Seratus Tahun Nestapa Umat, Tanpa Naungan yang Melindungi


Oleh Ruruh Hapsari


Seratus tahun sudah semenjak 3 Maret 1924, Daulah Khilafah Islamiyah runtuh. Banyak sekali tentunya yang dialami kaum muslimin setelah tidak adanya pemimpin yang menaungi. Bisa dibayangkan, umat Islam yang jumlahnya tidak sedikit dan tersebar di seluruh pelosok dunia, dipaksa hidup tanpa pemimpin. 

Padahal, hampir 1500 tahun silam saat Rasulullah saw. bersama para sahabat hijrah ke Madinah dan dengan ijin Allah negara Islam tegak, kaum muslimin sangat terhormat. Musuh pun gentar melihat kekuatan juga kekuasaan negeri Islam yang disebut dengan Daulah Khilafah. 

Negeri yang dilandasi oleh aqidah Islam ini tentu aturannya dibuat sesuai dengan aturan Allah Swt. Bukan hanya itu, penguasa dan masyarakatnya pun tunduk dan taat dengan hukum-hukum yang Allah Swt. turunkan. Itulah rahasia dibalik kekuatannya. Persamaan, keadilan, kesejahteraan akan lahir bila menggunakan aturan dari Sang Pengatur. 

Betapa banyak ilmuwan yang lahir dari peradaban Islam yang ilmunya hingga sekarang masih tetap digunakan. Betapa banyak serapan bahasa yang digunakan di banyak negeri, pertanda bahwa bahasa Arab pernah berkuasa. 

Betapa seluruh alam sejahtera bila aturan Islam diterapkan, karena bukan hanya umat manusia yang menjadi fokusnya. Namun juga segala macam hewan di manapun mereka berada, pun alam semesta juga merasakan rahmat aturan-Nya. 

Sayangnya saat ini kondisi umat manusia berbalik seratus delapan puluh derajat. Umat tidak lagi merasakan kesejahteraan dan keadilan yang hakiki berganti dengan kenestapaan, kehinaan, direndahkan, juga memilukan. Semua itu terjadi akibat dari keruntuhan institusi negara yang menaungi mereka.  

Apalagi, tidak lama setelah khilafah runtuh, negara Zionis berdiri di tanah Palestina, lengkap sudah penderitaan umat tanpa hadirnya seorang pemimpin di tengah mereka. Hal ini lah yang memang dengan sengaja menjadi rencana jahat kaum kafir untuk menindas kaum muslimin. 

Runtuhnya Khilafah

Dalam buku ‘Memoar Sultan Abdul Hamid II’, Dr. Muhammad Harb menulis pada tahun 1892, seorang tokoh Zionis Israel, Theodore Herzl datang kepada khalifah terakhir, Sultan Abdul Hamid II untuk meminta ijin agar sebagian tanah Palestina dibeli olehnya. Tentunya sang Sultan sangat menentang dengan keras, namun ternyata kaum Yahudi yang sudah mempunyai maksud lain bersikeras untuk tetap masuk ke wilayah Palestina apapun usaha mereka. 

Kemudian pada 1896, Theodore Herzl memberanikan diri untuk kembali menemui Sultan. Tentunya, jawaban Sultan Abdul Hamid II tidak berubah. Dengan tegasnya, ia menyatakan bahwa sesungguhnya tanah Palestina ini milik rakyatnya dan sudah barang tentu rakyat tidak akan setuju permintaan tersebut.

Kemudian karena aktivitas Zionis sangat gencar, maka pada tahun 1900, Sultan mengeluarkan keputusan pelarangan atas peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal lebih dari tiga bulan. Lalu pada 1901, Sultan mengeluarkan keputusan haramnya penjualan tanah di Palestina kepada Yahudi.

Melihat hal ini, pihak Zionis untuk kesekian kalinya berusaha menyogok sang Sultan dengan uang yang nilainya fantastis. Namun orang nomor satu di kekhilafahan Turki Utsmani ini tetap kokoh pada pendiriannya, tidak akan memberikan sejengkal pun tanah kepada Zionis Yahudi. Ia juga berkata bahwa ia rela untuk menusukkan pedang ke tubuhnya sendiri daripada melihat tanah Pelestina dikhianati dan dipisahkan dari khilafah islamiyah. 

Sejak saat itu, Yahudi dengan gerakkan Zionisnya berusaha menumbangkan Sultan, termasuk institusi daulah yang saat itu sudah sangat lemah. Dengan jargon kemerdekaan, kebebasan, dan yang lainnya khas ideologi kapitalisme, mereka berupaya mengguncang kekuatan khilafah dari akidahnya. 

Selain itu internal pemerintahannya juga terus digoyang. Organisasi mudanya juga disusupi oleh organisasi rahasia Freemasonry, kemudian menamakan diri sebagai gerakan Turki Muda. Anggota Freemasonry ini berusaha untuk melengserkan Sultan dengan berbagai cara. 

Hingga hari yang menyedihkan pun tiba. Pada 1924 peradaban Islam di Turki memudar dan berganti negara sekuler. Sepeninggal Sultan, sang pemimpin pemersatu umat dan daulah khilafah, institusi pelindung umat, barisan Islam kocar-kacir, laksana makanan yang disantap dari berbagai sisi, bencana pun timbul dari berbagai lapisan.  

Secercah Harapan

Palestina yang seratus tahun lalu sangat diinginkan oleh Zionis, kemudian diduduki oleh meraka, saat ini keadaannya makin memburuk. Selain sudah kehilangan keluarga akibat pembantaian masal beberapa bulan terakhir tanpa henti oleh Zionis, saat ini meraka harus menahan lapar karena ketiadaan bahan makanan. Belum lagi musim dingin yang menusuk.

Memasuki bulan Ramadan, kondisi mereka tak berubah. Pintu Rafah, jusru dipertebal dan meninggi. Kaum muslimin sedunia tak ada kekuatan, untuk sekedar menggertak saja tidak mampu. Kekuatannya yang dahulu memimpin dunia telah terpecah menjadi kepingan yang terserak. Palestina hanya satu diantara banyak masalah di dunia Islam yang tidak terpecahkan karena ketiadaan khilafah, institusi yang menaungi umat.

Namun, bukan tidak mungkin kekuatan yang dahulu pernah membuat gentar Romawi dan menguasai dua per tiga dunia, akan bangkit kembali. Karena kemenangan adalah janji Allah Swt., manusia diwajibkan meniti jalan menuju kemenangan tersebut. 

Oleh karenanya, usaha untuk membangkitkan Daulah Khilafah kembali merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi. Umat harus fokus dan membangun kekuatan dengan landasan iman. Bila usaha telah dilakukan, maka tinggal menunggu waktu yang telah dijanjikan tiba, kembalinya kekuasaan Islam yang akan menaungi seluruh alam. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar