini akan terus berulang di semua lahan di Indonesia yang akan dijadikan PSN ataupun IKN, seperti PSN di Rempang Batam, yang belum usai konflik lahannya dengan rakyat.  Begitulah jika sistem kapitalisme yang diambil untuk mengatur kehidupan negeri. Dalam sistem kapitalisme, tugas negara memang hanya menjadi jalan bagi investor/swasta untuk menguasai hajat rakyat. Padahal resiko terbesar yang terjadi jika pembangunan dilakukan oleh swasta adalah kedaulatan negeri akan menjadi taruhan. Bagaimana tidak karakteristik swasta pasti tidak akan mau rugi, keuntungan akan terus menjadi jargon setiap proyeknya.


Proyek-proyek yang ada jika berhasil menjadi bangunan fasilitas umum tidak akan mudah dinikmati oleh rakyat karena berbiaya mahal. Maka benar jika pembangunan yang ada hanya dari pengusaha, oleh pengusaha dan untuk pengusaha. Rakyat tetap terbelakang tanpa bisa menikmati semuanya.


Terbayang bagaimana bentuk IKN ke depan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Rakyat akan terusir di negerinya sendiri jika mereka tidak punya banyak uang untuk bisa memanfaatkan fasilitas yang ada. Hal itu karena semua dipunyai swasta. Kembali rakyat hanya akan gigit jari seperti yang sudah-sudah.


Jurang si kaya dan si miskin semakin menganga. Sementara pihak yang akan menikmati adalah mereka yang berduit, fix akhirnya pembangunan massif hanya dirasakan oleh segelintir orang saja. Sementara rakyat jelata terus menderita dan terpinggirkan. Padahal seharusnya rakyat mendapat kesejahteraan dalam pembangunan yang terjadi. Namun itu tidak berlaku bagi negara yang menetapkan sistem kapitalisme.


Hal yang sangat berbeda dalam pembangunan yang ada di dalam Islam. Pembangunan Kawasan perkotaan atau pemindahan ibu kota juga pernah dilakukan oleh sistem Islam misalnya pemindahan ibukota ke Kota Baghdad pada Masa Khilafah Bani Abbasiyah. Ketika Baghdad sudah dipercantik dan indah pada masa itu justru semua fasilitas diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat dan memudahkan kehidupan mereka. Tidak terjadi sedikitpun pengusiran dan pelarangan kepada rakyat untuk menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada di ibu kota seperti pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, perpustakaan, rumah sakit semua cuma-cuma dimanfaatkan oleh rakyat.


Fasilitas itu termasuk high class, rumah sakit yang pelayanannya seperti hotel bintang lima semua cuma-cuma. Bahkan sampai pasien di rumah sakit itu merasa betah tidak mau pulang saking menyenangkannya mereka dan mereka cepat sehat karena bahagia. Jadi, bukan yang mentang-mentang gratis kemudian tidak berkualitas. Justru fasilitas yang diberikan negara adalah fasilitas terbaik.


Biaya yang didapat negara dalam pengelolannya dari Baytul Maal yang pos pemasukannya dari berbagai sumber di antaranya Sumber Daya Alam negeri yang dalam sistem ekonomi Islam masuk dalam kepemilikan umum. Jadi dikelola negara tapi sepenuhnya dimanfaatkan untuk rakyat. Di samping pos pemasukan lain contoh fa'i, kharaj, 'usyr perbatasan dsb. Pos paling gemuk adalah Sumber Daya Alam (gas, minyak bumi, barang tambang, hutan, laut dst).


Namun mungkin pengagambaran ini agak sulit jika digambarkan untuk di Indonesia karena SDA Indonesia sebagian besar dikuasai swasta, bahkan Walhi menyebut 94,8% lahan Indonesia dikuasai korporasi/swasta (databoks.katadata.co.id, 16/8/2022).


Oleh sebab itu, jika ingin efektivitas pembangunan IKN untuk rakyat maka kembalikan bagaimana Islam mencontohkan dalam pembangunan termasuk ketahanan dalam sistem ekonomi dan politiknya. Bukan menyerahkan kepada swasta, baik swasta dalam negeri atau swasta asing. Apalagi akan sangat berbahaya bagi kedaulatan negeri jika swasta asing yang memegang peran penting dalam pembangunannya karena tidak menutup kemungkinan intervensi kebijakan negara akan terjadi, otomatis kedaulatan negara juga terancam, Wallahu a'lam bi asshawwab.

Posting Komentar

0 Komentar