Kala Pendidikan Dikapitalisasi, Bagaimana Nasib Generasi?

 


Oleh Siti Rima Sarinah


Awan mendung sedang menaungi dunia pendidikan di negeri ini. Betapa tidak, harapan anak bangsa untuk bisa mengenyam pendidikan di bangku kuliah pupus sudah. Pasalnya, pada tahun 2024 ini ada 10  perguruan tinggi negeri (PTN) yang mengumumkan kenaikan  biaya Uang Kuliah Tunggal  (UKT). Baik yang mendaftar jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) maupun jalur mandiri. Padahal, PTN banyak diminati oleh para siswa untuk bisa mengenyam pendidikan di bangku kuliah dengan biaya yang murah

Kenaikan UKT ini tentu menuai polemik di berbagai kalangan, khususnya para mahasiswa yang  massif melakukan unjuk rasa demi memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Herianto menyatakan, aliansi mahasiswa mengancam akan mogok kuliah untuk menuntut revisi aturan Kementerian Pendidikan terkait UKT.  BEM SI kecewa dengan penyataan yang disampaikan oleh Menteri Kemendikbud, Nadiem Makarim yang menyatakan kenaikan UKT hanya berlaku untuk calon mahasiswa baru. Padahal pernyataan tersebut sebagai tanda UKT akan mengalami kenaikan bagi mahasiswa di tahun berikutnya.

Nadiem Makarim dalam rapat kerja bersama komisi X DPR RI menjelaskan, peraturan tersebut hanya diberlakukan pada mahasiswa baru yang memiliki latar belakang ekonomi yang tinggi. Dan tidak akan berdampak pada mahasiswa dengan ekonomi rendah dan tidak berlaku bagi mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi serta menawarkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah untuk mahasiswa yang kurang mampu sebagai solusi. (tempo.co, 23/05/2024)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Jakarta, Fahira Idris menyampaikan polemik UKT yang terjadi bukan sekedar keterbatasan anggaran negara dan ketidaksesuaian UKT yang harus dibayar mahasiswa, melainkan paradigma pendidikan tinggi di Indonesia yang harus dibenahi. “Di tengah tantangan finansial dan kebijakan otonomi kampus, penting untuk merefleksikan kembali paradigma pendidikan tinggi di Indonesia yang seharusnya menjadi pilar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjamin pendidikan bagi kelompok miskin, serta menghadirkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau,” ujarnya. (kompas.co, 24/05/2024)

Fakta pendidikan saat ini membawa kita pada masa penjajah menguasai Indonesia, orang pribumi dilarang untuk sekolah dan dibiarkan dalam kebodohan. Dan hari ini, negeri kita yang dikatakan sudah merdeka selama 78 tahun, ternyata anak bangsa tetap dibiarkan dalam kebodohan akibat kebijakan pemerintah yang abai dan tidak peduli akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa ini di masa yang akan datang. 

Ironisnya, di tengah gejolak polemik UKT, pejabat Kemendikbud mengeluarkan statemen bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier, yang artinya kuliah hanya untuk golongan masyarakat tertentu.  Penyataan ini tentu menyisakan luka mendalam dan menghapus harapan anak bangsa untuk bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Padahal, pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi rakyat yang wajib difasilitasi dan dijamin oleh negara. Hal ini jelas termaktub dalam UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi, “Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan pendidikan nasional yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan penddikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas.”

Namun fakta berbicara sebaliknya, aroma kapitalisasi telah mewarnai dunia pendidikan di negeri ini dan menggeser tujuan pendidikan untuk mecerdaskan bangsa. Kita bisa melihat bagaimana pemerintah hanya menyisihkan 20% anggaran APBN untuk pendidikan. Sedangkan untuk makan siang gratis dengan sukarela pemerintah menggelontorkan dana sebesar 450T, yang seharusnya bisa digunakan untuk membiayai sektor pendidikan agar bisa mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berkualitas. 

Hal ini membuktikan bahwa pemerintah sedang melakukan kesalahan besar dengan mengabaikan dan tidak peduli pada pendidikan yang berakibat fatal bagi peradaban dan kemajuan bangsa. Pemerintah di bawah arahan kapitalis telah mengalihkan fungsinya sebagai pelayan rakyat beralih menjadi pelayan bagi pengusaha yang mengkomersialisasikan pendidikan sebagai lahan bisnis yang menggiurkan. Dan output pendidikan kapitalis hanya bertujuan mencetak generasi pemuja materi belaka dan mengalami dekadensi moral yang sangat parah.

Bertolak belakang dengan sistem Islam (Khilafah) yang menganggap pendidikan sebagai salah satu bidang strategis penentu masa depan bangsa. Sebagai sesuatu yang urgen, maka negaralah yang menjadi pihak bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat. Dengan memastikan setiap individu rakyat bisa mengenyam pendidikan setinggi mungkin dengan kualitas terbaik bahkan tanpa ada batasan usia dan tanpa harus memikirkan biaya yang harus dikeluarkan untuk pendidikan.

Untuk pembiayaan pendidikan ini, negara memiliki baitul maal sebagai kas negara yang memiliki pos pemasukan yang dperoleh dari fai, kharaj, jizyah, ghanimah, pengelolaan SDA, dan lain sebagainya. Sehingga negara tidak perlu memungut biaya pendidikan dari rakyatnya, rakyat pun bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dan berlomba-lomba untuk mencari ilmu demi kemaslahatan umat. Walhasil, negara akan mampu mencetak generasi polymath yang mumpuni bukan hanya dibidang agama melainkan juga menguasai ilmu sains dan teknologi.

Sudah sangat jelas bahwa hanya sistem Islam yang mampu memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk setiap individu rakyatnya secara adil dan merata. Hal ini telah terbukti selama 13 abad Khilafah mampu menjadi mercusuar bagi dunia pendidikan dan mampu mengalahkan negara-negara Eropa yang pada saat itu masih berada dalam kegelapan dan kebodohan.

Islam dengan kesempurnaan aturannya mampu menjadi problem solving bagi kehidupan. Sebab Islam bersumber dari Zat Pemilik dan Pencipta manusia beserta makhluk-makhluk yang ada di muka bumi ini. Aturan-Nya yang pasti terbaik bagi manusia dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh semua mahkluk-Nya. Saatnya Islam kembali dalam ranah kehidupan kita dan wajib membabat habis sistem kapitalisme sang pembuat masalah dalam kehidupan. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar