Maraknya kasus prostitusi online belakangan ini bagaikan fenomena gunung es. Beberapa tempat terungkap secara bersamaan tetapi, seakan tak mengurangi betapa banyaknya kasus ini. Sepanjang Maret 2024, Kepolisian Indonesia berhasil menangkap pelaku prostitusi online di Kota Bogor, Kota Tangerang, Banyumas, Belitung dan Pare-pare. Kota Bogor, Polisi berhasil menangkap seorang mucikari laki-laki yang menjual 30 orang perempuan sebagai PSK. Tersangkara mucikari berinisal DTP telah melakukan bisnis haram ini sejak 2019 sampai sekarang. Selama itu ia memiliki 20 orang PSK yang berprofesi sebagai caddy golf, selebgram hingga putri budaya yang tersebar pada banyak daerah seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Jawa tengah, Kalimantan, Bali dan kota lainnya sesuai pesanan tamu. Tarif yang dipatok mulai Rp. 1.000.000 hingga Rp. 30.000.000 dan tersangka mendapatkan keuntungan 10% hingga 20% tiap transaksi (Tribrata News Polri, 15/03/2024).
Seperti yang terjadi di Tangerang, mucikari ini terdiri dari sepasang pasutri yang menawarkan anak di bawah umur sebagai teman kencan via aplikasi MiChat dengan tarif 500 ribu tiap kencan (Antara News, 19/03/2024). Di Banyumas, beberapa mucikari yang terciduk memiliki beberapa PSK yang dijual dengan tarif bervariatif (halo semarang.id, 19/03/2024). Bahkan, di Pare-pare, dalam operasi Ramadhan Polisi menyisir penginapan, hotel dan indekos dan berhasil menjaring 32 orang yang terdiri dari 10 lelaki dan 22 perempuan yang terlibat dalam prostitusi online (detik sulsel, 17/03/2024). Senada terjadi di Belitung, dalam operasi rutin Ramadhan juga menciduk 5 pasangan bukan suami istri dan 4 perempuan yang bertransaksi prostitusi secara online (tribun belitung, 15/03/2024).
Pelacuran atau prostitusi online adalah tindakan prostitusi yang menggunakan internet atau jejaring sosial sebagai sarana koneksi atau komunikasi bagi mucikari, pelacur dan penggunanya. Kemudahan bertransaksi melalui internet justru dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan sebagai sarana untuk melakukan layanan prostitusi online. Adanya kegiatan prostitusi online bukan hanya bagian pelanggaran syariat agama, tetapi juga merusak ketertiban umum, merusak moralitas dan merusak norma bermasyarakat.
Kasus prostitusi online ini kerap terjadi karena beberapa hal yakni: Pertama, sistem sanksi perbuatan yang tidak memiliki efek jera. Kedua, kegagalan sistem pendidikan kita dalam mencetak generasi berakhlak baik dan mulia. Ketiga, tak adanya jaminan kesejahteraan secara terikat bagi perempuan yang tak mampu.
Kalau kita sambungkan penyebab-penyebab menjamurnya kasus ini didapatkan bahwa sangat menyentuh pada sistem. Sistem yang diterapkan hari ini yakni sistem sekularisme kapitalisme yang memisahkan kegiatan sehari-hari dengan nilai-nilai agama dan hanya mementingkan mendapatkan uang dengan cepat tanpa peduli halal dan haram. Tak peduli akan kemiskinan dan buruknya perilaku yang mendorong seorang individu melakukan kejahatan.
Bagaimana Mengatasinya?
Sistem hari ini sangat berbeda dengan nilai-nilai yang diemban Islam. Di dalam Islam, seorang manusia memiliki tanggung jawab di hadapan Allah SWT atas semua perbuatan yang dilakukannya. Hadits riwayat Ahmad menyebutkan, “Rasululah sewaktu membaca, ‘Pada hari itu bumi akan menerangkan peristiwanya’, lalu beliau berkata,’Tahukah kamu apakah peristiwa-peristiwa itu ?’ Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu’, berkata Nabi, ‘Peristiwa-peristiwa itu adalah bahwa bumi akan menjadi saksi atas setiap hamba Allah, baik laki-laki atau perempuan, tentang apa yang telah mereka lakukan dipermukaan bumi ini. Bumi akan menerangkan orang ini telah melakukan ini pada hari ini’, nabi berkata lagi,’Nah, itulah peristiwa-peristiwa yang diterangkan bumi itu’.”
Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Para ulama sepakat yang termasuk kategori jarîmah hudûd (tindak pidana yang hukumannya adalah hak Allah) ada 7 (tujuh), yaitu zina, qadzaf (menuduh zina), pencurian, perampokan atau penya munan (hirabah), pemberontakan (al-baghy), minum-minuman keras dan riddah (murtad). Prostitusi adalah penyediaan layanan seksual oleh laki-laki atau perempuan untuk mendapatkan uang atau kepuasan.
Unsur ‘pelayanan seksual’ dalam pengertian prostitusi adalah hubungan fisik antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada kaitannya dengan perkawinan. Unsur ini serupa dengan unsur yang terdapat pada unsur perzinaan dalam hukum Islam, sehingga prostitusi dapat dijerat dengan jinâyah hudûd, yaitu tindak pidana yang digunakan untuk menjebak pelaku perzinaan dengan hukuman rajam, dan/atau didera dan dilakukan pengasingan bagi pelaku zina tergantung status pernikahannya. Sekalipun terkesan kejam bagi pemikiran manusia, tetapi tidaklah salah apa yang Allah putuskan terkait hukuman pezina tersebut. Allah mengatakan dalam QS al-Isra [17]: 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” Perbuatan ini dalam Islam disebut keji dan merupakan kemungkaran yang tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak tegas.
Selain itu, khalifah (pemimpin dalam sistem Islam/Khilafah Islam) juga menyediakan jaminan kesejahteraan yang menjaga masyarakat untuk tetap istiqamah dalam koridor syara yang akan menjadi penghalang untuk melakukan kemaksiatan. Baik laki-laki dan perempuan dalam sistem Islam memiliki pengertian yang mendalam terkait pembagian hak mendapat nafkah dan kewajiban mencari nafkah. Jika lelaki yang ada dalam jalur mahram perempuan tidak mampu menafkahi, maka negara wajib menjamin nafkah atas perempuan tersebut, sehingga tidak ada perempuan yang kekurangan nafkah sampai harus tercebur ke dalam lubang hitam prostitusi online.
Negara juga menjamin penggunaan internet masyarakat yang bersih dari konten tak senonoh ataupun perdagangan prostitusi seperti yang terjadi sekarang. Hari ini, negara sulit melakukan hal tersebut karena sangat berkompromi dengan sistem sekuler dan tidak menerapkan Islam secara utuh, sehingga sudah saatnya kembali ke jalan yang benar agar tercipta tatanan kehidupan yang membawa rahmat Allah SWT.
Oleh: Dyandra Verren
0 Komentar