Oleh Siti Rima Sarinah
Badan perencanaan pembangunan, riset dan inovasi daerah (Bapperida) Kota Bogor melaksanakan musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bogor 2025-2045. Dengan mengusung tema sebagai Kota Sains Kreatif, Maju dan Berkelanjutan, Bima Arya selaku Walikota Bogor menyampaikan bahwa Kota Bogor sudah memiliki identitas dan karakter yang tertanam sejak dahulu yang kemudian juga diturunkan ke dalam rumusan RPJPD 2025 - 2045 sehingga lanjutnya, tugas ke depan yang akan memimpin Kota Bogor adalah membaca tanda-tanda perubahan zaman.
Kota sains kreatif menjadi spirit Kota Bogor untuk menyongsong 2045 yang dicirikan pada tiga pilar utama. "Satu adalah berbasis budaya, kedua adalah berbasis teknologi, ketiga adalah sustainability atau berkelanjutan, harus seimbang antara intervensi fisik dan juga lingkungan yang kita jaga selama 10 tahun ini," ujar Bima Arya. Ia pun menitipkan bahwa 2045 yang cemerlang hanya akan bisa dicapai ketika konsisten, kolaboratif, dan toleran. (rri.co.id, 19/04/2024)
Kota Bogor tidak lagi mengedepankan bidang jasa melainkan bakal menjadi Kota Sains Kreatif, Maju dan Berkelanjutan. Kota Hujan ini tidak memiliki sumber daya alam seperti nikel atau batubara. Kota ini pun bukan kota industri karena lahan yang tidak memadai. Sehingga dengan berbasis inovasi diharapkan dapat mengembangkan Kota Bogor sesuai rumusan RPJPD 2025-2045.
Visi menjadikan Kota Bogor sebagai kota sains kreatif, maju dan berkelanjutan, merupakan visi yang sangat luar biasa. Tidak dipungkiri, dengan berbasis teknologi mampu mewujudkan inovasi baru untuk mempermudah aktivitas kehidupan masyarakat. Dan teknologi menjadi simbol kemajuan sebuah kota ataupun negara. Namun apakah dengan inovasi berbasis teknologi mampu mengubah taraf kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan?
Pasalnya membangun kota sains kreatif, maju dan berkelanjutan, memerlukan inovasi teknologi serta membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan hal ini membuka peluang besar bagi para investor yang berlomba-lomba menanamkan investasi demi meraih keuntungan yang besar tentunya. Maka bisa dipastikan rencana membangun kota sains kreatif, maju dan berkelanjutan, tidak akan berkorelasi positif pada kesejahteraan rakyat. Bahkan membuat kehidupan rakyat akan semakin berat dikarenakan biaya hidup yang semakin tinggi. Apalagi sistem kapitalis yang diterapkan saat ini, membuat berbagai pelayanan tidaklah gratis bagi rakyat. Rakyat yang menginginkan hidup nyaman bertebar fasilitas teknologi harus membayar dengan harga yang mahal. Dan hal ini tentu hanya bisa dinikmati oleh segelintir masyarakat yang berkantong tebal. Walhasil sistem kapitalisme hanya mampu menyejahterakan para pemilik modal dan rakyat kelas atas, bukan rakyat secara keseluruhan.
Berbeda halnya dengan pemerintah yang diangkat oleh rakyat untuk mengurusi urusan rakyat di seluruh lini kehidupan tanpa ada kompensasi apapun. Adalah sistem Islam (Khilafah) yang menjadikan tolok ukur kemajuan sebuah negara bukan hanya mengedepankan inovasi berbasis teknologi semata, melainkan kemajuan sebuah negara berkorelasi positif pada kesejahteraan hidup bagi seluruh rakyatnya.
Konsep Islam dan kapitalisme dalam memandang kemajuan sebuah kota atau negara sangatlah bertolak belakang. Dalam Islam pembangunan akan dilakukan secara merata sehingga baik di kota maupun di desa, masyarakat bisa mendapatkan fasilitas yang sama. Semua potensi sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan berbagai macam bentuknya. Seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, ketersediaan air bersih, listrik, transportasi, dan semua hajat hidup rakyat dipenuhi dengan biaya yang sangat murah bahkan gratis.
Sebagai contoh, lahan pertanian akan dikelola dengan menggunakan teknologi canggih plus inovasi di bidang pertanian, sehingga mampu mewujudkan swasembada pangan tanpa harus bergantung kepada impor. Para petani diberikan penyuluhan bagaimana mereka mampu mengelola lahannya dengan baik, diberikan bibit dan pupuk, dll. Negara pun akan membantu petani untuk menjual atau mendistribusikan hasil panennya. Sehingga para petani pun bisa hidup layak, makmur, dan sejahtera.
Individu atau swasta tidak diberi peluang sedikit pun untuk mengelola sumber daya alam yang berlimpah, yang merupakan harta/kekayaan milik rakyat, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Penerapan kapitalisme di negeri ini membuat rakyat, sebagai pemilik harta/kekayaan, tidak pernah merasakan hasil sumber daya alam. Bahkan rakyat terus-menerus dicekik dengan pajak dan dipaksa membayar utang negara yang semakin hari semakin membengkak. Rakyat hidup sengsara dan melarat, sedangkan pejabat dan oligarki hidup bergelimang harta. Kesenjangan hidup antara si miskin dan si kaya semakin terlihat nyata.
Buktinya, penguasa dalam sistem kapitalis berlaku sebagai tujjar (pedagang) terhadap rakyatnya. Hasil pengelolaan kekayaan alam berupa BBM, listrik, bahkan air bersih yang seharusnya gratis bagi rakyat, nyatanya rakyat harus membelinya dengan harga yang mahal. Padahal bumi dan segala bentuk kekayaan alam di dalamnya adalah ciptaan Allah Swt. Dan Allah Swt. telah memberikannya secara gratis bagi manusia. Manusia boleh memanfaatkannya untuk kehidupan manusia serta untuk kelestarian alam. Namun karena negeri ini tidak menerapkan sistem kehidupan berdasarkan aturan Allah Swt., yakni syariah Islam, maka penguasa bukan menjadi raa'in (pengurus/pelayan urusan rakyat), melainkan menjadi tujjar bagi rakyatnya.
Oleh karena itu, sebagus apapun konsep yang ditawarkan oleh sistem yang menjadikan materi di atas segala-galanya, tidak akan bisa mengeluarkan rakyat dari jurang kemiskinan yang sangat dalam, tidak akan terwujud kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Sedangkan Islam menawarkan konsep negara dan pemerintah dengan visi ideologis, yang menjadikan keimanan sebagai fondasi dalam menjalankan amanahnya sebagai raa'in (pelayan rakyat). Tak satu pun kebijakan ataupun program yang dilaksanakan kecuali demi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, bukan yang lain.
Maka sudah terlihat jelas bahwa konsep ala kapitalis hanya memberikan ilusi bagi rakyat. Sistem batil ini tidak layak hadir dalam kehidupan manusia. Sistem ini justru layak dicabut sampai ke akar-akarnya dan diganti dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Hanya dalam naungan cahaya Islam, kehidupan rakyat akan dipenuhi dengan keberkahan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Oleh karena itu, sistem Islam dalam naungan khilafah wajib untuk kita perjuangkan, agar umat manusia bisa kembali pada aturan kehidupan yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.
0 Komentar