Oleh: Bella Lutfiyya, Aktivis
Muslimah
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk terbesar di dunia. Oleh karenanya, Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang melimpah dan diperkirakan akan menghadapi era bonus demografi beberapa tahun ke depan, tepatnya pada 2030 hingga 2040 mendatang. Bonus demografi yang dimaksud saat penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia non-produktif (> 65 tahun) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia (kominfo, 2024).
Namun, seperti pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, melimpahnya SDM yang produktif tidak akan bisa produktif apabila tidak ada lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan bidang yang dikuasai. Hal ini yang tengah dirasakan oleh kalangan usia produktif saat ini, sebut saja Gen Z. Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hampir 10 juta penduduk Indonesia Generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam kategori NEET justru ada di daerah perkotaan, yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan.
Ida Fauziyah selaku Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), berbicara mengenai data dari BPS tersebut. Ida menjelaskan banyaknya anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan karena kurang sinkronnya pendidikan dan permintaan tenaga kerja. menuturkan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 (kumparan.com, Mei 2024)
Faktor lainnya adalah turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum (kompas.com, Mei 2024)
Banyaknya pengangguran menunjukkan adanya keterbatasan lapangan kerja, sekaligus menunjukkan kegagalan negara dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyat. Hal ini dapat menyebabkan masalah yang berkelanjutan, di antaranya akan meningkatkan angka kriminalitas dan angka bunuh diri sebab masalah ekonomi masyarakat yang tak terelakan.
Ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia hanya fokus pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) serta peningkatan investasi ekspor dan impor. Pemerintah tidak peduli dengan pengembangan industri padat karya yang dapat banyak menyerap tenaga kerja. Padahal, Indonesia memiliki tenaga kerja yang layak. Masyarakatnya pun kreatif. Namun, kebijakan liberal menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dijadikan lahan bisnis. Negara mengatur regulasi yang memudahkan investor asing dan para pekerjanya melakukan usaha di Indonesia, termasuk dalam mengelola SDA.
Islam mengatur kehidupan manusia sampai pada tatanan negara, salah satunya dalam memelihara rakyat dan begitulah seharusnya negara melakukan tugasnya, bukan justru berlepas tangan. Pemegang kekuasaan dalam sistem yang menerapkan Islam juga akan menjunjung tinggi tanggung jawab dan tugas yang diemban karena menyadari konsekuensi yang berat di hadapan Allah nantinya.
Negara yang menerapkan sistem Islam akan menerapkan beberapa hal terkait lapangan pekerjaan. Di antaranya mendidik dan memberikan pemahaman terkait kewajiban bekerja pada laki-laki dengan memberikan sistem pendukung yang memadai, seperti pendidikan dan keterampilan, serta kepribadian yang sesuai dengan syariat Islam. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban yang mulia.
Negara juga akan memberikan lapangan pekerjaan yang melimpah berdasarkan potensi SDA masing-masing wilayah tanpa campur tangan pihak lain seperti pihak swasta dan investor asing. Dengan begitu, rakyat di setiap wilayah akan menjadi tenaga kerja untuk mengolah SDA yang tersedia. Islam menjadikan SDA sebagai milik umum dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara.
Negara juga memfasilitasi rakyatnya yang ingin melakukan usaha atau berbisnis dengan memberikan modal seperti uang, lahan, maupun sarana-prasarana produksi yang diberikan secara cuma-cuma atau gratis yang berasal dari Baitul Mal, tentunya dengan pengawasan dari pemerintah.
Lambat
laun, masyarakat akan sadar bobroknya negara yang hanya mementingkan para
oligarki dan kekuasaan semata ini. Semua janji yang diumbar di masa lalu
hanyalah bualan manis yang tak berujung menjadi nyata. Negara gagal dalam
memelihara rakyat. Hanya dengan Islam, tatanan kenegaraan akan dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Tidak ada janji-janji manis, tidak ada lepas tanggung
jawab. Hal itu karena keimanan dan keseriusan dalam mengurus rakyatnya.[]
0 Komentar