Ratusan Triliun Uang Negara Lenyap, Korupsi Terus Berulang Tak Terbendung



Oleh Ruruh Hapsari

  

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Mulai yang ada di atas tanah hingga di dalam perut bumi lebih banyak lagi jumlahnya. Layaklah sebutan Zamrud Khatulistiwa disematkan pada negeri subur ini.

Melihat kekayaan kasatmata tersebut, memicu orang-orang rakus berusaha untuk mengeruknya. Sayangnya, negeri ini selalu memberikan peluang bagi mereka untuk terus bekerja meraupnya. Dengan sekedar memberikan ‘uang jaminan’ yang tidak murah bagi penguasa setempat, orang-orang rakus ini dapat belasan bahkan puluhan tahun mengerat sumber daya hingga tak bersisa.

Teranyar, membuat seluruh rakyat tercegang adalah tambang timah melimpah dikorupsi secara ilegal hingga negara rugi Rp271 triliun lebih. Saat ini pun kabarnya pemain utama dalam penambangan ilegal tersebut belum tersentuh, walaupun sudah ada yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi ini.

Seperti yang dilansir oleh Tempo.co (04/4/2024) bahwa Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan dalam korupsi pertambangan jamak terlibat sejumlah kementerian dan pejabat pemeritah di daerah. Wakil Koordinator ICW, Siti Juliantari menyatakan bahwa dalam korupsi di wilayah pertambangan biasanya akan ditemui para aktornya dari Kementerian ESDM, Investasi, Gubernur, dan Bupati di daerah. 

Namun dalam kasus penambangan ilegal PT Timah ini, Juliantari merasa heran, karena pemerintah seolah tidak mengetahuinya padahal korupsi tersebut sudah berjalan cukup lama, yaitu sejak tahun 2015-2022. “Tidak mungkin pejabat daerah tidak tahu, dibiarkan,” ujar Juliantari dalam siaran langsung Instagram. 

Juliantari juga menyatakan bahwa potensi kerugian negara bisa lebih besar daripada angka yang telah diutarakan, yaitu ratusan triliun rupiah. Walaupun begitu, ia meminta Kejaksaan Agung untuk tidak hanya mengejar pelaku secara personal, namun juga korporasi yang bermain di dalam korupsi tersebut.

Sejurus dengan itu, pakar lingkungan Bambang Hero Saharjo, yang pernah diminta Kejaksaan Agung untuk mengkaji kerugian akibat aktivitas tambang ilegal di Bangka Belitung pernah menganalisis kerugian negara dan ekologis akibat aktivitas tersebut. 

Bersama degan rekan sejawatnya dari IPB, Guru Besar Ilmu Ekologi Hutan, Basuki Haris, mereka menganalisisnya menggunakan citra satelit sepanjang 2015-2022 dan menggelar pemeriksaan lapangan (tempo.co, 4/4/2024). Bambang menyatakan sangat terkejut karena yang bermain dibalik tambang ilegal ini setidaknya ada ratusan perusahaan. 

Selain itu, dampak ekologis yang ditimbulkan dengan adanya aktivitas tambang legal ini tentu sangat banyak. Mereka mencatat setidaknya hutan tropis seluas 460 ribu hektar hilang akibat pertambangan dan perkebunan di Bangka Belitung periode tahun 2018-2023. Hingga tahun 2018 total lubang yang terbentuk akibat tambang sebanyak 12.607 dari luas 15.579.747 hektar.  

Kemudian pada periode tahun 2021-2023, tercatat sebanyak 27 orang wafat dan 20 orang lainnya mengalami luka-luka akibat kecelakaan tambang. Tidak hanya itu, lubang akibat tambang yang belum direklamasi pun menyebabkan korban jiwa. Sebanyak 21 kasus tenggelam dan 15 orang wafat, 12 diantaranya adalah anak-anak berusia 7 hingga 20 tahun. 


Menyakiti Rakyat

Nilai korupsi yang fantastis di area pertambangan tersebut, sesungguhnya sangat bisa dimaksimalkan untuk kemakmuran rakyat. Ratusan triliun rupiah dalam satu area tambang di daerah Bangka Belitung saja sudah bisa menjamin ratusan juta penduduk Indonesia mendapatkan makan beberapa kali. 

Yang tercatat itu baru satu sektor dan satu area, belum lagi bila sumber daya alam di negeri ini betul-betul dikelola dengan baik, tentu saja keuntungannya sangat menjamin kehidupan rakyat. 

Lihat saja bagaimana tambang emas di papua, yang mulanya adalah gunung emas, setelah puluhan tahun dikeruk oleh perusahaan besar, Freeport, saat ini keadaanya sudah menjadi lembah yang dalam. Bayangkan berapa banyak kekayaan negeri ini yang sudah direnggut secara legal maupun ilegal dan penguasa seakan tidak mempunyai kuasa untuk mempertahankan kekayaan milik umum tersebut. 

Sesungguhnya sudah banyak sekali kasus kerugian negara di sektor sumber daya alam baik itu akibat pengerukan, pembabatan hutan, ataupun yang lainnya secara legal maupun ilegal. Kesemuanya jelas merugikan rakyat dan menguntungkan perusahaan yang ‘membeli’ dengan seonggok uang pada penguasa setempat. 

Hubungan yang dilakukan bentuknya adalah transaksi antara penguasa daerah dan pengusaha. Hal ini sangat menggambarkan bahwa negara tidak memandang rakyatnya menjadi subyek yang harus disejahterakan. Mereka memandang bahwa rakyat adalah 'sapi perah' yang kekayaannya bisa terus dirampas hingga tak bersisa.

Padahal penguasa haruslah menjamin kesejahteraan rakyatnya per kepala mulai dari kebutuhan pangan, papan, maupun sandang. Selain itu juga keamanan, jiwa, darah juga merupakan hal yag harus dijamin oleh penguasa terhadap rakyatnya.


Penguasa Berlepas Diri

Banyaknya kerugian yang ditanggung negara atas mega korupsi tambang timah ilegal ini seharusnya membuka mata kita bahwa kekayaan yang terkandung di alam negeri ini sangatlah melimpah. 

Sayangnya, raibnya uang negara yang selalu berulang ini sepertinya tidak menjadi pelajaran berarti hingga ditutupnya sumber-sumber korupsi. Malah pihak swasta asing maupun lokal sengaja diundang untuk membangun proyek dan harus mengorbankan kerusakan ekologi yang besar. Di sini terlihat kemana penguasa berpihak, dan bagaimana sikap penguasa saat rakyat menjadi korbannya. 

Dalam Islam, pengusa haruslah bertanggung jawab terhadap yang ia pimpin. Dalam salah satu hadis Rasululah saw. bersabda, “Sungguh Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin terhadap apa yang mereka pimpin, apakah ia menjaganya atau bahkan disia-siakan.”

Imam Al Ghazali rahimahullah pun pernah menyatakan bahwa wajib atas penguasa untuk memberikan sarana-sarana pekerjaan pada para pencari kerja, karena menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban bagi negara. Namun saat ini dengan diberikannya barang tambang kepada swasta, justru memiskinkan rakyat.

Sehingga sudah saatnya kerusakan-kerusakan ini harus dihentikan. Sistem yang membelenggu berasaskan aturan manusia diganti dengan aturan Allah Swt. agar rahmat akan hadir dan mensejahterakan seluruh alam. Wallahu’alam.


Posting Komentar

0 Komentar