Waspada Jebakan Pinjol!


Potret buram masyarakat dalam sistem kapitalisme begitu nyata di depan mata. Fakta kemiskinan bisa ditemukan hampir di berbagai daerah di Indonesia. Himpitan ekonomi mengakibatkan rakyat berupaya dengan segala cara agar kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Kebutuhan pokok sandang, pangan, papan menuntut pemenuhan, ditambah lagi kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang juga vital untuk dipenuhi. Di tengah sulitnya kondisi yang dihadapi, berbagai program ditawarkan untuk memecahkan problem ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah pinjaman berbasis online (Pinjol). Pinjol menjadi salah satu alternatif yang ditengarai dapat memberi solusi pemenuhan kebutuhan rakyat. Benarkah demikian? Muslimah Setu, Tangerang Selatan membahasnya dalam acara Majelis Ta’lim Rindu Syariah bertajuk Waspada Jebakan Pinjol!

Acara ini menghadirkan dua Narasumber yaitu Amalia Eka Dani dan Ferly Yusnia. Ustazah Amalia memaparkan data provinsi pengguna pinjol terbesar di bulan Desember tahun lalu, di mana Banten menempati urutan ke-4 dengan jumlah Rp. 4,38 T. Urutan pertama diduduki Jawa Barat sebesar Rp. 16,59 T, kemudian Jakarta Rp. 11,24 T, dan ke-3 Jawa Timur Rp. 7-8T. Data ini menunjukkan betapa banyak masyarakat yang memanfaatkan fasilitas pinjol ini. Amalia lantas menjelaskan akar penyebab munculnya Pinjol, yakni sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, di mana Pemerintah abai terhadap jaminan kesejahteraan rakyat dan melemparkan tanggung jawaabnya ke pihak swasta. Menjamurlah bisnis Pinjol di tengah masyarakat, yang alih-alih memberi solusi tuntas, rakyat justru makin tergilas. Praktik bunuh diri, depresi dll dialami para pengguna Pinjol. Apalagi dengan sistem bunga/riba yang kian menjerat dan diharamkan hukumnya di dalam Islam. Hal ini disampaikan oleh Narasumber kedua, Ustazah Ferly. Ferly menjelaskan hukum Pinjol dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Para ulama juga telah sepakat bahwa jika pemberi pinjaman (al muqtaridh) mensyaratkan adanya tambahan pada pinjamannya, maka tambahan tersebut hukumnya haram.” (Ibnu Taimiyah, Majmû’ Al Fatâwâ, Juz XXIX, hlm. 334). Ferly juga menyampaikan adanya bahaya (dharar) bagi Peminjam antara lain penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror, penyalahgunaan data-data pribadi pihak Peminjam untuk menagih utang, bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal), dan Peminjam menjadi sengsara seperti kerasukan setan. Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (HR Ahmad). “Jadi, Pinjol itu haram karena ada riba dan ada dharar didalamnya, “tegasnya. Ferly juga menggambarkan simulasi dosa riba berdasar HR. Ahmad, Ath-Thabani, “Satu dirham riba yang dimakan seseorang dan dia mengetahui (bahwa itu riba), maka itu lebih berat daripada 36 kali berzina.” 

Terakhir, Ferly menjelaskan butuh adanya kesadaran bersama untuk mengatasi problem Pinjol ini. “Perlu ada indvidu yang beriman, masyarakat yang tanpa riba, dan negara yang juga tanpa riba”, pungkasnya. (Ida Aya)

Posting Komentar

0 Komentar